Betawi adalah cikal bakal munculnya kota metropolitan
Jakarta. Betawi juga menjadi sebutan bagi penduduk asli Kota Jakarta dengan
budaya dan sejarahnya yang dinamis. Sejarah Betawi tak lepas dari pengaruh
budaya China dan Belanda yang pernah mendominasi kota Batavia beberapa abad
lalu.
Sejarah Suku Betawi |
Sejarah Suku Betawi
Suku
Betawi berasal dari hasil kawin-mawin antaretnis dan bangsa di masa lalu.
Secara biologis, mereka yang mengaku sebagai orang Betawi adalah keturunan kaum
berdarah campuran aneka suku dan bangsa yang didatangkan
oleh Belanda ke Batavia. Apa yang disebut dengan orang atau suku
Betawi sebenarnya terhitung pendatang baru di Jakarta. Kelompok etnis ini
lahir dari perpaduan berbagai kelompok etnis lain yang sudah lebih duluh idup di Jakarta,seperti orang Sunda, Jawa, Arab, Bali, Bugis, Makassar, Ambon, Melayu dan Tionghoa.
Antropolog Universitas
Indonesia, Dr. Yasmine Zaki Shahab, MA memperkirakan, etnis Betawi
baru terbentuk sekitar seabad lalu, antara tahun 1815-1893. Perkiraan ini
didasarkan atas studi sejarah demografi penduduk Jakarta yang
dirintis sejarawan Australia, Lance Castle. Di zaman kolonial
Belanda, pemerintah selalu melakukan sensus, yang dibuat berdasarkan bangsa
atau golongan etnisnya. Dalam data sensus penduduk Jakarta
tahun 1615 dan 1815, terdapat penduduk dari berbagai golongan
etnis, tetapi tidak ada catatan mengenai golongan etnis Betawi.
Rumah
Bugis di bagian utara Jl. Mangga Dua di daerah kampung
Bugis yang dimulai pada tahun 1690. Pada awal abad ke 20 ini masih
terdapat beberapa rumah seperti ini di daerahKota. Hasil sensus
tahun 1893 menunjukkan hilangnya sejumlah golongan etnis yang
sebelumnya ada. Misalnya saja orang Arab dan Moor, orang Jawa dan Sunda,
orang Sulawesi Selatan, orang Sumbawa, orang Ambon dan
Banda, dan orang Melayu.
Suku Betawi
Antropolog Universitas Indonesia lainnya,
Prof Dr Parsudi Suparlan menyatakan,
kesadaran sebagai orang Betawi pada awal pembentukan kelompok etnis itu juga
belum mengakar. Dalam pergaulan sehari-hari, mereka lebih sering menyebut diri
berdasarkan lokalitas tempat tinggal mereka, seperti orang Kemayoran,
orang Senen, atau orang Rawabelong.
Pengakuan
terhadap adanya orang Betawi sebagai sebuah kelompok etnis dan sebagai satuan
sosial dan politik dalam lingkup yang lebih luas, yakni Hindia Belanda,
baru muncul pada tahun 1923, saat Husni Thamrin, tokoh masyarakat
Betawi mendirikan Perkoempoelan Kaoem Betawi. Baru pada waktu itu pula
segenap orang Betawi sadar mereka merupakan sebuah golongan, yakni golongan
orang Betawi.
Ada juga
yang berpendapat bahwa orang Betawi tidak hanya mencakup masyarakat campuran
dalam benteng Batavia yang dibangun oleh Belanda tapi juga mencakup
penduduk di luar benteng tersebut yang disebut masyarakat proto Betawi.
Penduduk lokal di luar benteng Batavia tersebut sudah menggunakan
bahasa Melayu, yang umum digunakan di Sumatera, yang kemudian dijadikan sebagai
bahasa nasional.
Selain itu,
perjanjian antara Surawisesa (raja Kerajaan Sunda) dengan bangsa Portugis pada
tahun 1512 yang membolehkan Portugis untuk membangun suatu komunitas di Sunda
Kalapa mengakibatkan perkawinan campuran antara penduduk lokal dengan bangsa
Portugis yang menurunkan darah campuran Portugis. Dari komunitas ini lahir
musik keroncong.
Istilah Betawi
Kata Betawi digunakan
untuk menyatakan suku asli yang menghuni Jakarta dan bahasa
Melayu Kreol yang digunakannya, dan juga kebudayaan Melayunya.
Kata Betawi berasal dari kata “Batavia,” yaitu nama lama Jakarta yang
diberikan oleh Belanda.
Setelah Kemerdekaan
Sejak akhir
abad yang lalu dan khususnya setelah kemerdekaan
(1945), Jakarta dibanjiri imigran dari seluruh Indonesia,
sehingga orang Betawi — dalam arti apapun juga — tinggal sebagai minoritas.
Pada tahun 1961, ‘suku’ Betawi mencakup kurang lebih 22,9 persen dari
antara 2,9 juta penduduk Jakarta pada waktu itu. Mereka semakin
terdesak ke pinggiran, bahkan ramai-ramai digusur dan tergusur ke
luar Jakarta. Walaupun sebetulnya, ’suku’ Betawi tidaklah pernah tergusur
atau digusur dari Jakarta, karena proses asimilasi dari berbagai suku yang ada
di Indonesia hingga kini terus berlangsung dan melalui proses panjang itu
pulalah ’suku’ Betawi hadir di bumi Nusantara.
Seni dan Kebudayaan
Budaya
Jakarta merupakan budaya mestizo, atau sebuah campuran budaya dari beragam
etnis. Sejak zaman Belanda, Jakarta merupakan
ibu kota Indonesia yang menarik pendatang dari dalam dan luar
Nusantara. Suku-suku yang mendiami Jakarta antara lain, Jawa, Sunda,Minang, Batak,
dan Bugis. Selain dari penduduk Nusantara, budayaJakarta juga banyak
menyerap dari budaya luar, seperti budaya Arab,Tiongkok, India,
dan Portugis.
Suku Betawi
sebagai penduduk asli Jakarta agak tersingkirkan oleh penduduk
pendatang. Mereka keluar dari Jakarta dan pindah ke wilayah-wilayah
yang ada di provinsi Jawa Barat dan provinsi Banten. Budaya
Betawi pun tersingkirkan oleh budaya lain baik dariIndonesia maupun budaya
barat. Untuk melestarikan budaya Betawi, didirikanlah cagar
budaya di Situ Babakan.
Bahasa Suku Betawi
Sifat
campur-aduk dalam dialek Betawi adalah cerminan dari kebudayaan
Betawi secara umum, yang merupakan hasil perkawinan berbagai macam kebudayaan,
baik yang berasal dari daerah-daerah lain di Nusantara maupun kebudayaan asing.
Karena
perbedaan bahasa yang digunakan tersebut maka pada awal abad ke-20,
Belanda menganggap orang yang tinggal di sekitar Batavia sebagai
etnis yang berbeda dengan etnis Sunda dan menyebutnya sebagai
etnis Betawi (kata turunan dari Batavia). Walau demikian, masih
banyak nama daerah dan nama sungai yang masih tetap dipertahankan
dalam bahasa Sunda seperti kata Ancol, Pancoran, Cilandak, Ciliwung,
Cideng (yang berasal dari Cihideung dan kemudian berubah menjadi Cideung dan
tearkhir menjadi Cideng), dan lain-lain yang masih sesuai dengan penamaan yang
digambarkan dalam naskah kuno Bujangga Manik yang saat ini disimpan
di perpustakaan Bodleian, Oxford, Inggris.
Meskipun
bahasa formal yang digunakan di Jakarta adalah Bahasa Indonesia,
bahasa informal atau bahasa percakapan sehari-hari adalah Bahasa Indonesia
dialek Betawi.
Musik Suku Betawi
Dalam bidang
kesenian, misalnya, orang Betawi memiliki seni Gambang Kromong yang
berasal dari seni musik Tionghoa, tetapi juga ada Rebana yang
berakar pada tradisi musik Arab, Keroncong Tugu dengan latar
belakang Portugis-Arab, dan Tanjidor yang berlatarbelakang
ke-Belanda-an. Saat ini Suku Betawi terkenal dengan
seni Lenong, Gambang
Kromong, Rebana Tanjidor dan Keroncong.
Tari Suku Betawi
Seni tari
di Jakarta merupakan perpaduan antara unsur-unsur budaya masyarakat
yang ada di dalamnya. contohnya tari japong, Cokek dan
lain-lain.Pada awalnya, seni tari di Jakartamemiliki pengaruh Sunda dan
Tiongkok, seperti tari Jaipong dengan kostum penari khas pemainOpera Beijing.
Namun Jakarta dapat dinamakan daerah yang paling dinamis. Selain seni tari lama
juga muncul seni tari dengan gaya dan koreografi yang dinamis.
Cerita Rakyat Suku Betawi
Cerita
rakyat yang berkembang di Jakarta selain cerita rakyat yang sudah dikenal
seperti Si Pitung, juga dikenal cerita rakyat lain seperti
serial Jagoan Tulen atau si jampang yang mengisahkan jawara-jawara
Betawi baik dalam perjuangan maupun kehidupannya yang dikenal “keras”. Selain
mengisahkan jawara atau pendekar dunia persilatan, juga dikenal
cerita Nyai Dasima yang menggambarkan kehidupan zaman kolonial. creita
lainnya ialah Mirah dari Marunda, Murtado Macan Kemayoran, Juragan
Boing dan yang lainnya.
Kepercayaan Suku Betawi
Sebagian
besar Orang Betawi menganut agama Islam, tetapi yang menganut
agama Kristen; Protestan dan Katolik juga ada namun
hanya sedikit sekali. Di antara suku Betawi yang beragama Kristen, ada yang
menyatakan bahwa mereka adalah keturunan campuran antara penduduk lokal dengan
bangsa Portugis. Hal ini wajar karena pada awal abad ke-16, Surawisesa,
raja Sunda mengadakan perjanjian dengan Portugis yang membolehkan Portugis
membangun benteng dan gudang di pelabuhan Sunda Kalapa sehingga
terbentuk komunitas Portugis di Sunda Kalapa. Komunitas Portugis ini sekarang
masih ada dan menetap di daerah Kampung Tugu, Jakarta Utara.
Sejarah Perjalanan Kuliner Khas Betawi
Orang Betawi
mempunyai beragam aneka masakan lezat. Sayangnya, beberapa di antaranya kini
mulai punah. Siapa yang tak suka dengan Soto betawi yang gurih dan manis lezat
itu? Siapa pula yang tidak tergoda dengan jajanan khas Betawi tahunan di
daerah-daerah cagar budaya Betawi bernama Kerak Telor? Selain dua sajian
populer ini, Betawi masih memiliki banyak makanan lezat lainnya. Hanya saja,
saat ini semua hidangan khas Betawi bisa kita dapatkan dengan mudah. Beberapa
di antaranya bahkan telah punah. Kita perlu prihatin akan begitu banyaknya
unsur-unsur kuliner Indonesia yang telah sirna. Kalau bukan kita yang memang
suka dan doyan makan serta peduli pada warisan budaya kuliner, lalu siapa lagi
yang mau dan mampu melestarikannya?
Menetap di
Jakarta, bekerja di Jakarta, ataupun sekadar mampir ke Jakarta, akan terasa
keterlaluan bila tak mencicipi menu khas Betawi. Ada Nasi Uduk, Lontong
Sayur, ataupun Ketoprak bertebaran di Ibu Kota ini. Jakarta, sejak jaman
dulu, memang telah menjadi melting pot, tempat bercampuraduknya berbagai anasir
budaya, bahkan bisa di bilang salad bowl aneka budaya dari Belanda, Portugis,
Tionghoa, Arab, India, Jawa, Melayu, Betawi Asli — yang semuanya dicampur
menjadi satu adonan dan tampilnya unik khas Betawi, sama persis dengan tampilan
beragam makanannya.
Semakin
berkembangnya kota Jakarta dari tahun ke tahun membuat masyarakat Betawi asli
yang dulunya memiliki tanah-tanah yang luas di tengah-tengah kota makin
tersisih. Tanah-tanah yang dahulunya merupakan lahan-lahan perkebunan
buah-buahan dan pertanian kini berubah menjadi komplek gedung-gedung pencakar
langit, ditambah lajunya urbanisasi memaksa mereka pindah ke daerah tepian kota
Jakarta. Meskipun terdesak, hasrat melestarikan budaya nenek moyangnya tidaklah
luntur. Daerah-daerah ayng masih banyak bermukimnya warga Betawi asli yaitu,
Tangerang, Bekasi, Kelompok Kecil di tengah kota seperti di Kebon Jeruk, Kebon
Kacang, Ciputat, Tenabang, Kebayoran Lama dan Kampung Melayu. Sisanya tersebar
di lima wilayah Jakarta.
Betawi Selayang Pandang
Betawi
adalah cikal bakal munculnya kota metropolitan Jakarta. Betawi juga menjadi sebutan
bagi penduduk asli Kota Jakarta dengan budaya dan sejarahnya yang dinamis.
Sejarah Betawi tak lepas dari pengaruh budaya China dan Belanda yang pernah
mendominasi kota Batavia beberapa abad lalu.
Di tahun
1740 orang-orang China merantau di kota Batavia memberontak kepada pemerintahan
Belanda. Namun para pemberontak ditumpas oleh Kompeni dan tidak lagi
diperbolehkan tinggal di dalam tembok kota. Percampuran dan pembauran etnis
serta budaya asli Betawi dengan kaum pendatang pun berlanjut. Pusat pemerintahan
Belanda dipindahkan dari wilayah utara Batavia ke wilayah baru di sebelah
selatan tepatnya di kawasan Medan Merdeka. Perumahan-perumahan mewah pun
dibangun di antaranya rumah Gubernur Jenderal Belanda yang sekarang menjadi
Istana Negara. Pelabuhan baru pun didirikan di Tanjung Priok, karena Sunda
Kelapa sudah tidak sanggup lagi menampung banyaknya kapal-kapal yang datang
berlabuh.
Pada awal
abad ke 20 Batavia berkembang menjadi sebuah kota besar dengan penduduk lebih
kurang 116.000 jiwa. Mei 1942 pada awal perang dunia ke-2, pasukan Jepang
mendarat di Pulau Jawa dan menduduki Batavia, dan nama Batavia diganti menjadi
Jakarta. Nama yang terus dipakai hingga sekarang ini.
Perkembangan
kota Jakarta sebagai kota metropolitan dan ibukota negara ini semakin pesat di
masa pemerintahan Orde Baru. Mayoritas penduduk asli Betawi yang menetap di
tengah kota mulai menjual tanahnya dab pindah ke pinggiran Jakarta seperti
Kebayoran, Condet dan Jagakarsa. Untuk melestarikan budaya Betawi dari
kepunahan, di tahun 1970-an pemerintah menetapkan Condet sebagai kawasan cagar
budaya Betawi.
Kuliner
Betawi yang Nyaris Punah Perjalanan sejarah Betawi tentu saja mempengaruhi
budaya dan pola kehidupan masyarakat Betawi. Salah satunya terlihat dari
keragaman kulinernya. Pengaruh tradisi China misalnya tampak dari beberapa
jenis makanan Betawi. Contohnya penggunaan bahan dasar tahu dan masakan
berbahan ikan seperti ikan Cing Cuan. Yang terakhir ini adalah sajian dari ikan
ekor kuning atau ikan pisang-pisang yang diberi bumbu tauco.
Selain
China, masakan Betawi juga dipengaruhi oleh budaya Arab dan Eropa. Jika Anda
menyantap Nasi Kebuli atau Gule itu adalah sajian khas Betawi yang kuat
dipengaruhi budaya Arab. Sementara sentuhan budaya Eropa, terasa pada sajian
khas Betawi seperti Semur Jengkol atau Lapis Legit. Semur (bisa juga Gabus
Pucung) dan Lapis Legit sangat dipengaruhi oleh Steak dan Cake dari Eropa.
Masyarakat
Betawi memiliki banyak makanan lezat. Sayang beberapa di antaranya kian punah.
Siapa tak suka dengan Soto Betawi yang gurih dan manis itu. Atau kudapan
bercita rasa khas seperti Kerak Telor. Selain dua sajian ini, Betawi masih
punya banyak makanan lezat lainnya. Hanya saja sekarang ini tak semua hidangan
khas Betawi dapat dijumpai dengan mudah di jakarta. beberapa di antaranya sudah
bisa dikatakan telah punah.
Ciri khas
hidangan betawi adalah citarasa gurih dan sedap. Masakan Betawi yang masih
bertahan dan bisa dinikmati masyarakat bisa dihitung dengan jari. Beberapa di
antaranya cukup populer yaitu Soto Betawi, Kerak Telor, Nasi Uduk dan Nasi
Ulam. Bahkan tak sedikit orang yang bukan asli Betawi menjual sajian asli khas
Betawi ini.
Contoh
masakan langka namun paling khas dan unik yang dimiliki masyarakat Betawi
adalah Ketupat Babanci. Sesuai dengan namanya, Ketupat Babanci adalah masakan
dengan unsur utama ketupat yang disantap dengan kuah santan berisi daging sapi
dan diberi aneka bumbu seperti kemiri, bawang merah, bawang putih, cabai dan
rempah-rempah. Salah satu rempah-rempah yang sudah tak dapat lagi dijumpai di
daerah Jakarta adalah buah Jali-jali. Kini tumbuhan buah Jali-jali hanya bisa
dijumpai budidaya tumbuhannya di negeri Belanda. Dulu ketika Jakarta masih
memiliki banyak semak belukar, tumbuhan Jali-jali tumbuh bebas di rerumputan
tanah lapang. Seiring dengan hilangnya lahan luas dan rerumputan liar, maka
hilang pula lah tumbuhan buah Jali-jali yang menjadi bahan dasar rempah bumbu
Ketupat Babanci.
Sajian khas
Betawi di hari-hari istimewa seperti Lebaran dan syukuran kini menjadi menu
tradisional yang dinanti. Sajian yang paling umum hadir di meja makan
masyarakat Betawi saat Lebaran adalah Ketupat Sayur, Sambal Godok dan Semur.
Orang Betawi zaman dahulu bila mengadakan syukuran, tahlilan, maulid dan
sejenisnya, selalu menyajikan Nasi Berkat. Dibungkus daun jati atau teratai,
Nasi Berkat dilengkapi dengan Semur, Pesmol Bandeng, Gulai Buncis,
Serundeng dan Perkedel. Tapi kini Nasi Berkat telah mulai dilupakan dan hilang
dari tradisi Betawi.
Orang Betawi
punya menu spesial untuk sarapan yakni Pindang Bandeng. Karena disantap waktu
sarapan, orang Betawi sengaja memasak bandeng saat sore hari. Begitu pagi hari,
Pindang Bandeng langsung dihangatkan dan dinikmati dengan sisa nasi semalam.
Menu sarapan lain adalah Nasi Ulam. Namun yang banyak dijajakan sekarang ini
dengan Semur Tahu dan Telur, bukanlah Nasi Ulam asli Betawi. Karena, Nasi Ulam
asli Betawi disajikan dengan bumbu sambal terasi dan bumbu urap.
Selain
Pindang Bandeng, orang Betawi memiliki sajian berbahan ikan lainnya. Sebut saja
misalnya Pecak Lele, Gurame dan Ikan Emas. Ada pula sayur Gabus Pucung (kluwek,
kluak) dengan ikan gabus yang diolah dengan bumbu kluwak (black nut = kacang
hitam). Sayangnya jarang Betawi yang mengolah masakan ini, disamping sulitnya
ternak ikan gabus kanibal bila diternak (ikan gabus cenderung memangsa
anak-anaknya sendiri), namun begitu masih ada beberapa warung makanan khas
masakan Betawi yang menyajikan masakan ikan liar gabus ini. Sajian paling unik
dari ikan adalah Pepes Ikan Belanak. Dan seperti halnya Gabus Pucung, Pepes
Ikan Belanak juga sudah langka.
Nasi Uduk
Masakan
Betawi yang paling populer ini masih mudah ditemui di hampir semua pelosok di
lima wilayah Jakarta. terbuat dari beras putih yang dimasak dengan santan
kelapa, serta dibumbui garam, daun serai, daun salam dan daun jeruk. Rasanya
sangat gurih dan nikmat, terutama bila disantap saat masih hangat mengepul.
Biasanya nasi uduk ditemani lauk pauk seperti ayam goreng, tahu goreng, telur
dadar yang diiris-iris, abon dan tempe kering yang dipotong-potong tipis
dimasak manis. Nasi Uduk juga disajikan dengan bawang goreng, emping goreng
(beberapa tempat diganti dengan kerupuk kecil warna-warni), timun dan tentunya
sambel kacang.