Sejarah Berdirinya Kerajaan Samudera Pasai - Pada tahun 1511 M, Malaka sebagai
pelabuhan terbesar di Asia jatuh ke tangan Portugis yang dipimpin oleh Alfonso
de Albuquerque. Hal ini berdampak pada jalur lalu lintas perdagangan dan
pelayaran.Karena itu pusat perdagangan dipindah ke Aceh.Mulai saat itu, Aceh
menjadi sangat ramai dan berkembang bahkan dapat mengambil alih dominasi
pelayaran dan perdagangan dari Samudera Pasai yang kalah bersaing. Aceh dan
Samudera Pasai menjadi Kerajaan pertama dan tertua yang bercorak islam.
Kerajaan Aceh menjadi semakin maju dan mencapai kejayaan pada masa pemerintahan
Sultan Iskandar Muda. Sedangkan Kerajaan Samudera Pasai yang ditaklukan oleh
kerajaan Aceh mencapai kejayaan pada periode pemerintahan Sultan Ali
Munghayatsyah. Kehidupan politik kedua kerajaan ini diwarnai oleh kedatangan
para penjelajah samudera (bangsa Eropa) yang semula mencari rempah-rempah
kemudian memonopoli dan menguasai arus perdagangan rempah-rempah sehingga
menimbulkan konflik dan perlawanan untuk mengusir bangsa barat tersebut sampai
pada masa kemundurannya. Berkenaan dengan hal tersebut, kami tertarik untuk
membuat makalah yang berjudul ”Proses Pertumbuhan dan Perkembangan kerajaan
Samudera Pasai dan Kerajaan Aceh”
A. Sejarah Berdirinya Kerajaan
Samudra Pasai
Kerajaan Samudra Pasai merupakan
kerajaan Islam pertama di Nusantara. Kemunculan kerajaan ini diperkirakan
berdiri mulai awal atau pertengahan abad ke-13 M[1] sebagai hasil dari proses
Islamisasi daerah-daerah pantai yang pernah disinggahi pedagang-pedagang muslim
sejak abad ke-7, ke-8, dan seterusnya. Kerajaan ini terletak di pesisir Timur
Laut Aceh. Kerajaan Samudra Pasai merupakan gabungan dari kerajaan Pase dan
Peurlak.
Pasai merupakan kerajaan besar,
pusat perdagangan dan perkembangan agama Islam. Sebagai kerajaan besar, di
kerajaan ini juga berkembang suatu kehidupan yang menghasilkan karya tulis yang
baik. Sekelompok minoritas kreatif berhasil memanfaatkan huruf Arab yang dibawa
oleh agama Islam untuk menulis karya mereka dalam bahasa Melayu. Inilah yang
kemudian disebut sebagai bahasa Jawi, dan hurufnya disebut Arab Jawi.
Ada sejumlah sumber tertulis yang
menjelaskan tentang berdirinya Kerajaan Samudra Pasai, diantaranya yaitu dua
berasal dari Nusantara, beberapa dari Cina, satu dari Arab, satu dari Italia,
dan satu dari Portugis. Sumber Nusantara antara lain Hikayat Raja Pasai (HRP)
dan Sejarah Melayu (SM). Sumber Cina antara lain Ying-yai Sheng-lan dari Ma
Huan, berita Arab dari Ibn Battutah, kisah pelayaran Marko Polo dari Italia.
Sedangkan sumber yang berasal dari Portugis ialah Suma Oriental-nya Tome Pires.
Naskah HRP diduga berasal dari
sekitar tahun 1383-90 (Hill, 1960: 41), atau sekurang-kurangnya akhir abad
ke-14 atau awal abad ke-15 (Jones, 1987: v). HRP dianggap sebagai karya
historiografi Melayu tradisional tertua, namun hingga saat ini naskah yang
sampai hanya satu yaitu yang dikenal sebagai naskah Raffles Malay no. 67 dan
sekarang tersimpan di The Royal Asiatic Siciaty, London. Naskah itu berasal
dari Jawa pada tahun 1815 pada masa Raffles menjadi letnan gubernur jenderal.
Berdasarkan isinya, HRP dapat dibagi menjadi tiga
bagian yaitu:
1. Mengenai
pembukaan Negeri Samudra dan Pasai serta raja-raja yang pertama yang telah
memeluk agama Islam.
2. Cerita
mengenai perkembangan keadaan di Pasai, yaitu raja Ahmad dari Pasai secara
langsung atau tidak membunuh anak-anaknya, hal yang akhirnya mengakibatkan
serangan angkatan laut Majapahit terhadap Pasai, yang dikalahkan dan kemudian
takluk kepada Majapahit.
3. Cerita
kemenangan angkatan Majapahit di kepulauan Indonesia, dan cerita percobaannya
yang gagal untuk menaklukkan daerah Minangkabau. (Roolvink 1986: 19).
Dibandingkan dengan HRP, naskah SM
yang sampai kepada kita ada beberapa buah naskah aslinya diduga berasal dari
awal abad ke-17, mengingat peristiwa terakhir yang dikisahkan dalam SM terjadi
sebelum tahun 1613 (Hsu Yun Tsiao, 1986: 41). Dalam SM, kisah mengenai Pasai
(dan Samudra) terdapat dalam cerita yang ketujuh, kedelapan, dan kesembilan
(Teeuw dan Situmorang, 1952). Pada umumnya para pakar berpendapat bahwa SM
dalam beberapa bagian mendasarkan uraiannya kepada HRP (de Jong, 1986: 60).
Sedangkan dalam berita Cina, memang
tidak ada berita yang secara langsung menyebut Pasai, walaupun yang menyinggung
kata samudra dan beberapa daerah lain di Sumatra bagian utara agak banyak
ditemukan, namun mengingat pada masa para ahli tarikh atau musafir Cina itu
hidup sezaman dengan masa berkembangnya Kerajaan (Samudra) Pasai, tidaklah
terlalu dapat disalahkan jika para peneliti cenderung menyesuaikan berita itu
dengan Pasai (Groeneveldt, 1960: 144). Seperti umumnya berita Cina, uraian
tentang “Pasai” itu terutama berkenaan dengan berbagai keadaan alam dan
keanehan adat atau tata kehidupan masyarakat yang berbeda dengan tata kehidupan
masyarakat Cina.
Seorang tokoh Portugis bernama Tome
Pires pernah singgah di beberapa daerah di Nusantara pada tahun 1512-1515. Ia
mencatat apa yang dilihat, didengar, dan diketahuinya mengenai daerah yang
disinggahinya itu. Ia mancatat bahwa pada saat itu Pasai masih berdiri.
Laporannya tentang Pasai dan bandar-bandar di Sumatra Utara cukup memberikan
gambaran menganai daerah itu, yaitu meliputi hal-hal yang berhubungan dengan
penduduk, kota, perdagangan, uang, dan bahkan pajak yang terdapat di Pasai.
Berita Marko Polo pada tahun 1292
dan Ibn Battutah pada tahun 1346 juga tidak secara langsung berkenaan dengan
Pasai. Hanya saja pada saat itu mereka melakukan pelayaran pada masa Pasai
berdiri. Bukti yang
paling populer dan paling mendukung berdirinya kerajaan Samudra Pasai adalah
adanya nisan kubur yang terbuat dari granit asal Samudra Pasai. Dari nisan itu
dapat diketahui bahwa raja pertama kerajaan itu meninggal pada bulan Ramadhan
tahun 969 H, yang diperkirakan bertepatan dengan tahun 1297 M.
Dari segi politik, munculnya
kerajaan Samudra Pasai abad ke-13 M itu sejalan dengan suramnya peranan maritim
kerajaan Sriwijaya yang sebelumnya memegang peranan penting di kawasan Sumatra
dan sekitarnya.
B. Pertumbuhan
dan Perkembangan Kerajaan Samudra Pasai
1. Komposisi
dan Struktur Masyarakat Samudra Pasai
Dalam HRP, komposisi masyarakat yang
disebutkan terdiri atas raja, orang besar-besar, sultan, perdana menteri, nata,
menteri bentara, pegawai, sida-sida, bendahari, penggawa, patih, tumenggung,
demang, ngabehi, lurah, bebekal petinggi, bala tentara, lasykar, hulubalang,
pahlawan, panglima, pendekat, senapati, hamba sahaya, rakyat, orang tuha-tuha,
gundik, dayang-dayang, binti perwara, fakir, miskin, inangda pengasuh, orang
berbuat bubu, juara bermain hayam, orang menjala ikan, orang benjaga, orang
berlayar, orang pekan, seorang tuha dalam surau, nahkoda, ahlul nujum, yogi,
guru, dan pendeta.
Sedangkan dalam SM, komposisi
masyarakat terdiri dari raja, tuanya menteri, sultan, orang besar-besar,
mangkubumi (di negeri), pegawai, bentara, hulubalang, gahara, gundik, fakir,
miskin rakyat, dayang-dayang, hamba, orang menahan lukah, orang berburu, dan
nahkoda.
2. Silsilah
Raja Samudra Pasai
Antara tahun 1290 dan 1520
kesultanan Pasai tidak hanya menjadi kota dagang terpenting di selat Malaka,
tetapi juga pusat perkembangan Islam dan bahasa sastra Melayu. Selain
berdagang, para pedagang Gujarat, Persia, dan arab menyebarkan agama Islam.
Sebagaimana disebutkan dalam tradisi lisan dan Hikayat Raja-raja Pasai, raja
pertama kerajaan Samudra Pasai sekaligus raja pertama yang memeluk Islam adalah
Malik Al-Saleh yang sekaligus juga merupakan pendiri kerajaan tersebut. Hal itu
dapat diketahui melalui tradisi Hikayat Raja-raja Pasai, Hikayat Melayu, dan
juga hasil penelitian atas beberapa sumber yang dilakukan para sarjana Barat
terutama Belanda seperti Snouck Hurgronye, J.P. Molquette, J.L. Moens, J.
Hushoff Poll, G.P. Rouffaer, H.K.J. Cowan, dan lain-lain.
Dalam Hikayat Raja-raja Pasai
disebutkan gelar Malik Al-Saleh sebelum menjadi raja adalah Merah Sile atau
Merah Selu. Ia masuk Islam berkat pertemuannya dengan Syaikh Ismail, seorang
utusan syarif Makkah yang kemudian memberinya gelar Sultan Malik Al-Saleh.
Nisan itu didapatkan di Gampong Samudra bekas kerajaan Samudra Pasai tersebut.
Merah Selu adalah putra Merah Gajah.
Nama Merah Gajah merupakan gelar bangsawan yang lazim di Sumatra Utara. Selu
kemungkinan berasal dari kata sungkala yang aslinya juga berasal dari sanskrit
Chula. Kepemimpinannya yang menonjol membuat dirinya ditempatkan sebagai raja. Dari hikayat itu pula, dijelaskan bahwa tempat pertama yang dijadikan
sebagai pusat kerajaan Samudra Pasai adalah Muara Sungai Peusangan yaitu sebuah
sungai yang cukup panjang dan lebar di sepanjang jalur pantai yang memudahkan
perahu-perahu serta kapal-kapal mengayuhkan dayungnya ke pedalaman dan
sebaliknya. Di muara sungai itu ada dua kota yang letaknya berseberangan yaitu
Pasai dan Samudra. Kota Samudra terletak agak lebih ke pedalaman, sedangkan
Pasai terletek lebih ke muara. Di tempat terakhir inilah banyak ditemukan
makam-makam para raja.
Dalam berita Cina dan pendapat Ibn
Batutah yang merupakan pengembara terkenal asal Marokko, dari Delhi mengatakan
bahwa pada pertengahan abad ke-14 M (tahun 746 H/1345 M) ia melakukan
perjalanan ke Cina. Ketika itu Samudra Pasai diperintah oleh Sultan Malik
Al-Zahir, putra Sultan Malik Al-Saleh. Menurut sumber-sumber Cina, pada awal
tahun 1282 M kerajaan kecil Sa-mu-ta-la (Samudra) mengirim kepada raja Cina
duta-duta yang disebut dengan nama-nama muslim yaitu Husein dan Sulaiman. Ibnu
Batutah juga menyatakan bahwa Islam sudah hampir satu abad lamanya disiarkan di
sana. Ia juga meriwayatkan kesalehan, kerendahan hati, dan semangat keagamaan
rajanya yang seperti rakyatnya, yaitu mengikuti mahzab Syafi’i. Dalam bertinya
juga dijelaskan bahwa kerajaan Samudra Pasai pada saat itu merupakan pusat
studi agama Islam dan tempat berkumpul para ulama dari berbagai negeri Islam
untuk berdiskusi berbagai masalah keagamaan dan keduniaan.
Dari uang dirham yang ditemukan di
kerajaan ini, dapat diketahui nama-nama raja beserta urutannya, karena dalam
mata uang-mata uang yang ditemukan itu terdapat nama-nama raja yang pernah
memerintah kerajaan ini[4]. Adapun urutannya adalah sebagai berikut:
No.
|
Nama Raja
|
Tahun Pemerintahan
|
1.
|
Sultan Malik Al-Saleh
|
Sampai tahun 1207 M
|
2.
|
Muhammad Malik Al-Zahir
|
1297-1326 M
|
3.
|
Mahmud Malik Al-Zahir
|
1326-1345 M
|
4.
|
Manshur Malik Al-Zahir
|
1345-1346 M
|
5.
|
Ahmad Malik Al-Zahir
|
1346-1383 M
|
6.
|
Zain Al-Abidin Malik AL-Zahir
|
1383-1405 M
|
7.
|
Nahrasiyah
|
1402-? M
|
8.
|
Abu Zaid Malik Al-Zahir
|
?-1455 M
|
9.
|
Mahmud Malik Al-Zahir
|
1455-1477 M
|
10.
|
Zain Al-Abidin
|
1477-1500 M
|
11.
|
Abdullah Malik Al-Zahir
|
1501-1513 M
|
12.
|
Zain Al-Abidin
|
Pada abad ke 14 wilayah Kesultanan
Samudera Pasai menuai masa kejayaan. Kejayaan itu di buktikan dengan kemampuan
kesultanan samudera pasai membuat mata uang emas pada masa Sultan Malik Al Zahir
(1297-1326) pada abad ke 13. Bisa disebutkan mata uang Samudera Pasai adalah
mata uang emas pertama yang dikeluarkan nusantara oleh kerajaan islam dengan
oranamen islam (tulisan arab) yang tertulis dalam sisi atas dan sisi bawah,
karena pada masa itu kerajaan nusantara lain baru mengeluarkan mata uang dari
perak. Ada yang menyebutkan bahwa mata uang ini sangat halus pengerjaanya
dibandingkan mata uang logam perak di Jawa.
Kerajaan Samudra Pasai berlangsung
sampai tahun 1524 M. Kerajaan ini ditaklukkan oleh Portugis yang mendudukinya
selama tiga tahun, kemudian tahun 1524 M dianeksasi oleh raja Aceh yaitu Ali
Mughayatsyah. Selanjutnya kerajaan Samudra Pasai berada di bawah pengaruh
kesultanan Aceh yang berpusat di Bandar Aceh Darussalam.
2. Perekonomian
Kerajaan Samudra Pasai
Dalam kehidupan perekonomiannya,
kerajaan maritim ini tidak mempunyai basis agraris. Basis perekonomiannya
adalah perdagangan dan pelayaran. Pengawasan terhadap perdagangan serta
pelayaran itu merupakan sendi-sendi kekuasaan yang memungkinkan kerajaan
memperoleh penghasilan dan pajak yang besar. Kerajaan ini menjadi pusat
perdagangan internasional pertama untuk mengekspor sutera dan lada. Hubungan
dagang antara Pasai dan Jawa berkembang pesat. Para pedagang Jawa membawa beras
ke Pasai, dan sebaliknya dari kota pelabuhan ini mereka mengangkut lada ke
Jawa. Di Samudra Pasai, para pedagang Jawa mendapat hak istimewa, dibebaskan
dari bea dan cukai.
Dalam catatan Tome Pirse di Pasai
ada mata uang dirham. Diceritakan juga bahwa setiap kapal yang membawa
barang-barang dari Barat dikenakan pajak 6%. Dalam catatannya juga disebutkan
bahwa Pasai mengekspor lebih kurang 8.000-10.000 bahan lada per tahun, atau
15.000 bahar bila panen besar. Selain lada, Pasai juga mengekspor sutera.
Cara pembuatan sutera diajarkan
orang Cina kepada penduduk Pasai. Pada saat itu, jika ditinjau dari segi
geografis dan sosial ekonominya Samudra Pasai memang merupakan suatu daerah
yang penting sebagai penghubung antara pusat-pusat perdagangan yang ada di
kepulauan Indonesia, India, Cina, dan Arab. Hal itu menyebabkan Samudra Pasai
menjadi pusat perdagangan yang sangat penting. Adanya mata uang pada saat itu
membuktikan bahwa kerajaan ini merupakan kerajaan yang makmur.
Samudra Pasai sebagai pelabuhan
dagang yang maju, mengeluarkan mata uang dirham berupa uang logam emas. Saat
hubungan dagang antara Pasai dan Malaka berkembang setelah tahun 1400, pedagang
Pasai menggunakan kesempatan mengenalkan dirham ke Malaka. Raja pertama Malaka,
Prameswara, menjalin persekutuan dengan Pasai tahun 1414 memeluk Islam dan
menikah dengan putri Pasai. Uang emas dicetak di awal pemerintahan Sultan
Muhammad (1297-1326) dan pengeluaran uang emas harus mengikuti aturan sebagai
berikut. Seluruh Sultan Samudra Pasai perlu menuliskan frasa al-sultan al-adil
pada dirham mereka.
Mata uang dirham dari Samudra Pasai
itu pernah diteliti oleh H.K.J Cowan untuk menunjukkan bukti-bukti sejarah
raja-raja Pasai. Mata uang tersebut menggunakan nama-nama Sultan, diantaranya
yaitu Sulatan Alauddin, Sultan Manshur Malik Al-Zahir, Sultan Abu Zaid, dan
Abdullah. Pada tahun 1973 M, ditemukan lagi 11 mata uang dirham, diantaranya
bertuliskan nama Sultan Muhammad Malik Al-Zahir, Sultan Ahmad, dan Sultan
Abdullah yang semuanya merupakan raja-raja Samudra Pasai pada abad ke-14 M dan
15 M.
C. Keruntuhan
Kerajaan Samudra Pasai
Pada abad ke-15 kerajaan Samudra
Pasai kehilangan kekuasaan perdagangan atas Selat Malaka, dan kemudian
dikacaukan Portugis pada tahun 1511-20. Akhirnya kerajaan ini dihisab
kesultanan Aceh yang timbul tahun 1520-an. Warisan peradaban Islam
internasionalnya diteruskan dan dikembangkan di Aceh.
Hancur dan hilangnya peranan
Kerajaan Pasai dalam jaringan antarbangsa ketika suatu pusat kekuasan baru
muncul di ujung barat pulau Sumatera, yakni Kerajaan Aceh Darussalam. Kerajaan
ini muncul pada abad 16 Masehi. Kerajaan Islam yang dipimpin oleh Sultan Ali
Mughayat Syah kala itu menaklukkan Kerajaan Pasai sehingga wilayah Pasai
dimasukkan ke dalam wilayah kekuasaan Kerajaan Islam Darussalam. Kerajaan Islam
Samudera Pasai akhirnya dipindahkan ke Aceh Darussalam (sekarang Banda Aceh).
Runtuhnya kekuatan Kerajaan Pasai
sangat berkaitan dengan perkembangan yang terjadi di luar Pasai, tetapi lebih
dititikberatkan dalam kesatuan zona Selat Malaka. Walaupun Kerajan Islam Pasai
berhasil ditaklukan oleh Sultan Asli Mughayat Syah, peninggalan dari kerajaan
kecil tersebut masih banyak dijumpai sampai saat ini di Aceh bagian utara.
Pada tahun 1524 M setelah Kerajaan
Aceh Menakhlukan Kesultanan Samudera Pasai tradisi mencetak deurham
menyebar keseluruh wilayah Sumatera, bahkan semenanjung Malaka. Derham
tetap berlaku sampai bala tentara Nippon mendarat di Seulilmeum, Aceh Besar
pada tahun 1942.