Sejarah Tragedi Sampit, Dayak Vs Madura - Mendengar
kalimat ''kerusuhan sampit'' tentu sudah tidak asing lagi ditelinga
kalian. Apalagi jika kalian sudah dewasa ketika konflik sampit itu terjadi.
Ketika kerusuhan sampit saya masih duduk dibangku kelas 2 SD, jadi saat itu
saya tidak tau secara detail tentang apa yang sebenarnya terjadi. Yang saya tau
dari pembicaraan orang2 tua adalah perang antara Dayak dan Madura. Selain masih
kecil, saya juga tidak bertempat tinggal di sampit, kampung saya berjarak 4 jam
perjalanan air dari sampit. Sehingga kampung saya tidak termasuk daerah konflik
tersebut, walaupun ada pembakaran beberapa rumah orang madura dikampung saya.
![]() |
Sejarah Tragedi kerusuhan Sampit, |
Seiring
bergulirnya waktu berita kerusuhan sampit tidak serta merta hilang dari ingatan
orang. Hal ini terbukti ketika saya kuliah di Jogja, walaupun sudah 2014, yg
artinya kejadian itu sudah 13 tahun yang lalu, namun setiap kali saya
berkenalan dengan orang baru dan saya menyebutkan asal saya ''Sampit'', mereka
selalu bilang ''...Oh yang kerusuhan itu ya'', ''... Oh yang perang itu ya''.
Ini membuktikan bahwa tragedi sampit masih diingat banyak orang bahkan yang
diluar kalimantan. Selain itu, hingga saat ini jika saya menelusuri Google dengan
kata kunci ''Sampit'', maka informasi yang muncul kebanyak tentang konflik
sampit, tragedi sampit, perang sampit, dll.
Kenapa
sih tragedi ini susah tergerus oleh waktu? jawabannya tidak lain adalah karena
tragedi ini merupakan tragedi terparah sepanjang pertikaian antar etnis di
Indonesia. Tidak hanya banyak menelan korban jiwa, namun kesadisan, kengerian
kerusuhan ini juga menjadi faktor susahnya untuk dilupakan. Sekali lagi,
informasi yang saya share ini tidak bertujuan untuk menyinggung/mendiskriminasikan
pihak manapun. Karena saya cinta dayak dan saya respect terhadap madura. Asal
kita dapat hidup berdampingan yang saling menghormati, saya yakin kejadian ini
tidak akan terulang lagi.
A. Sejarah
Asal Usul Penyebab Terjadinya
Asal
Usul Penyebab Terjadinya Tragedi Sampit hingga saat ini masih simpang siur.
Saya bertanya dari berbagai narasumber dan searching di Google, hasilnya
berbeda-beda pendapat. Ada yang mengatakan tragedi ini berawal dari kasus
pencurian ayam, kasus perkelahian remaja antar etnis, kasus kesenjangan sosial,
dll. Namun dari berbagai pendapat itu, saya bisa menyimpulkan bahwa tragedi
kerusuhan sampit ini sebenarnya berawal dari masalah sepele/kecil yang bisa
diselesaikan secara kekeluargaan atau jalur hukum yang ada tanpa harus
mengorbankan ratusan bahkan ribuan nyawa. Akan tetapi masalah2 sepele itu
terjadi berulang-ulang dan tanpa penyelesaian yang maksimal, sehingga
menimbulkan suasana yang rentan akan konflik yang lebih besar.
Dari
beberapa sumber ada beberapa kasus yang telah terjadi berlarut-larut hingga
memuncak pada kerusuhan sampit.
- 1972,
Palangka Raya, seorang gadis Dayak digodai dan diperkosa, terhadap
kejadian itu diadakan penyelesaian dengan mengadakan perdamaian menurut
hukum adat.
- 1982,
terjadi pembunuhan oleh orang Madura atas seorang suku Dayak, pelakunya
tidak tertangkap, pengusutan / penyelesaian secara hukum tidak ada.
- 1983,
Kasongan, seorang warga Kasongan etnis Dayak di bunuh (perkelahian 1
(satu) orang Dayak dikeroyok oleh 30 (tigapuluh) orang madura). Terhadap
pembunuhan atas
- 1996,
Palangka Raya, seorang gadis Dayak diperkosa di gedung bioskop Panala dan
di bunuh dengan kejam (sadis) oleh orang Madura, ternyata hukumannya
sangat ringan.
- 1997,
Barito Selatan orang Dayak dikeroyok oleh orang Madura dengan perbandingan
kekuatan 2:40 orang, dengan skor orang Madura mati semua, tindakan hukum
terhadap orang Dayak: dihukum berat. Orang Dayak tersebut diserang dan
mempertahankan diri menggunakan ilmu bela diri? dimana penyerang berhasil
dikalahkan semuanya.
- 1997,
Tumbang Samba, ibukota Kecamatan Katingan Tengah, seorang anak laki-laki
bernama Waldi mati terbunuh oleh seorang suku Madura yang ? tukang jualan
sate?. Si belia Dayak mati secara mengenaskan, ditubuhnya terdapat lebih
dari 30 (tigapuluh) bekas tusukan. Anak muda itu tidak tahu menahu
persoalannya, sedangkan para anak muda yang bertikai dengan si tukang sate
telah lari kabur ?.Yang tidak dapat dikejar oleh si tukang sate itu, si
korban Waldi hanya kebetulan lewat di tempat kejadian.
- 1998,
Palangka Raya, orang Dayak dikeroyok oleh 4 (empat) orang Madura,
pelakunya belum dapat ditangkap karena melarikan diri dan korbannya
meninggal, tidak ada penyelesaian secara hukum.
- 1999,
Palangka Raya, seorang petugas Tibum (ketertiban umum) dibacok oleh orang
Madura, pelakunya di tahan di Polresta Palangka Raya
- 1999,
Palangka Raya, seorang Dayak dikeroyok oleh beberapa orang suku Madura,
masalah sengketa tanah; 2 (dua) orang Dayak dalam perkelahian tidak
seimbang itu mati semua, sedangkan pembunuh lolos, malah orang Jawa yang
bersaksi dihukum 1,5 tahun karena dianggap membuat kesaksian fitnah
terhadap pelaku pembunuhan yang melarikan diri itu.
- 1999,
Pangkut, ibukota Kecamatan Arut Utara, Kabupaten Kotawaringin Barat,
terjadi perkelahian massal dengan suku Madura, gara-gara suku Madura
memaksa mengambil emas pada saat suku Dayak menambang emas. Perkelahian
itu banyak menimbulkan korban pada ke dua belah pihak, tanpa penyelesaian
hukum.
- 1999,
Tumbang Samba, terjadi penikaman terhadap suami-isteri bernama IBA oleh 3
(tiga) orang Madura; pasangan itu luka berat. Dirawat di RSUD Dr. Doris
Sylvanus, Palangka Raya, biaya operasi /perawatan ditanggung oleh Pemda
Kalteng. Para pembacok / pelaku tidak ditangkap, katanya? sudah pulang ke
pulau Madura sana!. (Tiga orang Madura memasuki rumah keluarga IBA dengan
dalih minta diberi minuman air putih, karena katanya mereka haus, sewaktu
IBA menuangkan air di gelas, mereka
- 2000,
Pangkut, Kotawaringin Barat, 1 (satu) keluarga Dayak mati dibantai oleh
orang Madura, pelaku pembantaian lari, tanpa penyelesaian hukum. Tahun
2000, di Palangka Raya, 1 (satu) orang suku Dayak di bunuh / mati oleh
pengeroyok suku Madura di depan gedung Gereja Imanuel, Jalan Bangka. Para
pelaku lari, tanpa proses hukum.
- 2000,
Kereng Pangi, Kasongan, Kabupaten Kotawaringin Timur, terjadi pembunuhan
terhadap SENDUNG (nama kecil). Sendung mati dikeroyok oleh suku Madura,
para pelaku kabur / lari, tidak tertangkap, karena lagi-lagi ?katanya?
sudah lari ke Pulau Madura, proses hukum tidak ada karena pihak
- 2001,
Sampit (17 s/d 20 Februari 2001) warga Dayak banyak terbunuh / dibantai.
Suku Madura terlebih dahulu menyerang warga Dayak.
B. Kejadian-Kejadian Sebelum Puncak Kerusuhan (Perang Terbuka antara Dayak dan Madura)
![]() |
Tragedi Sampit |
Tanggal 18 Februari 2001
- Pkl.01.00
WIB terjadi peristiwa pertikaian antar etnis diawali dengan terjadinya
perkelahian antara Suku Madura dengan kelompok Suku Dayak di Jalan Padat
Karya, yang mengakibatkan 5 (lima) orang meninggal dunia dan 1 (satu)
orang luka berat semuanya dari Suku Madura.
- Pkl. 08.00
WIB terjadi pembakaran rumah Suku Dayak sebanyak 2 (dua) buah rumah
yang dilakukan oleh kelompok Suku Madura dan 1 (satu) buah rumah
Suku Dayak dirusak dan dijarah oleh kelompok Suku madura. Kejadian ini
mengakibatkan 3 (tiga) orang meninggal semuanya dari Suku Dayak.
- Pkl. 09.30
WIB pengiriman Pasukan Brimob Polda dari Kalimantan Selatan sebanyak 103
personil dengan kendali BKO Polda Kaliteng untuk pengamanan di Sampit dan
tiba Pkl. 12.00 WIB
- Pkl. 10.00
WIB sebanyak 38 (tiga puluh delapan) orang tersangka dari kelompok Suku Dayak
atas kejadian tersebut di atas diamankan ke MAPOLDA Kalteng di Palangka
Raya dan menyita beberapa macam senjatantajam sebanyak 62 buah.
- Pkl. 20.30
WIB ditemukan 1 (satu) orang mayat dari kelompok Suku Dayak di Jalan Karya
Baru, Sampit.
Tanggal 19 Februari 2001
- Pkl. 02.00
WIB terjadi pembakaran 1 (satu) buah mobil Kijang milik Suku Madura di
Jalan Suwikto, Sampit.
- Pkl. 16.00
WIB ditemukan mayat sebanyak 4 (empat) orang dan 1 (satu) orang luka bakar
semuanya dari Suku Dayak di Jalan Karya Baru, Sampit.
- Pkl. 17.00
WIB diadakan sweeping oleh Petugas aparat keamanan terhadap kelompok Suku
Madura dan kelompok Suku Dayak di Sampit.
- Penangkapan
6 (enam) orang Suku Dayak tersangka berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap
tersangka yang telah ditahan sebelumnya, dan diamankan di Polres Kotim.
- Pkl. 22.00
WIB Wakil Gubernur Kalimantan Tengah dan DANREM 102/PP bersama
pasukan dari Yonif 631/ATG sebanyak 276 orang menuju Sampit dan tiba Pkl.
03.00 WIB.
- Pada
tanggal 18 dan 19 Februari 2001 kota Sampit sepenuhnya dikuasai oleh Suku
Madura yang menggunakan senjata tajam dan bom molotov.
Tanggal 20 Februari 2001
- Pkl. 08.30
WIB diadakan pertemuan antara DANREM 102/PP, KAPOLDA dan Wakil Gubernur
dan MUSPIDA Kabupaten Kotawaringin Timur dengan tokoh masyarakat di Sampit
( Tokoh Dayak, Madura dan Tokoh Masyarakat Sampit) untuk mengupayakan
penghentian pertikaian dan dilanjutkan dengan pemantauan ke lokasi
pertikaian dengan mengadakan dialog dengan warga yang bertikai.
- Warga yang
ketakutan karena kerusuhan dan sweeping disertai pembakaran rumah yang
dilakukan oleh Suku Madura terhadap Suku Dayak mengungsi ke Gedung Balai
Budaya Sampit, Gedung DPRD Kotawaringin Timur dan Rumah Jabatan Bupati
Kotawaringin Timur sebanyak 702 KK (2.850 orang) bukan Suku Madura dan
sebagian warga non Madura mengungsi ke Palangka Raya.
C. Kronologis
Perang Terbuka antara Dayak dan Madura
18
Februari warga Madura mula menguasai Sampit. Dengan mengacung-acungkan
senjata, puluhan warga Madura pawai keliling kota. Mereka menggunakan berbagai
kendaraan, mulai roda dua sampai roda empat. Mereka tak hanya berpawai. Setiap
bertemu warga Dayak, mereka mengejar dan membunuhnya. Sedikitnya, sepuluh rumah
dibakar.Tujuh orang tewas saat warga Madura menguasai Sampit. Bahkan, seorang
ibu muda hamil tujuh bulan ikut dibunuh dengan dirobek perutnya. “Itu fakta,”
kata Bambang Sakti, tokoh muda Dayak asal Sungai Samba. Situasi itu membuat
Sampit Minggu malam mencekam. Listrik padam total. Pembakaran di perkampungan
warga di Jalan Baamang berlangsung sporadis. Pengungsi mulai membanjiri gedung
pertemuan di depan rumah jabatan bupati sampit. Tapi, kemudian dialihkan ke
kantor bupati. Yang mengungsi bukan hanya warga Madura. Juga Dayak dan Cina.
Mereka berdesak-desakan mengungsi. Ini terjadi karena mereka belum tahu betul siapa
yang menguasai jalanan di Sampit malam itu: Madura atau Dayak. Di
pengungsian, Madura dan Dayak malah rukun. “Saya saat itu ikut
mengungsi,’ ujar seorang wartawan lokal. Untuk menghadang orang Dayak
keluar-masuk Sampit, warga Madura melakukan penjagaan di pertigaan Desa Bajarum
yang mengarah kota Kecamatan Kota Besi. Penjagaan juga terjadi di Perenggean,
Kecamatan Kuala Kuayan, dan desa-desa pedalaman Hilir Mentayan. Selama berpawai
itu, warga Madura terus berteriak-teriak mencari tokoh Dayak. “Mana Panglima
Burung? Mana tokoh Dayak?” tantang mereka.
Tak
hanya itu, seorang tokoh Madura melakukan orasi lewat pengeras suara, “Sampit
akan jadi Sampang kedua, Sampit jadi Sampang Kedua”. Mereka juga memasang
spanduk: Selamat datang orang Dayak di kota Sampang, Serambi Mekkah. “Spanduk
itu yang kami cari sekarang,” kata Bambang Sakti. Bambang juga bilang telah
menemukan sejumlah bom di rumah-rumah warga Madura. “Ini bukan isapan jempol,”
tuturnya. Sedikitnya, pasukan Dayak sudah menyerahkan 300 bom yang ditemukan di
rumah warga Madura. Begitu juga beberapa pucuk pistol. “Tidak tahu bagaimana
tindak lanjutnya,” jelasnya. Kabarnya, bom-bom itu dirakit di Jawa, lalu
dikirimkan ke Sampit. Tapi, sumber Jawa Pos menyebutkan, bom rakitan dibuat di
Sampit. Lalu, didistribusikan ke berbagai warga Madura di kecamatan. Mereka
bilang bom itu untuk mempertahankan diri jika sewaktu-waktu diserang warga
Dayak. Tapi, karena bom itu pula, 112 warga Madura di Kecamatann Perenggean
dibantai di lapangan kecamatan. Ini setelah warga Dayak menemukan bom di rumah
seorang warga Madura
Melihat aksi penguasaan warga pendatang itu, warga Dayak tak tinggal diam. Mereka lantas membawa bala bantuan pasukan dari Dayak pedalaman. Warga Dayak yang tiba lebih dulu melakukan perlawanan sporadis. Selasa malam (20 Februari), peta kekuatan mulai berbalik. Warga Dayak pedalaman dari berbagai lokasi daerah aliran sungai (DAS) Mentaya,seperti Seruyan, Ratua Pulut, Perenggean, Katingan Hilir, bahkan Barito berdatangan ke kota Sampit melalui hilir Sungai Mentaya dekat pelabuhan. Pasukan Dayak pedalaman yang rata-rata berusia muda tak lebih 25 tahun membekali diri dengan berbagai ilmu kebal. Jumlahnya sekitar sekitar 320 orang. Pasukan itu lalu menyusup ke daerah Baamang dan sekitarnya, pusat permukiman warga Madura. Meski dalam jumlah kecil, kemampuan bertempur pasukan khusus Dayak sangat teruji. Buktinya, mereka mampu memukul balik warga Madura yang terkosentrasi di berbagai sudut jalan Sampit. Dengan ilmu kebal, mereka melawan ribuan warga Madura. Bahkan, mereka sanggup menghadapi bom yang banyak digunakan warga Madura.
Dalam
bentrok terbuka, seorang warga Madura melemparkan bom ke arah pasukan Dayak.
Tapi, bom dapat ditangkap dan dilemparkan kembali ke arah kerumunan Madura.
Meledak. Puluhan warga Madura tewas seketika. Selain kebal senjata, pasukan
Dayak pedalaman tidak mempan ditembak. Mereka justru memunguti peluru untuk
dikantongi. Karena itu, polisi juga keder. Sejak itu, mental Madura pun
langsung down. Strategi yang diterapkan warga Dayak dalam serangan balik cukup
jitu. Selain masuk lewat Baamang, sekitar empat perahu penuh pasukan dayak
tidak langsung merapat ke bibir sungai. Mereka berhenti di seberang sungai
Mentaya. Baru berenang menuju kota pinggir sungai di tepian kota Sampit. Strategi
ini untuk menghindari pengawasan orang Madura. Lantas, secara tiba-tiba, mereka
muncul dan menyerang permukiman Madura. Madura pun dibuat kocar-kacir. Pasukan
Dayak pedalaman terus bergerak ke kantong-kantong tokoh Madura. Seperti, Jalan
Baamang III, Simpong atau dikenal Jalan Gatot Subroto, dan S. Parman. Rumah
tokoh Ikatan Keluarga Madura (Ikama) Haji Marlinggi yang cukup megah di Jalan
DI Panjaitan tak luput dari sasaran. Banyak pengawal penguasa Pelabuhan Sampit
itu yang terbunuh. Sebagian lari. Sejumlah becak bekas dibakar berserakan di
halaman rumah yang hancur. Rumah tokoh Madura lain seperti Haji Satiman dan
Haji Ismail juga dihancurkan. Tidak terkecuali rumah Mat Nabi yang dikenal
sebagai jagonya Sampit. Padahal, rumah tokoh-tokoh Madura yang berada di
Sampit, Samuda, maupun Palangkaraya tergolong cukup mewah. Serangan pasukan
inti Dayak kemudian diikuti warga Dayak lain. Mereka mencari rumah dan warga di
sepanjang kota Sampit. Ratusan warga Madura dibunuh secara mengenaskan, lalu
dipenggal kepalanya.
Hari-hari
berikutnya gelombang serangan suku Dayak terus berdatangan. Bahkan, sebelum
menyerang, seorang tokoh atau panglima Dayak lebih dulu membekali ilmu kebal
kepada pasukannya. Karena itu, saat melakukan serangan, biasanya mereka
berada dalam alam bawah sadar. Uniknya, mereka juga dibekali indera penciuman
tajam untuk membedakan orang Madura dan non-Madura. “Dari jarak sekitar 200
meter, baunya sudah tercium,” ujar Itu tak berlebihan. Saat ada evakuasi, di
tengah jalan seorang warga Madura disusupkan. Dia dikelilingi warga non Madura.
Sebelum masuk ke loksi penampungan, mereka kena sweeping Dayak. Meski orang itu
ada di tengah pengungsi, masih juga tercium dan disuruh turun. Tanpa ampun,
laki-laki tadi dibantai. Agar serangan ke perkampungan Madura terkendali, para
komando warga Dayak menggunakan Hotel Rama sebagai pusat komando penyerangan.
Bahkan, di hotel itulah pasukan diberi ramuan ilmu kekebalan oleh para
panglima. Saat digerebek, aparat menemukan beberapa kepala manusia. Tapi,
para tokohnya sempat meloloskan diri. Kini, di depan hotel bertingkat dua itu
dibentangkan police line. Berada di atas angin, pasukan Dayak lalu melebarkan
serangan ke berbagai kota Kecamatan Kotawaringin Timur. Sasaran pertama,
Samuda, ibu kota Kecamatann Mentaya Hilir Selatan, dan Parebok yang banyak
dihuni warga Madura. Samuda dan Parebok jadi sasaran setelah Sampit karena
banyak tokoh Madura tinggal di daerah itu. Di Parebok juga ada Ponpes Libasu
Taqwa. Ponpes yang diasuh Haji Mat Lurah ini juga dijadikan tempat berlindung
banyak warga Madura. Warga Madura di kecamatan lain pun tidak lepas dari
buruan. Misalnya, Kuala Kuayan. Ratusan korban jatuh dengan kepala terpenggal.
Kini, warga Dayak praktis menguasai hampir seluruh wilayah Kalimantan Tengah.
Kecuali Pangkalan Bun. Kota ini aman karena hampir tak ada warga Madura yang
tingga di semua kota kecamatan. Penghuninya, saat itu, banyak yang lari
menyelamatkan diri ke hutan, baik Palangkaraya, Sampit, maupun Samuda.
D. Total
Jumlah Korban Kerusuhan Sampit
Dalam
pelayaran menyusuri Sungai Mentaya (70 km), ABK dan pengungsi bisa Melihat
puluhan mayat yang mengapung di sepanjang sungai, dan sejumlah Bangunan rumah
warga Madura dan Pasar Sampit/Pasar Ganal yang tinggal temboknya yang hangus.
Dikatakan seorang pengungsi yang bekerja di penggergajian kayu, PT Sempagan
Raya Sampit, Abdul Sari (30), bahwa yang tampak di sungai saja ada puluhan yang
mengapung dan tersangkut di pinggir. Sementara yang hanyut dan tenggelam lebih
dari 200 warga etnis Madura. “Ini baru yang di sungai, belum yang terserak di
pinggir sepanjang Jl. Masjid Nur Agung saja tidak kurang dari 200 mayat,”
katanya. Sementara di Jl. Sampit Pangkalan Bun, saat ini masih banyak mayat
yang bergelimpangan di tepi jalan. Mayat-mayat itu hanya ditutupi dengan batu koral
yang dibungkus karung sak. Tidak ada yang menolong untuk dimakamkan, kami tidak
mungkin untuk melakukan itu. Sedang untuk bisa lolos dari kejaran dan tebasan
mandau Dayak saja sudah bersyukur. Abdul Sari juga mengatakan, sekarang pasukan
Dayak tidak lagi membedakan siapa yang akan dibunuh. Awalnya yang diserang
hanya etnis Madura, tapi kini semua pendatang, termasuk orang Jawa, dan Cina.
Mereka bukan hanya ditebas lehernya saja, tapi juga dipenggal jadi beberapa
potong. Di mata etnis Madura, polisi setempat sudah kehilangan kepercayaannya
lagi. Mereka (warga etnis Madura) mengaku, siangnya di sweeping dan senjatanya
disita petugas, dan mereka (petugas) mengatakan, semua sudah aman dan tidak ada
apa-apa lagi. Maka warga etnis Madura di Jl. Sampit Pangkalan Bun tenang-tenang
saja dan percaya pada petugas. Ternyata malamnya diawali dengan suara kuluk,…
kuluk,… kuluk,… sebentar kemudian pasukan Dayak muncul dan membunuhi warga
Madura.
Tidak
ada yang tersisa, mereka yang menyerah maupun yang lari dibunuh. Umumnya mereka
diserang pada malam hari, ratusan Dayak dengan suara kuluk…, kuluk…,
sambung-menyambung muncul dari segala penjuru. Esoknya warga etnis Madura mati
mengenaskan dengan badan tanpa kepala lagi. Parebuk Menurut warga etnis Madura
yang ikut KRI Teluk Ende, Sopian (56), warga yang banyak mati dari daerah
Parebuk, Semuda. Karena warga Madura yang ada di sini tidak menghindar tapi
melakukan perlawanan sengit. “Saat ini di sana yang tersisa tinggal wanita dan
anak-anak,” kata Sopian. Sopian yang datang ke pengungsian dengan jalan
menyusuri sungai mengatakan, dia berjalan sambil sembunyi-sembunyi di antara
pohon hutan yang cukup lebat. Ternyata setelah 7 hari di pengungsian ia hanya
melihat beberapa warga Madura dari Semuda. Berarti ada sedikitnya 500 orang
Madura yang tewas melawan Dayak di Semuda. “Kalau masih hidup seharusnya
perjalanan mereka tidak lebih dari satu atau dua hari saja,” kata Sopian.
Sopian bersama pengungsi lain yang ada di pengungsian pun mengaku masih
dibayang-bayangi pasukan suku Dayak. Bahkan ada isu bahwa kamp pengungsian di
halaman Pemda Sampit akan diserbu oleh Dayak. Hal ini membuat warga Madura yang
ada di pengungsian menjadi resah, di samping mereka sudah ketakutan, juga
mereka sudah tidak memiliki senjata lagi. Menurut Kilan, sejumlah orang Dayak
membawa mayat orang Madura dengan geledekan keliling kota. Tidak sampai di
situ, geledekan yang berisi orang Madura ditinggal begitu saja di depan Polres
Sampit, Jl. Sudirman.Kekesalan warga Madura terhadap oknum polisi di Polsek Jl.
Ba Amang Tengah semakin menjadi, seperti yang diungkapkan oleh Somad yang
mendatangi kantor Polsek. Ia minta perlindungan setelah dikejar-kejar oleh
sekitar 50 Dayak, Somad minta diantar ke tempat pengungsian. Kapolsek bukannya
menolong tapi justru memanggil Dayak yang ada di sekitar situ. Somad mengaku
lari ke belakang, dengan melompat lewat pintu belakang Polsek ia akhirnya lolos
lari ke semak-semak. Ia sempat merangkak sejauh 300 m sebelum lepas dari
kejaran Dayak dan lari ke hutan. Dari hutan ini ia menyusuri tepian hutan dan
akhirnya sampai ke tempat pengungsian. Ia pun bersyukur karena bisa ketemu
dengan anak istrinya. Seorang pengungsi, Choiri (40), dari Pasuruan mengatakan,
ada peristiwa yang sangat mengenaskan dari daerah Belanti Tanjung Katung, Sampit.
Sebanyak 4 truk pengungsi Parengkuan yang dibawa oleh orang yang mengaku
petugas dengan mengatakan akan dibawa ke tempat penampungan pengungsi di SMP 2,
akhirnya dibantai habis. Ternyata mereka yang mengaku petugas adalah pasukan
Dayak, orang Madura disuruh turun dan dibantai. “Jika tiap truk berisi 50
pengungsi berarti ada 200 pengungsi yang tewas dibantai,” kata Choiri. Choiri
mengatakan, yang dibantai itu semuanya wanita dan anak anak.
Begitu
jemputan yang kedua tiba, yang diangkut adalah orang laki-laki dewasa, justru
mereka selamat tidak di tempat pengungsian karena dikawal oleh Brimob dari
Jakarta. Liar Pengakuan seorang pengungsi, Titin (19), asli Lumajang, yang
tinggal di Jl. Pinang 20 Sampit mengatakan, suaminya yang asli Dayak Kapuas
yang kini ikut pasukan Dayak. Ia menceritakan, suaminya pernah bercerita
padanya, mengapa orang Dayak menjadi pandai berkelahi dan larinya cepat bagai
kijang. Awalnya suaminya enggan menjadi pasukan Dayak untuk membunuhi orang
Madura. Tapi karena dihadapkan pada satu di antara dua pilihan, jadi pasukan
atau mati, terpaksa suaminya memilih jadi pasukan Dayak. Saat itu ia disuruh
minum cairan yang membuatnya ia menjadi berani, kemudian alisnya diolesi dengan
minyak yang membuat ia melihat bahwa orang Madura itu berwujud anjing dan
akhirnya harus diburu dan dibunuh. Makanya orang Dayak tidak punya takut, tidak
punya rasa kasihan, ini menurut Titin karena sudah diberi minuman dan olesan
minyak tertentu. Sehingga mereka mirip dengan jaran kepang yang sedang
kesurupan, mungkin mereka kerasukan roh nenek moyangnya dan membunuh sesuai
dengan perintah panglima perang suku Dayak. (R Dewanto Nusantoro)
E. Akhir
Konflik
Kerusuhan
sampit yang menjalar hingga kesegala penjuru kalimantan tengah benar-benar
berakhir sekitar bulan Maret pertengahan. Untuk memperingati akhir konflik ini
dibuatlah perjanjian damai antar suku dayak dan madura. Perjanjian itu tertulis
dalam sebuah buku yang berisi beberapa persyaratan dan hal-hal lainnya. Selain
itu untuk memperingati perjanjian damai itu, dibangun sebuah tugu perdamaian di
Sampit.
Tambahan:
- Hingga
saat ini di kota Sampit masih terlihat bekas-bekas kerusuhan 13 Tahun
silam, bekas pembakaran rumah, gedung, dan rumah2 kosong yang tak jelas
penghuninya
- Terdapat
kuburan masal bagi korban kerusuhan sampit.
- Ketika
terjadi kerusuhan para pasukan dayak mengidentikan dirinya dengan kain
berwarna merah yang diikat di kepala/senjata yg digunakan.
- Tidak
sampai 1 tahun dari akhir kerusuhan, orang-orang madura mulai berdatangan
ke sampit lagi.
- Setelah
akhir kerusuhan presiden Abdurrahman Wahid melakukan kunjungan ke Sampit.
- Sejak
akhir kerusuhan hingga sekarang Sampit mengalami perkembangan dan kemajuan
yang pesat baik dibidang ekonomi maupun industri.
- Sampit
kini menjadi kota yang damai, sejahtera, penduduknya rukun, dan jangan
takut ketika mendengar kata ''Sampit''. Jangan takut juga untuk berkunjung
atau berwisata ke kota Sampit.
Nah
itu tadi informasi terkait Asal Mula Penyebab Kerusuhan Sampit (KALTENG).
Semoga dengan informasi ini kita bisa menjadi lebih baik dan harmonis dalam
berhubungan antar etnis yang berbeda. Terima kasih dan Wassalamualaikum w w..
Jika Anda melihat skenario saat ini sehubungan dengan hibah untuk ekspansi usaha kecil, pemerintah federal sebenarnya tidak menawarkan hibah langsung. Namun demikian, ada beberapa program oleh pemerintah, di mana hibah untuk kegiatan penelitian dan pengembangan yang mungkin dilakukan oleh usaha kecil disediakan oleh SBA. Kemudian ada hibah tidak langsung dalam bentuk jaminan pinjaman usaha kecil serta pinjaman bersubsidi, di mana Anda mendapatkan pinjaman dengan tingkat bunga yang lebih rendah dari bank karena pemerintah membayar sebagian dari pinjaman Anda. Atau jika Anda gagal membayar pinjaman Anda, pemerintah membayar bank atas nama Anda. Seperti yang Anda lihat, ada banyak peluang untuk pendanaan usaha kecil dan hibah melalui Mr Pedro dan perusahaan pendanaannya. Mereka menawarkan pinjaman pada tingkat 2% yang sangat terjangkau. Sebagai pemilik bisnis pemula, Anda hanya perlu berusaha untuk menemukan yang paling sesuai dengan tujuan bisnis Anda.
ReplyDeleteHubungi Tuan Pedro di pedroloanss@gmail.com / Teks WhatsApp: +1 863 231 0632 untuk pinjaman.
Semua yang terbaik!
Cool and that i have a dandy offer: Who Repair House Windows house renovation pictures
ReplyDeleteThank You and I have a nifty supply: How Much House Renovation Cost Philippines house renovation quotation
ReplyDelete