Sejarah dan Kebudayaan Suku Sasak - Suku Sasak adalah suku bangsa yang mendiami pulau Lombok dan menggunakan bahasa Sasak. Sebagian besar suku
Sasak beragama Islam, uniknya
pada sebagian kecil masyarakat suku Sasak, terdapat praktik agama Islam yang
agak berbeda dengan Islam pada umumnya yakni Islam Wetu Telu, namun hanya berjumlah
sekitar 1% yang melakukan praktik ibadah seperti itu. Ada pula sedikit warga
suku Sasak yang menganut kepercayaan pra-Islam yang disebut dengan nama
"Sasak Boda". Kata
Sasak berasal dari kata sak sak, artinya satu satu. Kata sak juga dipakai oleh
sebagian suku Dayak di pulau Kalimantan untuk mengatakan satu.
Sejarah dan Kebudayaan Suku Sasak |
A. Sejarah Asal mula Suku Sasak
Suku
sasak adalah suku yang mendiami pulau Lombok, yaitu pulau yang berada di
provinsi Nusa Tenggara Barat, Suku Sasak dikenal sebagai etnis terbesar yang
mendiami pulau Lombok . Suku ini menggunakan Bahasa Sasak, yang memiliki
kedekatan dengan sistem aksara Jawa-Bali, sama-sama menggunakan aksara
Ha-Na-Ca-Ra-Ka, secara hafalannya bahasa sasak memiliki kedekatan dengan bahasa
Bali, Bahasa Sasak yang digunakan dilombok ini secara lingkup kosakatanya dapat
digolongkan dalam beberapa wialayah misalnya; Mriak-Mriku (Lombok Selatan), Meno-Mene
dan Ngeno-Ngene (Lombok Tengah) Ngeto-Ngete (Lombok Tenggara), dan Kuto-Kute (Lombok Utara). Asal mula kata
sasak kemungkinan berasal dari kata sak-sak yang artinya sampan. Dalam kitab Nagarakertagama , kata sasak disebut
menjadi satu dengan Pulau Lombok, yaitu Lombok
Sasak Mirah Adhi, dalam tradisi lisan setempat kata sasak dipercayai
berasal dari kata “sa-saq” yang artinya yang satu.
Kemudian
Lombok berasal dari kata Lomboq yang
artinya lurus. Maka jika digabung kata Sa’Saq Lomboq artinya sesuatu yang lurus. Selain itu para ahli
membuat analisis-analisis tertentu tentang nama Lombok dan Sasak. Para ahli
menganalisis dulunya Pulau Lombok disebut pulau Sasak, karena daratanya
ditumbuhi hutan belantara yang penuh “sesak” (sesksek), yang kemudian berubah menjadi “sasak”. Adapun pendapat
bahwa masyarakat Suku Sasak berasal dari
campuran penduduk asli Lombok dengan pendatang dari Jawa Tengah yang dikenal dengan julukan Mataram. Konon
pada masa pemerintahan Raja Raka Pikatan, banyak pendatang dari Jawa Tengah ke
Pulau Lombok kemudian banyak juga
diantaranya yang melakukan pernikahan
dengan warga setempat sehingga menjadi masyarakat Suku Sasak. Akan tetapi, menurut
sejarah abad ke-16 Pulau Lombok berada dalam
Kekuasaan Majapahit. Hal ini terbukti dengan diutusnya Maha Patih Gajah
Mada untuk datang ke Pulau Lombok. Suku Sasak juga mengenal tulisan yang
tercatum dalam naskah-naskah lontar (takepan).
Naskah ini ditulis dengan huruf yang disebut dengan Jejawan yaitu sejenis huruf Sanskerta dan dalam bahasa Sasaknya atau
bahasa Jawa madya. Bentuk huruf ini berbeda dengan huruf Jawa dan yang
dikembangkan oleh masyarakat Sasa ini hanya 18huruf saja. Isi dari naskah ini
menyangkut tentang agama, sejarah atau babad, pewayangan, astronomi, dongeng,
mantra, doa, norma-norma adat. Kebanyakan berbentuk puisi yang ditembangkan.
B. Sistem Religi dan Upacara keagamaan
Suku Sasak
1. Sistem Religi
Dalam
sistem religinya masayarakat Suku Sasak sebagaian besar banyak mempercayai
adanya dewa-dewa, seperti halnya kepercayaan Sasak “Waktu Telu” sebagai
pencampuran dari ajaran Islam dan sisa kepercayaan lamanya yaitu animisme,
dinamisme, dan kepercayaan Hindu. Selain itu karena penganut dari kepercayaan
ini tidak menjalankan peribadatan seperti agama Islam pada umumnya (ini dikenal
dengan sebutan “Waktu Lima” karena menjalankan kewajiban salat lima waktu).
Yang wajib menjalankan ibadah ini hanyalah orang-orang tertentu saja seperti;
para kiai atau pemangku adat (sebutan untuk pewaris adat istiadat nenek
moyang).
Upacara uku Sasak |
Kegiatan
apapun yang berhubungan dengan alur hidup (kematian, kelahiran, penyembelihan
hewan, selamatan dsb) terlebih dahulu diketahui oleh kiai atau pemangku adat
dan mereka harus mendapat bagian dari upacara-upacara ini, sebagai rasa
terimakasih dari tuan rumah. Selain kepercayaan “Waktu Telu” dan “Waktu Lima” ,
di masyarakat Sasak juga terdapat kepercayaan Sasak Boda, yaitu mereka yang
mempercayai para dewa dengan sebutan Betara,
Betara ini menguasai pulau Lombok yang bersemayam di Lingsar, Gunung Rinjani. Orang-orang
Hindu, Waktu Telu dan orang-orang Boda di desa Bentek sama-sama merayakan suatu
upacara pujawali dan perang topat di Lingsar sekitar bulan
Nopember setiap tahunnya untuk menghormati Batara Gunung Rinjani dan Batara
Gede Lingar yang memberi kesempatan untuk penduduk pulau Lombok. Suku Sasak
sekarang telah menganut agama Islam setelah adanya islamisasi yang terjadi di
pulau Lombok, dan Suku Sasak telah lama menganut Islam dengan adanya tahun
Hijriah sebagai acuan dalam berbagai upacara adat istiadatnya.
Kepercayaan
yang terdapat pada masyarakat Sasak selanjutnya yaitu kepercayaan pada
kekuatan-kekuatan gaib, seperti tusela
atau leak, yaitu orang yang karena
mantra-mantranya dapat berubah menjadi makhluk yang berbentuk berbeda dengan
bentuk semula, misalnya seekor kambing, babi, maupun ayam. Adapula kepercayaan
terhadap makhluk-makhluk, di Suku Sasak makhluk halus disebut bake’ dan jim. Baik bake’ maupun jim keduanya bertempat tinggal di bagian
alam yang dianggap angker, tempat tersebut berupa gunung, pohon kayu besar
bahkan di kampung.
2. Upacara Keagamaan Suku Sasak
Upacara
keagamaan merupakan suatu tradisi yang dilakukan suatu suku ataupun kelompok
masyarakat dalam upaya untuk memegang tradisi nenek moyang agar terjaga dengan
baik. Disuku-suku sendiri umumnya tradisi ini menjadi suatu kegiatan dimana
sebagai persembahan kepada sang Maha Kuasa dan nenek moyang atas apa yang
diberikanNya. Pada Suku Sasak terdapat berbagai upacara/tradisi-tradisinya,
diantaranya;
a) Upacara Metulak adalah mengebalikan atau tolak bala, upacara
ini bertujuan untuk menolak hama, penyakit, bencana dan gangguan roh jahat.
Upacara ini dilakukan oleh leluhur pra Islam, tetapi seiring dengan masuknya
Islam, upacara ini tetap dilaksanakan dengan adanya unsur-unsur keislamannya
didalamnya. Upacara ini berjalan dalam kisaran waktu 1 atau 6 tahun sekali,
upacara ini dilakukan saat seseorang atau keluarga tertimpa sakit, saat
pendirian dan penempatan rumah baru, pemotongan rambut bayi dsb. Upacara ini
dilaksanakan selam dua hari dua malam, upacara ini dipimpin oleh seorang kepala
desa (datu) dan dibantu oleh orang yang dituakan (penowaq), pembantu kepala
desa (keliang), kyai, kelompok pembaca lontar (petabah), dukun (belian) dan
pemangku. Upacara ini biasanya digelar orang yang mempunyai hajat, kecuali jika
upacara dilakukan untuk menangulangi wabah cacar biasanya dilakukan dirumah
adat desa. Proses adat ini terbagi menjadi tiga yaitu tahap persiapan seperti
musyawarah, tahap pelaksanaan seperti upacara dilaksanakan setelah shalat Isya,
dan terakhir penutup.
b)
Sabuk Beleq arti dari Sabuk Beleq yaitu sabuk besar, panjangnya 25
meter, masyarakat Sasak khususnya dibagian Lenek Daya akan melaksanakan upacara
ini pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun Hijriah. Tradisi pengeluaran Sabuk Beleq
ini diawali dengan mengusung Sabuk Beleq mengelilingi kampong diiringi dengan
gendang beleq. Ritual upacara ini kemudian dilanjutkan dengan menggelar praja
mulud hingga diakhiri dengan memberi makan berbagai jenis makhluk. Upacara ini
dilakukan untuk mempererat tali silaturahmi, persaudaraan, persatuan dan gotong
royong antar masyarakat, serta rasa cinta terhadap sesame makhluk hidup.
c)
Rebo Botong ,
Suku Sasak mempercayai bahwa hari Rebo Bontong
merupakan hasil puncak dari terjadinya bencana dan atau penyakit (Bala)
sehingga bagi mereka sesuatu yang tabu jika memulai pekerjaan tepat pada hari Rebo Bontong. Kata Rebo dan juga Botong
kurang lebih artinya “putus” atau “pemutus”. Upacara Rebo Bontong dimaksudkan untuk dapat
menghindari bencana atau penyakit. Upacara ini dilakukan setahun sekali yaitu
pada hari Rabu di minggu terakhir bulan Safar dalam kalender Hijriah.
d)
Marariq (Kawin lari)
merarik’ bagi masyarakat sasak berarti mempertahankan harga diri dan
menggambarkan sikap kejantanan seorang pria Sasak, karena ia telah berhasil
mengambil (melarikan) seorang gadis pujaan hatinya. Dalam hal ini merarik
dipahami sebagai proses dalam pernikahan.
e)
Bebubus Batu
yaitu kata bubus sejenis ramuan obat
berbahan dasar beras yang dicampur berbagai jenis tanaman, dan kata batu yang
merunjuk kepada batu tempat pelaksanaan upacara. Bebubus batu adalah upacara
yang digelar untuk meminta berkah kepada sang Kuasa. Upacara ini dilaksanakan
tiap tahun, dipimpin oleh Penghulu (Pemangku adat) dan Kiai (ahli agama).
Masyarakat ramai-ramai mengenakan pakaian adat serta membawa dulang, sesajen
dari hasil bumi.
D. Sistem Organisasi Kemasyarakatan Suku
Sasak
Organisasi
kemasyarakat pada suatu suku merupakan perkumpulan masyarakat suku yang
dibentuk oleh para petinggi, organisasi kemasyarakat ini ialah suatu
kekerabatan yang timbul dari suku tersebut. Kekerabatan ini berupa pelapisan
sosial resmi, suku bangsa Sasak adalah keturunan darah yang berasal dari pancar
laki-laki. Bentuk pelapisan, pada umumnya tingkatan kebangsawanan yang di suku
Sasak disebut wangsa, dibagi dalam tiga bagian besar sebagai berikut:
1. Tingkat pertama yang paling tinggi, ialah tingkat perwangsa raden. Gelar panggilan bagi
pria dari kelas ini adalah raden dan wanitanya dipanggil denda.
2. Tingkat kedua
yang sering dinamakan triwangsa, memakai
gelar lalu untuk pria dan baiq untuk wanitanya.
3. Tingkat ketiga adalah
tingkat yang disebut jajar karang. Panggilannya adalah loq untuk pria dan le untuk wanitanya.
Golongan perwangsa ini terbagi lagi atas dua
tingkatan, yaitu bangsawan tingi (perwangsa) sebagai penguasa dan
bangsawan rendahan (triwangsa). Bangsawan penguasa (perwangsa)
umumnya menggunakan gelar datu. Selain itu mereka juga
disebut Raden untuk kaum laki-laki dan Denda untuk
perempuan. Seorang Raden jika menjadi penguasa maka berhak
memakai gelar datu. Perubahan gelar dan pengangkatan seorang
bangsawan penguasa itu umumnya dilakukan melalui serangkaian upacara kerajaan.
Bangsawan rendahan (triwangsa) biasanya menggunakan gelar lalu untuk
para lelakinya dan baiq untuk kaum perempuan. Tingkatan
terakhir disebut jajar karang atau masyarakat biasa.Panggilan
untuk kaum laki-laki di masyarakat umum ini adalah loq dan
untuk perempuan adalah le.
Golongan bangsawan baik perwangsa dan triwangsa disebut
sebagai permenak. Para permenak ini biasanya
menguasai sejumlah sumber daya dan juga tanah. Ketika Kerajaan Bali dinasti
Karangasem berkuasa di Pulau Lombok, mereka yang disebut permenak kehilangan
haknya dan hanya menduduki jabatan pembekel (pejabat pembantu
kerajaan). Masyarakat Sasak sangat menghormati golongan permenak baik
berdasarkan ikatan tradisi dan atau berdasarkan ikatan kerajaan. Di sejumlah
desa, seperti wilayah Praya dan Sakra, terdapat hak tanahperdikan (wilayah
pemberian kerajaan yang bebas dari kewajiban pajak). Setiap penduduk mempunyai
kewajiban apati getih, yaitu kewajiban untuk membela wilayahnya dan
ikut serta dalam peperangan. Kepada mereka yang berjasa, Kerajaan akan
memberikan beberapa imbalan, salah satunya adalah dijadikan wilayah perdikan.
Landasan sistem sosial masyarakat dalam kehidupan suku Sasak
umumnya mengikuti garis keturunan dari pihak laki-laki (patrilineal). Akan
tetapi, dalam beberapa kasus hubungan masyarakatnnya terkesan bilateral
atau parental (garis keturunan diperhitungkan dari kedua belah
pihak; ayah dan ibu). Pola kekerabatan yang dalam tradisi suku sasak
disebut Wiring Kadang ini mengatur hak dan kewajiban anggota
masyarakatnya. Unsur-unsur kekerabatan ini meliputi Kakek, Ayah, Paman (saudara
laki-laki ayah), Sepupu (anak lelaki saudara lelaki ayah), dan anak-anak
mereka. Wiring Kadang juga mengatur tanggung jawab mereka terhadap
masalah-masalah keluarga; pernikahan, masalah warisan dan hak-kewajiban mereka.
Harta warisan disebut pustaka dapat berbentuk tanah, rumah,
dan juga benda-benda lainnya yang merupakan peninggalan leluhur. Orang-orang
Bali memiliki pola kekerabatan yang hampir sama disebut purusa dengan
harta waris yang disebut pusaka.
D. Sistem Pengetahuan Suku Sasak
Dalam
sistem pengetahuannya masyarakat sasak telah mengetahui berbagai pengetahuan
tentang beberapa aspek disekitarnya antara lain:
a. Tentang alam Fauna,
suku sasak sendiri yaitu mereka melepas hewan peliharannya dihutan dan dapat
menangkapnya kembali dengan memanggil hewan-hewan tersebut dengan kata sie-sie berkali-kali, maksudnya
garam-garam dengan perkataan ini hewan-hewan yang tidak pernah memakan garam
baik garam tanah maupun garam air akan segera berlarian kea rah pemiliknya yang
memang pada saat itu membawa garam.
b. Tentang alam Flora,
suku sasak membuat celup untuk tenunan mereka dari daun tarum, tanaman ini
kemudian diperjualbelikan sebagai pewarna kain dan benang.
c. Waktu, pada suku sasak
telah menggunakan tanggal dan bulan di tahun Hijriah sebagai penanggalan dalam
melakukan upacara-upacara keagamannya .
Selain
itu pada sistem pengetahuan terdapatnya ciri khas yang lain pada suku sasak
yaitu makanan khasnya. Makanan khas
suku sasak, antara lain :
1.
Plecing
kangkung. Terdiri dari kangkung yang direbus da disajikan dalam
keadaan dingin dan segar plus sambal tomat. Sambal tomatnya dibuat dari racikan
cabai rawit, garam, terasi dan tomat. Plecing kangkung biasanya disajikan
dengan tambahan sayuran tauge, kacang panjang, kacang tanah goring ataupun
urap. Kangkung yang digunakan ini sangat khas karena menggunakan metode
tertentu sehingga menghasilkan kangkung dengan batang yang besar dan renyah.
Yang khas dari plecing Lombok ini ialah terasi, yaitu terasi lengkare yang
rasanya lebih gurih dan manis.
2.
Ayam
taliwang. Ayam taliwang biasanya menggunakan ayam kampong bukan
ayam ras dan tidak boleh tua. Ayam taliwang biasanya dimasak dengan digoreng,
dipanggang, atau dibakar. Biasanya ayam taliwang dimasak dengan menggunakan
kayu bakar dengan kualitas kelas satu seperti kayu kopi atau kayu nangka.
Masakan ini pula pertama kali dikenalkan oleh Sultan Sumbawa yang ditempatkan
dilombok pada jaman Raja Karangasem.
3.
Sate
bulayak, bulayak merupakan sejenis lontong yang dibungkus dengan
daun arena tau daun enau dengan bentuk memanjang seperti spiral. Satenya
terbuat dari daging sapi yang dilumuri bumbu khas Sasak.
4.
Nasi
balap puyung, yaitu berisi suwiran daging ayam yang diolah
bersama cabai, kacang kedelai, taburan udang kering, abon, serta belut goring.
Kekuatan makanan ini terletak dari rasa pedas bumbunya yang sederhana yang
dimana bumbu ayamnya terdiri dari cabai, bawang putih dan terasi.
5.
Ares,
yaitu
sayuran Lombok yang bahas asalnya dari pelapah atau gedebok pisang yang masih
muda. Masakan ini hanya disajikan saat acara begawe yakni acara makan-makan
setelah berlangsungnya pernikahan.
6.
Poteng
jaje tujak dan iwel, merupakan makanan khas suku sasak saat
lebaran, poteng jaje tujak ialah sejenis tape yang diolah menjadi makanan
ringan dan disediakan seminggu setelah lebaran. Selain itu ada iwel yaitu kue
yang berbahan dari ketan hitam ini biasanya disajikan saat upacara tradisi masyarakat.
7.
Bebalung,
sendiri
terbuat dari iga sapi, yang diracik dengan bumbu cabe rawit, bawang putih, dll,
bebalung merupakan menu wajib yang selalu dihidangkan pada setiap hajatan
masyarakat Lombok selain Ares. Makna dari bebalung sendiri seperti kebanyakan
masakan Lombok ialah “tenaga”. Karenanya masyarakat setempat mengartikan
setelah makan bebalung akan semakin bertenaga dan menumbuhkan vitalitas.
E. Sistem Kesenian Suku Sasak
Diberbagai
suku memiliki berbagai keseniannya dalam mewarisi adat istiadatnya salah
satunya di Suku Sasak sendiri, berbagai macam kesenian, diantara kesenian
tersebut masih ada hingga sekarang. Kesenian ini bisa berupa gerakan maupun
alunan musik. Diantaranya kesenian dari suku sasak ini yaitu;
kesenian gendang baleq suku sasak |
a)
Perisean, adalah tradisi atau
upacara memohon hujan atau need
sedangkan fungsinya sekarang perisean adalah
sebagai pertarungan yang dilakukan oleh dua orang lelaki Sasak yang
bersenjatakan tongkat rotan dan memakai perisai sebagai pelindung yang terbuat
dari kulit sapi atau kulit kerbau yang tebal. Pertarungan ini dipimpin oleh
wasit yang berada di tengah lapangan disebut Pakembar Tengaq dan dua wasit yang berada di pinggir lapangan
disebut Pakembar Sendi. Selama
pertarungan berjalan masing-masing petarung atau perpadu saling menyerang dan
menangkis sebetan lawan dengan menggunakan ende.
b)
Gendang Beleq merupakan
pertunjukan dengan alat perkusi gendang berukuran besar (beleq) sebagai
ensemble utamanya. Komposisi musiknya dapat dimainkan dengan posisi duduk,
berdiri, dan berjalan untuk mengarak iring-iringan. Ada dua jenis gendang beleq yang berfungsi sebagai pembawa dinamika yaitu
gendang laki-laki atau gendang mama dan gendang nina atau gendang perempuan,
sebagai pembawa melodi adalah gendang
kodeq atau gendang kecil sedangkan alat ritmis adalah dua buah reog, 6-8
buah perembak kodeq, sebuah petuk, sebuah
gong besar, sebuah gong penyentak , sebuah gong oncer, dan dua buah lelontek.
c)
Peresean,
adalah seni bela diri yang dulu digunakan oleh lingkungan kerajaan. Peresan
awalnya adalah latihan pedang dan perisai bagi seorng prajurit. Pada
pekembangannya latihan ini menjadi pertunjukkan rakyat untuk menguji ketangksan
dan keberanian. Senjatanya sendiri adalah sebilah rotan yang dilapisi pecahan
kaca dan untuk menangkis serangan, pepadu (pemain) yaitu sebuah perisai (ende)
yang terbuat dari kayu berlapis kulit lembu atau sapi.
d)
Tandang
Mendet, merupakan tarian perang Suku Sasak, tarian ini telah
ada sejak zaman Kerajaan Selaparang. Tarian ini mencerminkan keperkasaan dan
perjuangan, ini dimainkan oleh belasan orang dengan berpakaina dan membawa alat-alat
keprajuritan lenggapl; kelewang (pedang), tameng, tombak. Tarian diiringi
dengan hentakan gendang beleq serta pembacaan syair-syair perjuangan.
F. Sistem Mata Pencaharian Hidup Suku
Sasak
Secara tradisionalnya
masyarakat Suku Sasak memiliki berbagai cara dalam Mata Pencaharian Hidupnnya,
diantara, yakni :
a. Berburu: istilahnya
nyeran, biasanya dilakukan di hutan-hutan, umunya hewan hasil buruan berupa;
kijang, rusa, dan kambing liar. Beburu biasa dilakukan ketika musim kemarau
setelah selesai menanam dan musim hujan selesai dengan pekerjaan di kebun.
Hasil dari buruan ini dibagikan sama rata antar sesama.
b. Pertanian,
dalam masyarakat sasak bertanam adalah cara agar dapat mempertahankan hidup,
mereka menanam dari padi sawah, padi lading, ubi kayu, ubi jalar dan jagung dan
cara pengolahan tanah dalam bercocok tanam ini masih menggunakan cara
tradisional yaitu menggunakan lembu atau sapi sebagai pengolah tanah agar bisa
ditanam.
c. Bertenak,
masyarakat suku sasak juga sebagai sambilan bertenak seperti sapi, kambing,
ayam dan kerbau.
d. Kerajinan tangan,
pada masayarakat suku sasak memiliki beberapa kerajinan seperti menenun, anyaman, barang-barang dari rotan,
ukiran-ukiran tenunan, barang dari tanah liat, logam dan sebagainnya.
e. Nelayan,
umumnya mata pencaharian ini dilakukan oleh masyarakat Suku Sasak pesisir
pantai.
G. Sistem Teknologi dan Peralatan Suku
sasak
Pada
teknologi dalam suku adalah sesuatu yang dihasilkan oleh masyarakat suku
tersebut, dalam suku Sasak terdapat hasil-hasil yang dibuat oleh masyarakatnya,
seperti :
a. Rumah Adat,
atap dari rumah adat suku sasak ini terbuat dari jerami dan berdinding anyaman
bamboo (bedek) lantainnya terbuat dari tanah liat yang dicampur dengan kotoran
kerbau dan abu jerami. Seluruh bahan bangunan ini didapatkan dari sekitar
lingkungan dan untuk menyambung bagian-bagiannya ini mereka menggunakan paku
yang terbuat dari bambu. Bagian atapnya berbentuk seperti pegunungan menukik
kebawah.
b. Beruga (Balai berisi terbuka)
sebagai tempat pertemuan, balai ini menyediakan panggung untuk kegiatan
sehari-hari, dalam fungsi hubungan sosial masyarakatnya balai juga digunakan
untuk urusan keagamaan misalnya upacara penghormatan jenazah sebelum dikuburkan.
c. Lumbung padi yaitu
bangunan yang berfungsi untuk menaruh padi hasil panen.
d. Benda-bendanya
terdiri dari Sabuk belo, gendang beleq, Ende (perisai), peralatan untuk bekerja seperti pacul, bajak, rejak (meratakan tanah),
parang kodong, ancok. Terakhir peralatan untuk membangun rumah yaitu bedek (anyaman bambu untuk dinding)
getah pohon kayu bantem dan bajur, kotoran kerbau atau kuda sebagai bahan
campuran untuk mengeraskan lantai.
Kemudian adapula
peralatan yaitu perlengkapan atau alat yang dimiliki Suku Sasak dalam melakukan
kegiatan sehari-hari maupun kegiatan upacara, tradisi, dan adat istiadat.
Diantaranya yakni :
a. Pakaian-pakaian upacara,
pengantin pria mengenakan ikat kepala yang disebut capuq, menggunakan pegon
sebagai baju yang berwarna gelap, ikat pinggang menggunakan kain songket
bermotif benang mas, leang atau dodot berfungsi untuk menyelipkan keris sebagai
bawahan menggunakan wiron berbahan batik. Untuk penganti wanitanya sendiri
pakaiannya disebut lambung yaitu baju hitam tanpa lengan dengan kerah berbentuk
huruf “V” , ditambah selendang yang menjuntai dibahu kanan dan bawahannya memakai kain panjang
sampai lutut sebagai tambahan aksesoris ditambahkan sepasang gelang dan gelang
kaki, anting, rambut diikat rapi dan diselipkan bunga cempaka dan mawar, atau
bisa disanggul dengan model punjung pliset.
b. Pakaian sehari-hari
suku sasak umumnya motif batik yang berwarna kehitam-hitaman dan ditenun
sendiri dan disebut selewo. Dan jika orang tua yang merokok senantiasa membawa
lelompa untuk menyimpan rokok atau tembakau. Geong adalah ayunan bayi yang
terbuat dari bambu
c. Alat-alat kerajinan,
untuk menenun disebut sesek, alat
membuat benang disebut gantian, tali yang memutar alat tersebut disebut kalider, untuk mengumpulkan benang atau
memintal benang yang sudah jadi digunakan saka’
terbuat dari kayu dan bambu. alat menenun disebut sesek.
d. Alat-alat peperangan, yakni
bambu yang diruncingkan dan disebut terenggalah, jika terbuat dari besi disebut
tanjekan, pedang disebut kelewang, untuk keperluan pertahanan dan perang di
masa silam.
e. Wadah untuk menyimpan kebetuhan sehari-hari, beras disimpan dalam
kemberasan yang terbuat dari tanah liat, nasi yang siap dimakan disimpan dalam
ponjol terbuat dari anyaman bambu, wadah disebut pemosak atau peraras, sendok
untuk mengangkat nasi ke piring terbuat
dari tempurung kelapa dan diberi kayu sebagai tangkai. Sayur mayor yang dimasak
disimpan dalam periuk yang terbuat dari tanah liat dan disebut kene’ .
f. Wadah serta alat-alat dalam rumah tangga,
seperti tempat sirih disebut mama’ terbuat dari anyaman bambu, alat pemotong
parang dinamakan bato’ , untuk menjepit kayu api ketika memasak digunakan sepit
terbuat dari bambu.
banyak juga yah ternyata sejarah nya dari suku sasak ini..
ReplyDeletehttp://www.marketingkita.com/2017/08/expedisi-pengiriman-dalam-ilmu-marketing.html