Sejarah Lengkap Pertempuran Surabaya 10 November 1945 - Bedalih
untuk melucuti Tentara Jepang, Ternyata kedatangan Belanda ingin kembali
menguasai Indonesia. Dengan membonceng Tentara Inggris datang ke Surabaya. Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan oleh Soekarno-Hatta 17
Agustus 1945 pasukan Jepang mulai dilucuti oleh Tentara nasional dan rakyat.
Proses pelucutan ini menimbulkan bentrokan-bentrokan di berbagai daerah yang
cukup banyak menimbulkan korban. Inisiatif tersebut juga dilakukan karena pihak
sekutu di Indonesia masih belum juga melucuti Tentara Jepang.
Pertempuran Surabaya 10 November 1945 |
Pihak sekutu yang telah menjatuhkan bom di kota
Hiroshima dan Nagasaki di Jepang akhirnya juga turut turun ke Indonesia untuk melucuti
Tentara Jepang. Inggris mengerahkan 5.000 pasukan dari
Brigade 49 dan 24.000 dari Divisi 5 yang diberangkatkan dari Malaysia menuju
Surabaya. Ini merupakan pengerahan kekuatan militer Inggris terbesar sejak
berakhirnya Perang Dunia II. 15 September sekutu yang diwakili oleh Inggris
mendarat di Jakarta dan 25 Oktober di Surabaya. Rakyat
Indonesia di Surabaya serentak menolak dan melawan kedatangan Tentara sekutu
dengan mengerahkan lebih dari 130.000 pasukan demi mempertahankan kemerdekaan
Negara Republik Indonesia, pertempuran Heroik Rakyat Indonesia tidak terelakkan
lagi “MERDEKA ATAU MATI”.
A. Proklamasi 17 Agustus 1945
Kekalahan Jepang kepada Sekutu pada tanggal 14
Agustus 1945 berdampak terjadinya kekosongan kekuasaan di Indonesia. Kesempatan
ini di pergunakan oleh Rakyat Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaan pada
tanggal 17 Agustus 1945.
B. Sejarah Pertempuran Surabaya 10 November 1945
Pertempuran Surabaya merupakan peristiwa sejarah perang antara pihak tentara Indonesia dan pasukan Belanda. Peristiwa besar ini terjadi pada
tanggal 10 November 1945 di Kota Surabaya, Jawa Timur. Pertempuran ini adalah perang
pertama pasukan Indonesia dengan pasukan asing setelah Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia dan satu
pertempuran terbesar dan terberat dalam sejarah Revolusi Nasional
Indonesia yang menjadi simbol
nasional atas perlawanan Indonesia terhadap kolonialisme.
Pidato Penghabisan
Bung Tomo
Bismillahirrohmanirrohim..MERDEKA!!! Saudara-saudara rakyat jelata di seluruh Indonesia terutama saudara-saudara penduduk kota Surabaya kita semuanya telah mengetahui bahwa hari ini tentara inggris telah menyebarkan pamflet-pamflet yang memberikan suatu ancaman kepada kita semua kita diwajibkan untuk dalam waktu yang mereka tentukan menyerahkan senjata-senjata yang telah kita rebut dari tangannya tentara jepang mereka telah minta supaya kita datang pada mereka itu dengan mengangkat tangan mereka telah minta supaya kita semua datang pada mereka itu dengan membawa bendera puitih tanda bahwa kita menyerah kepada mereka Saudara-saudara
di dalam pertempuran-pertempuran yang lampau di dalam pertempuran-pertempuran yang lampau di dalam pertempuran-pertempuran yang lampau di dalam pertempuran-pertempuran yang lampaukita sekalian telah menunjukkan bahwa rakyat Indonesia di Surabaya pemuda-pemuda yang berasal dari Maluku pemuda-pemuda yang berawal dari Sulawesipemuda-pemuda yang berasal dari Pulau Balipemuda-pemuda yang berasal dari Kalimantanpemuda-pemuda dari seluruh Sumaterapemuda Aceh, pemuda Tapanuli, danseluruh pemuda Indonesia yang ada di surabaya ini di dalam pasukan-pasukan mereka masing-masing dengan pasukan-pasukan rakyat yang dibentuk di kampung-kampung telah menunjukkan satu pertahanan yang tidak bisa dijebol telah menunjukkan satu kekuatan sehingga mereka itu terjepit di mana-mana hanya karena taktik yang licik daripada mereka itu saudara-saudara dengan mendatangkan presiden dan pemimpin2 lainnya ke Surabaya ini maka kita ini tunduk utuk memberhentikan pentempuran tetapi pada masa itu mereka telah memperkuat diri dan setelah kuat sekarang inilah keadaannya Saudara-saudara kita semuanya kita bangsa indonesia yang ada di Surabaya ini akan menerima tantangan tentara inggris itu dan kalau pimpinan tentara inggris yang ada di Surabaya ingin mendengarkan jawaban rakyat Indoneisa ingin mendengarkan jawaban seluruh pemuda Indoneisa yang ada di Surabaya ini dengarkanlah ini tentara inggris ini jawaban kita ini jawaban rakyat Surabaya ini jawaban pemuda Indoneisa kepada kau sekalian hai tentara inggris kau menghendaki bahwa kita ini akan membawa bendera putih untuk takluk kepadamu kau menyuruh kita mengangkat tangan datang kepadamu kau menyuruh kita membawa senjata2 yang telah kita rampas dari tentara jepang untuk diserahkan kepadamu tuntutan itu walaupun kita tahu bahwa kau sekali lagi akan mengancam kita untuk menggempur kita dengan kekuatan yang ada tetapi inilah jawaban kita: selama banteng-banteng Indonesia masih mempunyai darah merah yang dapat membikin secarik kain putih merah dan putih maka selama itu tidak akan kita akan mau menyerah kepada siapapun juga Saudara-saudara rakyat Surabaya, siaplah! keadaan genting! tetapi saya peringatkan sekali lagi jangan mulai menembak baru kalau kita ditembak maka kita akan ganti menyerang mereka itukita tunjukkan bahwa kita ini adalah benar-benar orang yang ingin merdeka Dan untuk kita saudara-saudara lebih baik kita hancur lebur daripada tidak merdeka semboyan kita tetap: merdeka atau mati! Dan kita yakin saudara-saudara pada akhirnya pastilah kemenangan akan jatuh ke tangan kita sebab Allah selalu berada di pihak yang benar percayalah saudara-saudara Tuhan akan melindungi kita sekalian Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar! MERDEKA!!!
Pidato bung tomo |
Pidato bung tomo ini dikumandangkan terus
menerus selama pertempuran berlangsung melalui rri dan radio-radio revolusioner
untuk membangkitkan semangat heroik rakyat surabaya.
1. Insiden
Perobekan Bendera Belanda di
Hotel Yamato 19 September 1945
Setelah munculnya
maklumat pemerintah Indonesia tanggal 31 Agustus 1945 yang menetapkan bahwa
mulai 1 September 1945 bendera nasional Sang Saka Merah Putih dikibarkan terus
di seluruh wilayah Indonesia, gerakan pengibaran bendera tersebut makin meluas
ke segenap pelosok kota Surabaya. Klimaks gerakan pengibaran bendera di
Surabaya terjadi pada insiden perobekan bendera di Yamato Hoteru / Hotel Yamato
(bernama Oranje Hotel atau Hotel Oranye pada zaman kolonial, sekarang bernama Hotel
Majapahit) di Jl. Tunjungan no. 65 Surabaya.
Sekelompok orang
Belanda di bawah pimpinan Mr. W.V.Ch. Ploegman pada sore hari tanggal 18
September 1945, tepatnya pukul 21.00, mengibarkan bendera Belanda
(Merah-Putih-Biru), tanpa persetujuan Pemerintah RI Daerah Surabaya, di tiang
pada tingkat teratas Hotel Yamato, sisi sebelah utara. Keesokan harinya para
pemuda Surabaya melihatnya dan menjadi marah karena mereka menganggap Belanda
telah menghina kedaulatan Indonesia, hendak mengembalikan kekuasan kembali di
Indonesia, dan melecehkan gerakan pengibaran bendera Merah Putih yang sedang
berlangsung di Surabaya.
Pengibaran bendera
Indonesia setelah bendera belanda berhasil disobek warna birunya di hotel
Yamato Tak lama setelah mengumpulnya massa di Hotel Yamato,
Residen Soedirman, pejuang dan diplomat yang saat itu menjabat sebagai Wakil
Residen (Fuku Syuco Gunseikan) yang masih diakui pemerintah Dai Nippon
Surabaya Syu, sekaligus sebagai Residen Daerah Surabaya Pemerintah RI, datang
melewati kerumunan massa lalu masuk ke hotel Yamato dikawal Sidik dan Hariyono.
Sebagai perwakilan RI dia berunding dengan Mr. Ploegman dan kawan-kawannya dan
meminta agar bendera Belanda segera diturunkan dari gedung Hotel Yamato.
Dalam perundingan ini
Ploegman menolak untuk menurunkan bendera Belanda dan menolak untuk mengakui
kedaulatan Indonesia. Perundingan berlangsung memanas, Ploegman mengeluarkan pistol,
dan terjadilah perkelahian dalam ruang perundingan. Ploegman tewas dicekik oleh
Sidik, yang kemudian juga tewas oleh tentara Belanda yang berjaga-jaga dan
mendengar letusan pistol Ploegman, sementara Soedirman dan Hariyono melarikan
diri ke luar Hotel Yamato. Sebagian pemuda berebut naik ke atas hotel untuk
menurunkan bendera Belanda. Hariyono yang semula bersama Soedirman kembali ke
dalam hotel dan terlibat dalam pemanjatan tiang bendera dan bersama Koesno
Wibowo berhasil menurunkan bendera Belanda, merobek bagian birunya, dan
mengereknya ke puncak tiang bendera kembali sebagai bendera Merah Putih.
Setelah insiden di
Hotel Yamato tersebut, pada tanggal 27 Oktober 1945 meletuslah pertempuran
pertama antara Indonesia melawan tentara Inggris . Serangan-serangan kecil
tersebut di kemudian hari berubah menjadi serangan umum yang banyak memakan
korban jiwa di kedua belah pihak Indonesia dan Inggris, sebelum akhirnya
Jenderal D.C. Hawthorn meminta bantuan Presiden Sukarno untuk meredakan
situasi.
2. Pendaratan 5.000 Pasukan
Belanda dari Brigade 49 di bawah Komando Brigjend AWS Mallaby 24 Oktober 1945
Inggris mendarat di Tanjung Perak Surabya dengan
dipimpin oleh Brigadir Jenderal Mallaby yang juga merupakan Panglima Brigade
ke-49 dengan tugas utama mengungsikan pasukan Jepang dan para interniran.
Brigade ini berjumlah kurang lebih enam ribu pasukan dengan membawa juga
pasukan elit Gurkha.
Selanjutnya Mallaby sendiri dan wakilnya, Kolonel
Pugh, pertama-tama disambut oleh Mustopo, kepala TKR-Surabaya, dan Atmadji,
bekas aktivis Gerindo, yang mewakili TKR Angkatan Laut. Setelah mengadakan
pembicaraan-pembicaraan dengan Mustopo, Mallaby menegaskan bahwa sekutu tidak
akan menyelundupkan di tengah-tengah mereka pasukan Belanda dan NICA
(Netherland Indies Civil Administrastion).
Pada tanggal 24 Oktober 1945 sekira jam 11.00
pagi tampak sebuah pesawat terbang melayang-layang di tepi laut Perak. Ternyata
pesawat tadi mengawal iring-iringan konvoi terdiri sekitar 6 destroyer dan
kapal sejenis LST dan sejumlah kapal biasa sebanyak ± 60 buah. Di antaranya ada
yang langsun mendarat di Rotterdamweg (Jl.Zamrut) Tanjungperak. Kapal perang
yang lain mendarat di gedung Armada Moderlust. Itulah pendaratan pasukan
Inggris ke Surabaya yang dipimpin oleh Brigadir AWS Mallaby. Tugas Mallaby
adalah mengangkut keluar para tawanan perang asing dari Surabaya, baik orang
asing yang ditawan oleh Jepang dulu (yang jumlahnya cukup banyak ± 4000 orang),
maupun orang Jepang yang sudah takluk.
Sebetulnya beberapa hari sebelumnya Menteri
Penerangan Amir Syarifuddin telah memberi instruksi kepada Drg Mustopo bahwa
akan tiba pasukan Inggris yang bertugas menjemput tawanan perang, jangan
dihalang-halangi. Namun ketika mendapat laporan bahwa pasukan Inggris pimpinan
Brigadir AWS Mallaby mendarat dengan begitu banyak kapal peerang, Mustopo
sebagai Ketua BKR Jawa Timur merasa tidak nyaman ada tentara asing menginjakkan
kakinya di Surabaya. Malam hari itu, dikawal oleh Dr. Sugiri, AWS Mallaby
menemui “pemerintah” Surabaya di Kantor Gubernur. Sebagai pusat pemerintahan di
situ piket Drg. Mustopo, M.Yasin, Bung Tomo dengan mikrofonnya. Di situ untuk
pertama kalinya Mallaby bertemu deengan Mustopo. Mustopo bilang, kalau mau
mendarat di Surabaya harus mendapat izin dari pemerintah. Mallaby tanya, “From
whome we have to get permission to land our troops?” Dijawab Mustopo, “From the
Minister of Defence of The Republic of Indonesia.” Mallaby, “Where can I meet
your Minister of Defence?” Mustopo, “He sits before you.” Langsung Mallaby
menyebut Mr berubah menjadi “Your Excellency”. Setelah itu dirundingkan
bagaimana pasukan Mallaby bisa menunaikan tugas menjemput tawanan di Surabaya.
Mustopo menganjurkan pasukan Mallaby tidak perlu mendarat lebih dari 800 meter
dari pelabuhan. Nanti pasukan Indonesia saja yang mengantarkan para tawanan ke
pelabuhan. Tapi Mallaby menolak tawaran ini dan akan terus menerjunkan
pasukannya memasuki Kota Surabaya.
Setelah pertemuan itu hari-hari atau malam
hari Mustopo beberapa kali bertemu dengan Mallaby atau stafnya. Mallaby tetap
bersikeras menerjunkan pasukannya ke pusat kota. Pernah mereka bertemu dengan
kapasitasnya sebagai tentara di Prapatkurung, tidak dapat persetujuan. Pernah
juga Mustopo diculik dari markasnya di Gedung HVA diharuskan membebaskan kpara
interniran di penjara Kalisosok. Para tawanan asing, termasuk Huiyer,
dibebaskan. Dalam keadaan panik Mustopo mengumumkan akan pidato di RRI, menolak
kehadiran tentara Inggris di Surabaya. Siang hari sebelum pidato, Mustopo
disertai para BKR anak buahnya berkeliling naik kendaraan mengumumkan
penolakannya terhadap pendaratan tentara Inggris. Para Arek-arek Surabaya yang
sudah merasa merdeka dan punya senjata, dengan berapi-api mendukung penolakan
Mustopo. Ketika berpidato di RRI sanja harinya, Mustopo hanya berteriak, “Nica!
Nica! (baca nika) Jangan mendarat! Kamu tahu aturan! Kamu tahu aturan, Inggris!
Kamu sekolah tinggi! Jangan mendarat!” Tetapi pasukan Mallaby secara beregu
maupun berkelompok lebih banyak, dengan senjata lengkap memasuki kota,
menduduki tempat-tempat yang strategis seperti: Gedung Internatio (Jembatan
Merah), gedung BPM (pertamina Jl. Veteran), Gereja Kristen dan Kantor Polisi di
Bubutan, Kompleks SMAN Wijayakusuma, RRI Surabaya Jl. Simpang (depan rumahsakit
yang sekarang jadi Surabaya Plaza), Konsulat Inggris dan Gedung olahraga dayung
di Kayun, Rumahsakit Darmo dan sekitarnya, Kantor BAT Ngagel. Dengan keadaan
seperti itu Mustopo menganjurkan kepada rakyat Surabaya supaya
menghalang-halangi tentara asing itu menduduki bumi Surabaya yang merdeka.
Tembak-menembak dimulai oleh Inggris atas perintah
Mayor Gopal, Komandan Kompi “D”, Brigade ke 49, Divisi ke 23 “The Fighting
Cock” Inggris, seperti ditulisnya tanggal 24 Agustus 1974. Menurut Tom Driberg,
anggota Parlemen Inggris, perintah menembak diberikan oleh Mallaby sendiri.
Perintah menembak ini, apapun alasannya jelas telah melanggar perjanjian
Sukarno-Mallaby tanggal 29 Oktober dan Kesepakatan Sukarno-Hawthorn tanggal 30
Oktober 1945.
3. Pejuang
RI Menolak Ultimatum Inggris Pertempuran Fase Pertama, 28-30 Oktober 1945
Seluruh Pemuda Indonesia bersatu menghadapi
Tentara Inggris. Pada pertempuran ini, pasukan Brigade 49 berhasil disapu
bersih oleh Pejuang RI. Tanggal 28 Oktober 1945, baru dikurung dua
hari saja, pasukan Inggris dipastikan akan hancur seluruhnya. Brigadir Mallaby
jadi was-was. Dia harus menghentikan kehancuran ini. Kepada siapa harus minta
tolong? Minta tolong berdamai dari pihak pemerintah Surabaya tidak mungkin.
Satu-satunya jalan minta tolong ke markas pusatnya di Jakarta. Minta dikirimkan
orang yang bakal dipatuhi oleh Arek-arek Surabaya. Siapa?
Pasukan Inggris makin tedesak dan meminta gencatan senjata 30 Oktober 1945.
Setelah
dirunding-runding, akhirnya jatuh pilihan mendatangkan Presiden Sukarno.
Padahal pasukan Sekutu pemenang perang belum mengakui adanya proklamasi kemerdekaan
Indonesia. Tapi akhirnya memenuhi permintaan Mallaby, mereka meminta Presiden
Sukarno mendamaikan pertempuran di Surabaya. Kabar kedatangan Presiden Sukarno
sudah diumumkan. Tapi rakyat Surabaya sudah tidak mau lagi percaya dengan
janji-janji orang Inggris. Sudah beberapa kali sebelum tembak-menembak di
Surabaya, patinggi bangsa Indonesia di Surabaya berunding dengan pihak Mallaby,
sudah disepakati sesuatu, tapi kemudian dilanggar. Maka kabar bakal datangnya
Presiden Sukarno juga harus diwaspadai. Radio Pembrontakan Rakyat Surabaya
dengan suara Bung Tomo yang selalu memantau perkembangan pertempuran bersuara
keras, para pemuda di Lapangan Terbang Morokrembangan harus sigap. Kalau yang
turun bukan Presiden Sukarno, harap ditembak saja dengan penumpangnya yang
lain.
Ternyata
betul Yang datang Bung Karno diikuti Wakil Presiden Mohamad Hatta, dan Menteri
Penerangan Amir Syarifuddin. Turun dari pesawat mereka disambut oleh pemuda,
dinaikkan kendaraan, dibawa lari masuk kota dengan bendera Merah-Putih selalu
dikibarkan di konvoi mobil. Waktu
itu Kota Surabaya sedang hujan peluru, dan jalan-jalan besar dihalangi baik
oleh barang, maupun gerombolan pemuda. Namun rombongan Presiden Sukarno bisa
dilarikan ke rumah Residen Sudirman di Van Sandicctstraat (Jl. Residen
Sudirman). Di sana diberi laporan dulu oleh pihak pemerintah Indonesia.
Baru
keesokan harinya berunding dengan Mallaby di rumah dinas Gubernur (Grahadi).
Sebelum Mallaby tiba, datang dulu Drg. Mustopo yang digiring oleh Sabaruddin.
Oleh para petinggi negara, antara lain Wakil Presiden Moh. Hatta, Mustopo
dianggap sebagai pemicu pertempuran dengan pasukan Inggris di Surabaya.
Perbuatan yang salah. Makanya langsung dipecat dari jabatannya oleh Presiden
Sukarno.
Hasil
perundingan dengan Mallaby, harus secepatnya diumumkan gencatan senjata.
Pengumuman tadi harus segera disiarkan. Di siarkan lewat mana, wong RRI Simpang
sudah terbakar hangus? Akhirnya diumumkan lewat siaran Radio Pemberontakan
Rakyat Surabaya Jalan Mawar 10. Bung Karno dan Mallaby bersama staf pergi ke
sana untuk mengumumkan gencatan senjata.
Baru
keesokan harinya (30 Oktober) diadakan perundingan yang mengatur jalan tugasnya
Mallaby mengangkut para tawanan keluar Surabaya. Perundingan diadakan di Kantor
Gubernur. Harus menunggu kedatangan Panglima Divisi India 23, Mayor Jendral
D.C.Hawthorn, atasan Mallaby. Hawthorn tiba dengan pesawat dari Jakarta jam
09.15.
Sementgara
itu para pemuda Surabaya berdemonstrasi di depan tempat berunding, mereka
dengan gagah mengendarai tank rampasan dari Jepang, berputar-putar tak berhenti
di depan bekas gedung Kenpeitai yang sudah menjadi gedung PTKR. Arek-arek
Surabaya saat itu sebagai pihak yang menang perang. Diperoleh hasil, bahwa pasukan Mallaby
diperbolehkan mengangkut tawanan dengan mobil-mobil pasukan Inggris dari segala
tempat tawanan (tawanan bangsa Eropa terbanyak di Rumah Sakit Darmo, sedang
prajurit Jepang di Jaarmarkt (Hitech Plaza) dan Penjara Koblen. Jalan-jalan
besar yang akan dilalui mobil angkutan harus dibuka lebar. Untuk mengawasi
penyelenggaraan itu maka dibentuk Kontak Biro, yaitu yang terdiri dari petinggi
pasukan Inggris dan petinggi pemerintah Kota Surabaya. Anggota Kontak Biro
(Contact Bureau) Inggris adalah: Brig. AWS Mallaby, Colonel LPH Pugh, Mayor
M.Hodson, Capt. H.Show, Wing Commander Groom. Dari Indonesia: Sudirman
(Resident), Dul Arnowo, Atmadji, HR.Mohammad, Sungkono, Suyono, Kusnandar,
Ruslan Abdulgani, T.D.Kundan.
Jam 13
Kontak Biro sudah selesai disusun, ditandatangani oleh Hawthorn dan Presiden
Sukarno. Karena Kontak Biro sudah terbentuk, tinggal pelaksanaannya saja, maka
Mayor Jendral D.C.Hawthorn dan rombongan Presiden Sukarno meninggalkan tempat
terbang kembali ke Jakarta. Kontak Biro terus berunding, akan bekerja menurut aturan yang
ditetapkan. Rencana bekerja selesai jam 16.30. Waktu itu di sana sini masih
terdengar tembak-menembak..Maka harus dicegah. Gencatan senjata harus
dilaksanakan. Maka para perunding langsung bekerja akan mendatangi tempat yang
masih terdengar tembak-menembak. Yaitu yang pertama di Jembatan Merah. Dengan
beberapa mobil dari depan gedung Gubernur tempat mereka berunding, mereka
menuju pertama kali ke Jembatan Merah. Waktu melalui jalan Societeitstraat (Jl.
Veteran), rombongan mobil sering dihadang oleh pemuda-pemuda Surabaya yang
memprotes mengapa harus gencatan senjata, wong kita menang.
Tentara
Inggris harus meninggalkan gedung, agar aman. Mendapat hadangan begitu
gaanti-berganti Dul Arnowo dan Residen Sudirman memberikan penerangan tentang
pentingnya gencatan senjata. “Ya, tentara Inggris harus meninggalkan gedung,
baru aman!” Gedung
Internatio di sebelah barat lapangan Jembatan Merah, diduduki tentara Inggris.
Mereka dikurung oleh rakyat Surabaya, tapi masih saja melawan. Maka rombongan
mobil Kontak Biro melalui Herenstraat (Rajawali) mendekati gedung Internatio.
Berhenti di pertiga depan gedung. Hanya mobil Mallaby yang menuju depan gedung.
Di sana, komandan pasukan Inggris Mayor Venu Gopal (Gurkha) keluar di teras,
bercakap-cakap dengan Mallaby. Setelah itu, Mallaby dengan mobilnya berangkat lagi
ke utara, lalu belok ke timur melalui Willemplein Noord (jalan sebelah utara
lapangan) menuju Jembatan Merah. Sepanjang perjalanan dikerumuni para pengepung
gedung Internatio, minta supaya tentara Inggris angkat kaki dari gedung. Sampai
di ujung barat Jembatan Merah bertemu lagi dengan rombongan mobil dari Kontak
Biro Indonesia. Permintaan rakyat kian ramai, sehingga rombongan sulit
berjalan. Maunya meneruskan misi ke daerah Kembangjepun yang juga masih
terdeengar tembak-menembak. Tetapi karena penuh sesak dikerumuni rakyat, para
pihak Kontak Biro berunding di tempat. Akhirnya Mallaby setuju mengutus stafnya
datang ke gedung, untuk membicarakan hal meninggalkan gedung. Yang diutus
Kapten Show, perwira penyelidik yang sudah beberapa kali ikut berunding dengan
pihak Indonesia. Kepergian Kapten Show akan diikuti oleh utusan dari Indonesia.
Dipilih HR.Mohammad, yang berpakaian tentara dan yang paling tua. Untuk
mengetahui bahasa mereka di gedung, pihak Indonesia menyertakan TD.Kundan
(warga Surabaya keturunan India) sebagai jurubahasa. Ketiga orang tersebut
menyeberangi taman Willemplein (Taman Jayengrono), lalu masuk ke gedung.
Namun belum
sampai 15 menit, terlihat TD Kundan lari keluar dari gedung, dan menyuruh orang
bertiarap atau berlindung. Akan ada tembakan. Belum jelas teriakan TD Kundan,
ternyata benar terdengar rentetan tembakan dari dalam gedung. Maka gemparlah
pengepung gedung di lapangan. Termasuk para anggota Kontak Biro Indonesia.
Mereka pada menyelamatkan diri, kebanyakan terjun ke Kalimas, dan menyeberang
ke sebalah timur. Karena sudah berunding begitu lama (dari pagi sampai magrip)
dengan akhir begitu, para petinggi Kontak Biro Indonesia tidak bertemu lagi
malam itu, masing-masing pulang sendiri-sendiri. HR. Mohammad masih terkurung
di dalam gedung. (Baru keesokan harinya dilepas oleh tentara Inggris di gedung
itu). Keesokan harinya (31 Oktober 1945) mobil Mallaby ditemukan hancur di
tempat, Dan Brigadir Mallaby tewas di dalamnya. Konon ditemukan oleh Dr.
Sugiri, dan dibawa ke Rumah Sakit Simpang Surabaya.
Hari Rabu 31 Oktober 1945, Jendral Christison selaku
Panglima Tentara Sekutu untuk Asia Tenggara mengeluarkan pengumuman yang
mengandung ancaman (Warning to Indonesian), Presiden Sukarno mendapat perintah
untuk datang jam 11 di Markas Besar Jendral Christison di Jakarta. Diberi tahu
bahwa Brigadir AWS Mallaby telah dibunuh secara keji sekali, ketika menjalankan
tugas berunding dengan pemimpin extremis Indonesia (Kantor Berita Belanda ANP).
Dul Arnowo memberikan laporan berdasarkan kenyataan. Malam itu juga Presiden
Sukarno berpidato melalui radio, menyesalkan kejadian tersebut. Dalam pidatonya
antara lain mengemukakan: Surabaya merupakan satu kekuatan nasional kita. Di
Surabaya TKR tersusun sangat baik. Pemuda dan kaum buruh telah membentuk persatuan-persatuan
yang sangat teguh.
B. Ultimatum
Inggris 9 November 1945
Pendaratan 24.000 Tentara Inggris dari
Divisi 5 pada tanggal 3
November 1945 dibawah Komando Meyjend EC. Manseergh. Setelah terbunuhnya Brigadir Jenderal
Mallaby, penggantinya, Mayor Jenderal Mansergh mengeluarkan ultimatum yang
menyebutkan bahwa semua pimpinan dan orang Indonesia yang bersenjata harus
melapor dan meletakkan senjatanya di tempat yang ditentukan dan menyerahkan
diri dengan mengangkat tangan di atas. Batas ultimatum adalah jam 6.00 pagi
tanggal 10 November 1945.
Ultimatum Inggris 9 November 1945 |
Ultimatum tersebut kemudian dianggap
sebagai penghinaan bagi para pejuang dan rakyat yang telah membentuk banyak
badan-badan perjuangan / milisi. Ultimatum tersebut ditolak oleh pihak
Indonesia dengan alasan bahwa Republik Indonesia waktu itu sudah berdiri, dan
Tentara Keamanan Rakyat (TKR) juga telah dibentuk sebagai pasukan negara.
Selain itu, banyak organisasi perjuangan bersenjata yang telah dibentuk
masyarakat, termasuk di kalangan pemuda, mahasiswa dan pelajar yang menentang
masuknya kembali pemerintahan Belanda yang memboncengi kehadiran tentara
Inggris di Indonesia.
C. Pendaratan
24.000 Tentara Inggris dari
Divisi 5 dibawah
Komando Meyjend EC. Manseergh 3
November 1945
Secara diam-diam Sekutu memperkuat
posisinya. Tanggal 1 November pukul 08.00 Laksamana Muda Patterson dengan kapal
perang HMS Sussex tiba di Surabaya, 1500 pasukan didaratkan dengan kapal Carron
dan Cavallier. Tanggal 3 November menyusul pula Mayor Jendral E.C.Manseergh,
Panglima Divisi ke-5 Infanteri India, tiba di Surabaya dengan membawa 24.000
pasukan, lengkap dengan panser, satu divisi arteleri dilindungi dari
Tanjungperak dan Ujung oleh satu kruiser dan empat destroyer dengan meriam
jarak jauh yang lengkap, ditambah 21 Sherman tank dan meriam yang dilindungi 24
pesawat terbang jenis Mosquito (pemburu) dan Thunmderbolts (pelempar bom).
Pesawat-pesawat ini berpangkalan di
kapal-kapal perusak yang mengadakan straffing serta menjatuhkan bom-bom di
Surabaya. Kekuatan laut yang dikerahkan oleh Inggris terdiri dari jenis kapal
LST destroyer. Kapal itu dibawah komando Naval Commander Force 64 yang dipimpin
olehCaptain RCS Carwood. Beberapa buah kapal ini sudah beroperasi sejak
kedatangan Inggris 25 Oktober 1945. Dan banyak lagi kekuatan Inggris dari laut,
udara dan darat untuk menyerbu Surabaya 10 November 1945.
D. Perlawanan
Sengit Pejuang RI Pertempuran
Fase Kedua 10-28 November 1945
Pada 10 November 1945, tepat pukul 06.00
pagi, Inggris membombardir Kota Surabaya. Tentara Inggris mulai melancarkan
serangan berskala besar, yang diawali dengan bom udara ke gedung-gedung
pemerintahan Surabaya, dan kemudian mengerahkan sekitar 30.000 infanteri,
sejumlah pesawat terbang, tank, dan kapal perang. Inggris mulai membom Surabaya
dan perang sengit berlangsung terus menerus selama 10 hari. Dua pesawat Inggris
ditembak jatuh pasukan RI dan salah seorang penumpang Brigadir Jendral Robert
Guy Loder-Symonds terluka parah dan meninggal keesokan harinya.
Menjelang senja, Inggris telah menguasai
sepertiga kota. Surat
kabar Times di London mengabarkan bahwa kekuatan Inggris terdiri dari 25
ponders, 37 howitser, HMS Sussex dibantu 4 kapal perang destroyer, 12 kapal
terbang jenis Mosquito, 15.000 personel dari divisi 5 dan 6000 personel dari
brigade 49 The Fighting Cock.David Welch menggambarkan pertempuran tersebut
dalam bukunya, Birth of Indonesia (hal. 66). Berbagai bagian kota
Surabaya dibombardir dan ditembak dengan meriam dari laut dan darat. Perlawanan
pasukan dan milisi Indonesia kemudian berkobar di seluruh kota, dengan bantuan
yang aktif dari penduduk. Serangan Pejuang RI terhadap Tank-Tank Inggris.
Pejuang RI berhasil menembak jatuh Pesawat Tempur Inggris. Terlibatnya penduduk
dalam pertempuran ini mengakibatkan ribuan penduduk sipil jatuh menjadi korban
dalam serangan tersebut, baik meninggal mupun terluka.
Di pusat kota pertempuran adalah lebih
dasyat, jalan-jalan diduduki satu per satu, dari satu pintu ke pintu lainnya.
Mayat dari manusia, kuda-kuda, kucing-kucing serta anjing-anjing bergelimangan
di selokan-selokan. Gelas-gelas berpecahan, perabot rumah tangga, kawat-kawat
telephon bergelantungan di jalan-jalan dan suara pertempuran menggema di tengah
gedung-gedung kantor yang kosong.
Perlawanan Indonesia berlangsung dalam
dua tahap, pertama pengorbanan diri secara fanatik, dengan orang-orang yang
hanya bersenjatakan pisau-pisau belati menyerang tank-tank Sherman, dan
kemudian dengan cara yang lebih terorganisir dan lebih efektif, mengikuti
dengan cermat buku-buku petunjuk militer Jepang”. Pertempuran berlangsung
dengan ganas selama 3 minggu. seluruh
kota telah jatuh ke tangan sekutu. Di
luar dugaan pihak Inggris yang menduga bahwa perlawanan di Surabaya bisa
ditaklukkan dalam tempo tiga hari, para tokoh masyarakat seperti pelopor muda
Bung Tomo yang berpengaruh besar di masyarakat terus menggerakkan semangat
perlawanan pemuda-pemuda Surabaya sehingga perlawanan terus berlanjut di tengah
serangan skala besar Inggris.
Tokoh-tokoh agama yang terdiri dari
kalangan ulama serta kyai-kyai pondok Jawa seperti KH. Hasyim Asy’ari, KH.
Wahab Hasbullah serta kyai-kyai pesantren lainnya juga mengerahkan
santri-santri mereka dan masyarakat sipil sebagai milisi perlawanan (pada waktu
itu masyarakat tidak begitu patuh kepada pemerintahan tetapi mereka lebih patuh
dan taat kepada para kyai) sehingga perlawanan pihak Indonesia berlangsung
lama, dari hari ke hari, hingga dari minggu ke minggu lainnya. Perlawanan
rakyat yang pada awalnya dilakukan secara spontan dan tidak terkoordinasi,
makin hari makin teratur. Pertempuran skala besar ini mencapai waktu sampai
tiga minggu, sebelum seluruh kota Surabaya akhirnya jatuh di tangan pihak
Inggris pada akhir bulan November 1945, tepatnya tanggal 20 November 1945. Para pejuang Indonesia yang masih hidup
mengikuti ribuan pengungsi yang melarikan diri meninggalkan Surabaya dan
kemudian mereka membuat garis pertahanan baru mulai dari Mojokerto di Barat hingga
ke arah Sidoarjo di Timur.
Setidaknya 6,000 pejuang dari pihak
Indonesia tewas dan 200,000 rakyat sipil mengungsi dari Surabaya. Korban dari
pasukan Inggris dan India kira-kira sejumlah 600. Pertempuran berdarah di
Surabaya yang memakan ribuan korban jiwa tersebut telah menggerakkan perlawanan
rakyat di seluruh Indonesia untuk mengusir penjajah dan mempertahankan
kemerdekaan. Banyaknya pejuang yang gugur dan rakyat sipil yang menjadi korban
pada hari 10 November ini kemudian dikenang sebagai Hari Pahlawan oleh Republik
Indonesia hingga sekarang. Lebih dari 20.000 tentara indonesia, laskar dan
penduduk surabaya gugur dalam pertempuran ini. Kota surabaya benar-benar hancur
lebur di bumi hanguskan. Korban dipihak inggris lebih dari 1.500 serdadu tewas.
Sedangkan 300 tentara inggris dari india serta pakistan memilih disersi dan
bergabung bersama pejuang republik Indonesia. Dunia internasional mengutuk
serangan inggris di surabaya serangan ini dianggap sebagai perbuatan yang
biadab.
E. Pembangunan
Monumen Tugu Pahlawan 20
Februari 1952
Tugu Pahlawan,
adalah sebuah monumen yang menjadi markah tanah. Monumen ini setinggi 41,15
meter berbentuk lingga atau paku terbalik. Tubuh monumen berbentuk
lengkungan-lengkungan (Canalures) sebanyak 10 lengkungan, dan terbagi atas 11
ruas. Tinggi, ruas, dan canalures mengandung makna tanggal 10, bulan 11, tahun
1945. Suatu tanggal bersejarah, bukan hanya bagi penduduk Kota Surabaya, tetapi
juga bagi seluruh Rakyat Indonesia. Koordinatnya adalah 7,245808°LS 112,737785°BT. Tugu
Pahlawan dibangun untuk memperingati peristiwa Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya, dimana arek-arek
Suroboyo berjuang melawan pasukan Sekutu bersama Belanda yang hendak
menjajah kembali Indonesia. Monumen tugu pahlawan merupakan simbol perlawanan
rakyat Indonesia terhadap imperialisme. Peletakan batu pertama dilakukan oleh
Presiden Soekarno. Monumen ini berada di tengah-tengah kota di Jalan Pahlawan
Surabaya, dan di dekat Kantor Gubernur Jawa Timur. Tugu Pahlawan merupakan
salah satu ikon Kota Surabaya sebagai Kota Pahlawan. Berdiri di atas tanah
lapang seluas 1,3 hektare, dan secara administratif berada di wilayah Kelurahan
Alun-Alun Contong, Kecamatan Bubutan, Kota Surabaya. Monumen Tugu Pahlawan
menjadi pusat perhatian setiap tanggal 10 November mengenang peristiwa pada
tahun 1945 ketika banyak pahlawan yang gugur dalam perang kemerdekaan.
Monumen Tugu Pahlawan 20 Februari 1952 |
Ada dua pendapat mengenai siapa yang menjadi
pemrakarsa, sekaligus arsitek monumen yang terletak di Jalan Pahlawan Surabaya
ini. Menurut Gatot Barnowo, monumen ini diprakarsai oleh Doel Arnowo, yang saat
itu menjabat sebagai Kepala Daerah Kota Besar Surabaya. Kemudian ia meminta Ir.
Tan untuk merancang gambar monumen yang dimaksud, untuk selanjutnya diajukan
kepada Presiden Soekarno. Sedangkan
menurut Ir. Soendjasmono, pemrakarsa monumen ini adalah Ir. Soekarno sendiri.
Ide ini mendapat perhatian khusus dari Walikota Surabaya, Doel Arnowo. Untuk
perencanaan dan gambarnya diserahkan kepada Ir. R. Soeratmoko, yang telah
mengalahkan beberapa arsitektur lainnya dalam sayembara untuk pemilihan arsitek
untuk membangun monumen ini. Pada awalnya pekerjaan pembangunan Monumen Tugu
Pahlawan ditangani Balai Kota Surabaya sendiri. Kemudian dilanjutkan oleh
Indonesian Engineering Corporation, yang kemudian diteruskan oleh Pemborong
Saroja. Monumen yang dibangun selama sepuluh bulan ini, diresmikan oleh
Presiden Soekarno pada tanggal 10 November 1952.
Museum
Di bawah tanah
lahan Tugu Pahlawan sedalam 7 meter terdapat sebuah museum untuk mengenang
jasa-jasa para pahlawan yang berjuang di Surabaya, di museum ini juga terdapat
foto-foto dokumentasi pembangunan Tugu Pahlawan. Museum ini diresmikan pada
tanggal 19 Februari 2000 oleh Presiden K.H. Abdurrahman Wahid. Pada tahun
1991-1996 dilakukan pembenahan kawasan Tugu Pahlawan dan Museum Perjuangan 10
November Surabaya yang dipimpin oleh arsitek Ir. Sugeng Gunadi, MLA dari Institut
Teknologi Sepuluh Nopember.
Bung
Tomo Akhirnya di
Angkat Sebagai Pahlawan Nasional
Sesuai Keputusan Presiden Republik
Indonesia Nomor 041/TK/Tahun 2008
tertanggal 6 November 2008, pada tanggal 10 november 2008 oleh Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono. Bung Tomo wafat dipadang Arafah pada tanggal 7 oktober 1981 saat
menunaikan ibadah haji. Atas
permintaan Pemerintah Indonesia beliau dapat di makamkan di Indonesia di pemakaman umum Ngagel Surabaya.
Konferensi Meja Bundar Pengakuan
Kedaulatan Republik Indonesia oleh Pemerintah Belanda 27 Desember 1949
Heroiknya pertemuran Surabaya 1945 telah
mengobarkan semangat perlawanan rakyat seluruh Indonesia untuk mengusir
penjajah dan mempertahankan kemerdekaan. Kondisi ini mendesak Pemerintah
Belanda untuk mengubah strateginya tetap tidak hanya bertumpu pada kekuatan
militer tetapi juga menggunakan jalur diplomasi melalui berbagai perundingan.
Konferensi Meja
Bundar adalah sebuah pertemuan antara pemerintah Republik
Indonesia dan Belanda yang dilaksanakan di Den Haag, Belanda dari 23 Agustus
hingga 2 November 1949. Usaha
untuk meredam kemerdekaan Indonesia dengan jalan kekerasan berakhir dengan kegagalan. Belanda mendapat kecaman keras dari dunia
internasional. Belanda dan Indonesia kemudian mengadakan beberapa pertemuan
untuk menyelesaikan masalah ini secara diplomasi, lewat perundingan
Linggarjati, perjanjian
Renville, perjanjian
Roem-van Roijen, dan Konferensi
Meja Bundar.
Hasil dari Konferensi Meja
Bundar (KMB), yaitu:
· Serahterima kedaulatan dari pemerintah
kolonial Belanda kepada Republik Indonesia Serikat, kecuali Papua bagian barat. Indonesia ingin agar semua bekas
daerah Hindia Belanda menjadi daerah Indonesia, sedangkan Belanda ingin
menjadikan Papua bagian barat negara terpisah karena perbedaan etnis.
Konferensi ditutup tanpa keputusan mengenai hal ini. Karena itu pasal 2
menyebutkan bahwa Papua bagian barat bukan bagian dari serah terima, dan bahwa
masalah ini akan diselesaikan dalam waktu satu tahun.
· Dibentuknya sebuah persekutuan
Belanda-Indonesia, dengan monarch Belanda sebagai kepala negara.
·
Pengambil alihan hutang Hindia Belanda oleh Republik Indonesia Serikat.