Sejarah Berkembangnya Nasionalisme Di Afrika - Selamat Malam..!!! ketemu lagi nih... pada kesempatan kali ini kita akan membahasan materi lanjutan tentag sejarah nasionalisme asia-afrika. Sebelumnya kita telah membahas tentang apa itu nasionalisme, sejarah lahirnya nasionalisme asia-afrika dan perkembangan nasionalisme di asia. Sehingga materi yang tersisa tentang sejarah lahir dan berkembangannya nasionalisme asia-afrika yang belum kita bahas yaitu berkembangnya nasionalisme di afrika. Silahkan simak materi lengkapnya berikut ini.
Sejarah Berkembangnya Nasionalisme Di Afrika |
A. Latar
Belakang Perkembangan Nasionalisme Di Afrika
Afrika merupakan benua yang gersang dan tandus karena
terdapat banyak gurun pasir yang luas. Meskipun demikian, benua afrika memiliki
sumber daya alam melimpah. Oleh karena itu, sejak abad 19 bangsa barat berlomba-lomba
menanamkan pengaruhnya di afrika. Setelah perang dunia berakhir, gerakan
nasionalisme bangsa afrika melawan kolonialisme dan imperialisme bangsa barat
mucul di Mesir, Libia, Sudan,dan aljazair.
B. Perkembangan
Nasionalisme Di Beberapa Negara Di Afrika
1. Mesir
Sejak dibukanya Terusan Suez pada tahun 1869,
negara-negara Barat
terutama Inggris dan Prancis saling berlomba memperebutkan pengaruhnya
di Mesir. Pengaruh kekuasaan Inggris makin kuat mulai tahun 1875, yakni
saat Khedive Ismail (1863–1879) membutuhkan uang sehubungan dengan
krisisnya keuangan Mesir. Khedive Ismail kemudian menjual sebagian besar
saham Mersir pada Terusan Suez kepada Inggris. Di samping itu, Mesir juga meminjam uang dari Inggris dan Prancis. Mesir karena tidak dapat membayar hutang-hutangnya maka Inggris dan Prancis masuk ke Mesir dan memberesi hutang-hutangnya. Dengan demikian, sejak tahun 1876, Inggris dan Prancis telah ikut campur dalam pemerintahan di Mesir. Adanya campur tangan Inggris dan Prancis dalam pemerintahan, khususnya pada saham-saham Terusan Suez menimbulkan kekecewaan yang kemudian muncul perlawanan rakyat.
terutama Inggris dan Prancis saling berlomba memperebutkan pengaruhnya
di Mesir. Pengaruh kekuasaan Inggris makin kuat mulai tahun 1875, yakni
saat Khedive Ismail (1863–1879) membutuhkan uang sehubungan dengan
krisisnya keuangan Mesir. Khedive Ismail kemudian menjual sebagian besar
saham Mersir pada Terusan Suez kepada Inggris. Di samping itu, Mesir juga meminjam uang dari Inggris dan Prancis. Mesir karena tidak dapat membayar hutang-hutangnya maka Inggris dan Prancis masuk ke Mesir dan memberesi hutang-hutangnya. Dengan demikian, sejak tahun 1876, Inggris dan Prancis telah ikut campur dalam pemerintahan di Mesir. Adanya campur tangan Inggris dan Prancis dalam pemerintahan, khususnya pada saham-saham Terusan Suez menimbulkan kekecewaan yang kemudian muncul perlawanan rakyat.
Kebangkitan nasional Mesir ditandai dengan adanya
pemberontakan Arabi Pasha (1881–1882). Mula-mula gerakan ini antiorang asing
(Inggris, Prancis dan Turki), tetapi akhirnya menjadi gerakan untuk menuntut
perubahan sistem pemerintahan. Gerakan Arabi ini timbul karena pengaruh
Jamaluddin al Afghani yang ketika itu mengajar di Mesir. Selain itu,
kebangkitan Mesir di pengaruhi gerakan wahabi yang menentang penjajahan Turki
mampu mempersatukan rakyat Mesir Dengan demikian, secara politik membangkitkan
tumbuhnya nasionalisme Mesir , revolusi prancis yang dibawa Napoleon saat menduduki Mesir
tahun 1798, gerakan pan arab Arab yang dipelopori oleh Amir Chetib Arslan yang
menganjurkan agar bangsa-bangsa Arab bersatu dan memperjuangkan kemerdekaan
bangsanya, dan munculnya kelompok intelektual yang berpaham modern . Perlawanan
rakyat yang dipimpin oleh Arabi Pasha ini sangat membahayakan kedudukan Inggris
dan Prancis di Mesir. Inggris akhirnya bertindak dan berhasil menumpas
pemberontakan Arabi Pasha.
Pada tanggal 7 Desember 1907 di laksanakan kongres
nasional di bawah pimpinan Mustafa Kamil. Kongres ini bertujuan membangun Mesir
secara liberal untuk mencapai kemerdekaan penuh. Meskipun Inggris berusaha
menindas gerakan ini, gerakan ini justru menjelma menjadi partai Wafd (utusan)
di pimpin Saad Zaghlul Pasha. Ketika
Perang Dunia I selesai, Partai Wafd menuntut Mesir sebagai negara merdeka dan ikut serta dalam konferensi perdamaian di Prancis. Inggris menolak, bahkan mengasingkan Zaghlul Pasha ke Malta. Kaum nasionalis Mesir
selanjutnya menuntut kemerdekaan penuh. Saad Zaghlul Pasha pun ditangkap dan
diasingkan ke Gibraltar.
Inggris yang tidak dapat menekan nasionalis Mesir,
terpaksa mengeluarkan pernyataan Unilateral (Unilateral Declaration)
pada tanggal 28 Februari
1922. Isi Uniteral Declaration:
1922. Isi Uniteral Declaration:
a)
Inggris mengakui kemerdekaan dan kedaulatan Mesir.
b)
Inggris berhak atas empat masalah pokok,seperti berikut:
c)
mempertahakan Terusan Suez;
d)
mempergunakan daerah militer untuk operasi militer;
e)
mempertahankan Mesir terhadap agresi bangsa lain;
f)
melindungi bangsa asing di Mesir dan kepentingannya.
Uniteral Declaration 1922
merupakan saat yang bersejarah bagi Mesir sebab sejak itu dunia internasional menganggap Mesir telah merdeka, meskipun belum penuh.
Sebaliknya, di pihak kaum nasionalis Mesir tetap menentangnya sebab Inggris
tetap berhak atas 6 masalah pokok tersebut di atas. Itulah sebabnya, kaum
nasionalisme Mesir terus
berjuang melawan Inggris untuk mencapai kemerdekaan penuh. Hal ini baru
terwujud setelah Perang Dunia II berakhir (Oktober 1954)
2. Libia
Libia merupakan negara terbesar keempat di Afrika.
Negara ini terletak di wilayah Afrika bagian Utara. Libia terbagi menjadi 3
wilayah terdiri atas Tripolitania, Fezzan, dan Cyrenaica. Sebagai negara yang
memiliki letak strategis karena berada di pesisir Laut Tengah, Libia
diperebutkan oleh negara-negara kuat. Sejak abad 2-19 berbagai bangsa silih
berganti menguasai Libia. Sejak tahun 1912, Libia di kuasai oleh Italia. Tujuan
Italia menguasai Libia adalah menguasai Laut Tengah sebagai usaha awal
mendirikan kekaisaran Romawi baru di Afrika. Untuk mewujudkan tujuan tersebut
Italia menggunakan cara kekerasan dan melebur wilayah Libia menjadi bagian dari
Italia. Italia juga memindahkan sekira tahun 1800 keluarga dari Italia ke
Libia. Akibat kebijakan tersebut penduduk Libia menderita. Semangat
nasionalisme bangsa Libia pun bangkit untuk melakukan perlawanan terhadap
Italia.
Gerakan nasionalisme Libia dipelopori oleh Raja Idris
El-Sanusi. Pada tahun 1916 Raja Idris El-Sanusi memimpin perjuangan rakyat
Libia melawan penjajahan Italia. Keberhasilan gerakan nasionalisme yang
dipimpinnya tercapai pada tahun 1949. Pada saat itu Idris El-Sanusi
mendeklarasikan Libia sebagai negara merdeka dan menetapkan Tripoli sebagai
ibukota negara. Libia selanjutnya berubah menjadi negara federal monarki yang
dipimpin Idris El-Sanusi sebagai kepala negara. Peristiwa ini terjadi seiring
kekalahan Italia pada Perang Dunia II. Idris El-Sanusi juga berperan dalam mempersatukan
wilayah Tripolitania, Fezzan, dan Cyrenaica menjadi Libia pada tahun 1949.
Pada tanggal 1 September 1969 pemerintahan monarki
Libia di bawah pimpinan Raja Idris El-Sanusi berakhir karena digulingkan oleh
kelompok militer pimpinan Muamar Qaddafi. Qaddafi selanjutnya mendeklarasikan
berdirinya Great Socialist People’s Libian Arab Jamahiriya. Qaddafi tampil
sebagai pimpinan tertinggi dinegara itu hingga tahun 2011.
3. Sudan
Sudan
merupakan negara terbesar di Afrika. Sebelum menjadi negara merdeka, Sudan
merupakan salah satu negara jajahan Inggris. Sebagai negara yang subur, Sudan
menjadi rebutan antara Mesir dan Inggris. Melihat negaranya diperebutkan oleh
bangsa asing, Muhammad Ahmad bin Abdullah berusaha membangkitkan semangat
nasionalisme bangsa Sudan. Ia selanjutnya mendirikan gerakan Imam Mahdi untuk
menyatukan seluruh umat di Sudan. Bersama para pengikutnya, Muhammad Ahmad bin
Abdullah berjuang mengusir bangsa Inggris dan Mesir dari Sudan. Pada tahun 1881
pasukan Muhammad Ahmad bin Abdullah berhasil mengalahkan pasukan musuh. Mereka
berhasil merebut sebagian besar Kota Kordofan, Darfur, dan al B ahr al Gazal.
Selanjutnya, pada tahun 1884 Sudan berhasil dikuasai oleh gerakan Imam Mahdi.
Akan tetapi, setelah Muhammad Ahmad bin Abdullah wafat pada tahun 1885, gerakan
Imam Mahdi di Sudan mulai melemah. Kondisi ini di manfaatkan Inggris untuk
berkuasa kembali di Sudan.
Sebagai
negara bekas jajahan Inggris, Sudah baru memperoleh kemerdekaan penuh pada
tanggal 1 Januari 1956. Proses pembangunan pemerintah di Sudan kurang berjalan
mulus karena dihiasi upaya kudeta oleh kalangan militer di negeri itu. Ketika
Sudan merdeka, Ismail Al-Azhari yang partainya telah memenangi pemilihan umum
terpilih menjadi presiden pertama Sudan. Akan tetapi, pemerintahah Azhari tidak
berlangsung lam karena militer Sudan yang dipimpin Jenderal Ibrahim Abboud
melancarkan kudeta dan menguasai pemerintahan sejak bulan November 1958 sampai
Oktober 1964. Selanjutnya, pemerintahan diserahkan kepada pemerintahan sipil
transisi yang dipimpin Perdana Menteri Al-Khatim Al-Khalifah.
Ketika
pemilihan umum kedua di selenggarakan pada bulan juni 1965, kondisi partai Umma
dan Partai Uni Nasional memimpin pemerintahan. Akan tetapi, militer Sudan di
bawah pimpinan Jenderal Jaafar Nimeiri kembali melancarkan kudeta pada tanggal
25 Mei 1969 dan membentuk pemerintahan Republik Demokratik Sudan. Pemerintahan
Nimeiri mampu bertahan cukup lama hingga 6 April 1985 ketika Nimeiri dikudeta
oleh militer di bawah pimpinan Letjen Abdul Rahman Swar Al-Dahab.
Berbagai
gejolak dalam perpolitikan di Sudan tersebut menyebabkan terbengkalainya urusan
membangun negara dan menyejahterakan rakyat. Oleh karena itu, rakyat di
sejumlah wilayah, terutama di wilayah selatan melakukan pemberontakan terhadap
pemerintah pusat. Akibat pemberontakan tersebut Sudan dilanda perang saudara.
Selanjutnya, pada tahun 2011 Sudan terpecah menjadi 2 negara, yaitu Sudan dan
Sudan Selatan.
4. Aljazair
Aljazair merupakan negara di Afrika Utara yang
sebagian besar wilayahnya dilalui Gurun Sahara. Sejak awal abad 17, Aljazair
menjadi wilayah kekuasaan Turki Ottoman. Selanjutnya, saat kekuasaan Turki
Ottoman mulai melemah pada abad 19 Aljazair diambil alih oleh Prancis. Selama
masa penjajahan Prancis, banyak warga Prancis, Italia, Spanyol, dan Malta
pindah ke Aljazair. Mereka memegang peranan penting di sektor ekonomi dan pemerintahan Aljazair. Kondisi ini pada akhirnya menimbulkan kecemburuan
sosial pada penduduk pribumi Aljazair. Nasionalisme bangsa Aljazair pun
bangkit. Mereka mulai menuntut status yang sama dengan warga Prancis, termasuk
hak suara dalam pemerintahan. Selanjutnya, pada tanggal 1 November 1954 muncul
organisasi Front Pembebasan Nasional yang menuntut kemerdekaan penuh bagi
Aljazair.
Sejak tahun 1954 para pejuang Front Pembebasan
Nasional melancarkan perang gerilya terhadap Prancis. Kelompok pejuang dipimpin
oleh Ahmed Ben Bella. Setelah hampir 10 tahun berperang, para pejuang Front
Pembebasan Nasional berhasil memaksa Prancis keluar dari Aljazair. Pada tahun
1962 Aljazair berhasil memperoleh pengakuan kedaulatan dari Prancis.
Selanjutnya, pada tanggal 25 September 1962 Ferhat Abbas terpilih menjadi
presiden Aljazair dan Ahmed Ben Bella sebagai perdana menteri. Indonesia
memiliki peranan penting dalam kemerdekaan Aljazair. Pada tahun 1955 Presiden
Soekarno mengundang para pemimpin Aljazair untuk mengikuti KTT Asia Afrika di
Bandung. Peristiwa ini menjadi tonggak sejarah perjuangan kemerdekaan Aljazair
melawan kolonialisasi Prancis. Berkat forum internasional yang di gagas
Soekarno, nama Aljazair pertama kali di kenal dunia internasional dan akhirnya
memperoleh kemerdekaan pada tahun 1962.