Sejarah Operasi Trikora - Operasi Trikora, juga disebut Pembebasan Irian Barat, adalah konflik 2 tahun yang
dilancarkan Indonesia untuk
menggabungkan wilayah Papua
bagian barat. Pada tanggal 19 Desember 1961, Soekarno (Presiden
Indonesia) mengumumkan pelaksanaan Trikora di
Alun-alun Utara Yogyakarta. Soekarno juga membentuk Komando Mandala. Mayor
Jenderal Soeharto diangkat sebagai panglima.
Tugas komando ini adalah merencanakan, mempersiapkan, dan menyelenggarakan operasi militer untuk
menggabungkan Papua bagian barat dengan Indonesia.
Sejarah Operasi Trikora |
A. Sejarah
Operasi Trikora
Ketika Indonesia memproklamasikan
kemerdekaannya pada 17
Agustus 1945, Indonesia mengklaim seluruh wilayah Hindia Belanda, termasuk wilayah
barat Pulau Papua. Namun demikian, pihak Belanda menganggap
wilayah itu masih menjadi salah satu provinsi Kerajaan
Belanda. Pemerintah Belanda kemudian memulai persiapan untuk menjadikan Papua
negara merdeka selambat-lambatnya pada tahun 1970-an.
Namun pemerintah Indonesia menentang hal ini dan Papua menjadi daerah yang
diperebutkan antara Indonesia dan Belanda. Hal ini kemudian dibicarakan dalam
beberapa pertemuan dan dalam berbagai forum internasional. DalamKonferensi
Meja Bundar tahun 1949, Belanda dan Indonesia tidak berhasil mencapai
keputusan mengenai Papua bagian barat, namun setuju bahwa hal ini akan
dibicarakan kembali dalam jangka waktu 1 tahun.
Pada bulan Desember 1950, PBB memutuskan
bahwa Papua bagian barat memiliki hak merdeka sesuai dengan pasal 73e Piagam PBB. Karena Indonesia mengklaim Papua bagian barat sebagai
daerahnya, Belanda mengundang Indonesia ke Mahkamah Internasional untuk
menyelesaikan masalah ini, namun Indonesia menolak. Setelah Indonesia beberapa
kali menyerang Papua bagian barat, Belanda mempercepat program pendidikan di
Papua bagian barat untuk persiapan kemerdekaan. Hasilnya antara lain adalah
sebuah akademi angkatan laut yang berdiri pada 1956 dan tentara Papua pada 1957.
Sebagai kelanjutan, pada 17
Agustus 1956 Indonesia
membentuk Provinsi Irian Barat dengan ibukota di Soasiu yang
berada di Pulau Tidore, dengan gubernur pertamanya, Zainal Abidin Syah yang dilantik
pada tanggal 23 September 1956.
Pada tanggal 6 Maret 1959,
harian New York Times melaporkan
penemuan emas oleh
pemerintah Belanda di dekat laut
Arafura. Pada tahun 1960, Freeport Sulphur menandatangani
perjanjian dengan Perserikatan Perusahaan Borneo Timur untuk mendirikan tambang tembaga di Timika,
namun tidak menyebut kandungan emas ataupun tembaga.
B. Perjuangan
Melalui Diplomasi
1. Upaya
Perundingan dengan Belanda
Menurut
ketentuan Konferensi Meja Bundar ( KMB ), masalah Irian Barat ditunda
penyelesaiannya setahun kemudian. Oleh karena itu, pada waktu berlangsung
upacara pengakuan kedaulatan, wilayah Irian barat tidak termasuk sebagai daerah
RIS. Berdasarkan keputusan KMB, semestinya pada akhir tahun 1950 sudah ada
upaya Belanda untuk mengembalikan Irian Barat kepada pihak Indonesia. Akan
tetapi, tampaknya keputusan KMB yang berkaitan dengan Irian Barat tidak
berjalan lancar. Belanda tampak ingin tetap mempertahankan Irian Barat. Oleh
karena itulah, Indonesia berusaha mengembalikan Irian Barat melalui upaya
diplomasi dan berunding langsung dengan Belanda.
Beberapa
kabinet pada masa demokrasi liberal juga memiliki program pengembalian Irian
Barat ke pangkuan Republik Indonesia. Setiap kabinet mencoba melakukan
perundingan dengan Belanda. Perundingan itu misalnya pada masa Kabinet Natsir,
Sukiman, Ali Sastroamidjojo dan Burhanuddin Harahap. Bahkan pada masa Kabinet
Burhanudin Harahap diadakan pertemuan antara Menteri Luar Negeri Anak Agung dan
Luns di Den Haag. Akan tetapiperundingan-perundingan itu tidak berhasil
mengembalikan Irian Barat.
2. Upaya
Diplomasi melalui PBB
Sejak tahun 1953 usaha melalui forum
PBB dilakukan oleh Indonesia. Masalah Irian barat setiap tahun selalu diusulkan
untuk dibahas dalam Sidang Umum PBB. Sampai dengan Desember 1957, usaha malalui
forum PBB itu juga tidak berhasil. Sebabnya dalam pemungutan suara, pendukung
Indonesia tidak mancapai 2/3 jumlah suara di Sidang Umum PBB.
C. Perjuangan Melalui Konfrontasi
1. Konfrontasi
Ekonomi
Pada waktu perjuangan pengembalian
Irian Barat melalui Sidang Umum PBB pada tahun 1957, Menteri Luar Negeri
Indonesia, Subandrio menyatakan akan menempuh jalan lain. Jalan lain yang
dimaksud Subandrio memang bukan senjata tetapi berupa konfrontasi ekonomi. Tanggal
18 Nopember 1957 diadakan gerakan pembebasan Irian Barat dengan melakukan rapat
umum di Jakarta. Rapat umum itu diikuti dengan pemogokan total oleh kaum buruh
yang bekerja di perusahaan-perusahaan Belanda pada tanggal 2 Desember 1957.
Setelah itu terjadilah serentetatn
pengambilalihan ( nasionalisasi ) modal dan berbagai perusahaan milik Belanda.
Pengambilalihan tersebut semula dilakukan spontan oleh rakyat. Akan tetapi,
kemudian diatur dengan Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 1958. Pada
tanggal 27 Desember 1958, presiden Soekarno mengeluarkan UU nomor 86 tahun 1958
tentang nasionalisasi semua perusahaan Belanda di Indonesia.
Perusahaan-perusahaan
yang dinasionalisasi seperti:
1. Perusahaan
Perkebunan
2. Netherlansche
Handels Mattscapij
3. Perusahaan
Listrik
4. Perusahaan
Perminyakan
5. Rumah
Sakit (CBZ) manjadi RSCM
Dan
kebijakan-kebijakan lain seperti:
1. Memindahkan
pesar pelelangan tembakau Indonesia ke Bremen (Jerman Barat)
2. Aksi
mogok buruh perusahaan Belanda di Indonesia
3. Melarang KLM (maskapai
penerbangan Belanda) melintas di wilayah Indonesia
4. Melarang
pemutaran film-film berbahasa
Belanda
Untuk
meningkatkan gerakan dan memperkuat persatuan rakyat Indonesia tanggal 10
Februari 1958 permerintah membentuk Front Nasional Pembebasan Irian Barat.
2.
Konfrontasi Politik
Di
samping melalui konfrontasi ekonomi, pemerintah RI juga melakukan konfrontasi
politik. Pada tahun 1956 secara sepihak Indonesia membatalkan hasil KMB yang
dikukuhkan dalam UU No 13 tahun 1956. Kemudian untuk mengesahkan kekuasaannya
atas Irian Barat, maka pada tanggal 17 Agustus 1956 pemerintah Indonesia
membentuk Provinsi Irian Barat dengan ibukotanya Soa Siu. Wilayahnya meliputi
wilayah yang diduduki Belanda serta daerah Tidore, Oba, Weda, Patani, dan
Wasile. Gubernurnya yang pertama adalah Zainal Abidin Syah. Selanjutnya
dibentuk Partai Persatuan Cenderawasih dengan tujuan untuk dapat segera menggabungkan
wilayah Irian Barat ke dalam RI.
Pada
tanggal 4 Januari 1958 pemerintah membentuk Front Nasional Pembebasan Irian
Barat (FNPIB). Tujuannya untuk mengerahkan massa dalam upaya pembebasan Irian
Barat. Ketegangan Indonesia-Belanda makin memuncak ketika Indonesia memutuskan
hubungan diplomatik dengan Belanda pada tanggal 17 Agustus 1960. Indonesia
mendekati negara-negara seperti India, Pakistan, Australia, Selandia Baru, Thailand,
Britania Raya, Jerman, dan Perancis agar mereka tidak memberi dukungan kepada
Belanda jika pecah perang antara Indonesia dan Belanda. Dalam Sidang Umum PBB
tahun 1961, Sekjen PBB U Thant meminta Ellsworth Bunker, diplomat dari Amerika
Serikat, untuk mengajukan usul tentang penyelesaian masalah status Papua bagian
barat. Bunker mengusulkan agar Belanda menyerahkan Papua bagian barat kepada
Indonesia melalui PBB dalam jangka waktu 2 tahun.
3. Konfrontasi
Militer
Indonesia mulai mencari bantuan senjata dari
luar negeri menjelang terjadinya konflik antara Indonesia dan Belanda.
Indonesia mencoba meminta bantuan dari Amerika Serikat, namun gagal. Akhirnya,
pada bulan Desember 1960, Jendral A. H. Nasution pergi ke Moskwa, Uni Soviet, dan akhirnya berhasil
mengadakan perjanjian jual-beli senjata dengan pemerintah Uni Soviet senilai
2,5 miliar dollar Amerika dengan
persyaratan pembayaran jangka panjang. Setelah pembelian ini, TNI mengklaim
bahwa Indonesia memiliki angkatan udara terkuat di belahan bumi selatan. Amerika Serikat tidak mendukung penyerahan Papua
bagian barat ke Indonesia karena Bureau
of European Affairs di Washington,
DC menganggap hal ini akan
"menggantikan penjajahan oleh kulit putih dengan penjajahan oleh kulit
coklat". Tapi pada bulan April 1961,
Robert Komer dan Mc George Bundy mulai mempersiapkan rencana agar PBB memberi
kesan bahwa penyerahan kepada Indonesia terjadi secara legal. Walaupun ragu,
presiden John F.
Kennedy akhirnya mendukung hal ini karena
iklim Perang Dingin saat itu dan
kekhawatiran bahwa Indonesia akan meminta pertolongan pihak komunis Soviet bila tidak mendapat
dukungan AS. Indonesia membeli berbagai macam peralatan militer, antara lain 41 Helikopter MI-4 (angkutan
ringan), 9 Helikopter MI-6 (angkutan
berat), 30 pesawat jet MiG-15, 49 pesawat buru sergap MiG-17, 10 pesawat buru sergap MiG-19, 20 pesawat
pemburu supersonik MiG-21, 12 kapal
selam kelas Whiskey, puluhan
korvet, dan 1 buah Kapal
penjelajah kelas Sverdlov (yang
diberi nama sesuai dengan wilayah target operasi, yaitu KRI Irian). Dari jenis pesawat
pengebom, terdapat sejumlah 22 pesawat pembom ringan Ilyushin Il-28, 14 pesawat pembom jarak
jauh TU-16, dan 12 pesawat TU-16
versi maritim yang dilengkapi dengan persenjataan peluru kendali anti kapal (rudal) air to surface jenis AS-1 Kennel. Sementara dari jenis
pesawat angkut terdapat 26 pesawat angkut ringan jenis IL-14 dan AQvia-14, 6 pesawat angkut berat
jenis Antonov An-12B buatan Uni Soviet dan 10 pesawat angkut berat
jenis C-130 Hercules buatan Amerika Serikat.
D. Tri Komando Rakyat (Trikora)
Berbagai cara dan usaha Indonesia
untuk membebaskan Irian Barat belum menunjukan hasil yang nyata. Belanda makin
bersikap keras dan tidak mau mengalah. Bahkan, Belanda kemudian menyatakan
bahwa Irian Barat merupakan wilayah Belanda sebagai bagian dari Nederlands.
Oleh belanda, Irian Barat disebut dengan Nederlans-Nieuw Gunea. Menghadapai
kenyataan bahwa berbagai cara yang ditempuh belum berhasil maka Indonesia
maningkatkan konfrontasi di segala bidang. Tanggal 17 Agustus 1960 Indonesia
memutuskan hubungan diplomatik dengan belanda.
Perjuangan pembebesan Irian Barat
selanjutnya diarahkan dengan cara militer.Untuk menghadapi konfrontasi,
pemerintahan melakukan perjanjian pembelian senjata dari luar negeri, seperti
dengan Uni soviet. Selain itu, Indonesia juga mencari dukungan dengan negara-negara
lain. Melihat aksi Indonesia,Belanda tidak tinggal diam, Bulan April 1961
Belanda membentuk Dewan Papua. Dewan ini akan menyelenggarakan penentuan nasib
sendiri bagi rakyat Irian Barat.
Bahkan lebih lanjut, Belanda
menunjukkan keberanian dan kekuatannya dengan melakukan langkah-langkah sebagai
berikut :
a. Membentuk Negara Boneka Papua dengan
lagu dan bendera Papua.
b. Mendatangkan bantuan dan mengirimkan
pasukan dengan kapal perangnya ke perairan Irian, antara lain kapal Karel
Doorman.
c. Memperkuat angkatan perang Belanda
di Irian Barat.
Dengan kenyataan itu, perjuangan
pembebasan Irian Barat secara militer tampaknya tidak mungkin dihindarkan.
Usaha-usaha
Pemerintah Indonesia untuk mencari penyelesaian dimeja perundingan, baik dalam
ikatan Uni Indonesia-Belanda maupun melalui PBB tidak berhasil, sebab Belanda
ingin tetap menguasai Irian.
Setelah usaha-usaha secara
damai itu gagal, Pemerintah mulai menempuh jalan konfrontasi. Dalam tahun 1957
dibentuk Fron Nasional pembebasan Irian Barat. Dalam tahun itu pula
perusahaan-perusahaan milik Belanda diambil alih. sejak tahun 1960 hubungan
diplomatik dengan Belanda diputuskan, pada tanggal 19 Desember 1961 Presiden
Soekarno merencanakan Tri Komando Rakyat (Trikora) yang ada pada pokoknya
berisi seruan untuk membebaskan Irian. Untuk meningkatkan perjuangan, Dewan
Pertahanan Nasional merumuskan Tri Komando Rakyat (TRIKORA) yang telah
direncanakan, yang dibacakan Presiden Soekarno tanggal 19 Desember 1961 di
Yogyakarta.
Berikut
ini isi lengkap Trikora.
Sebagai
tindak lanjut dari Trikora, pemerintah mengambil langkah-langkah berikut.
1)
Membentuk
Provinsi Irian Barat gaya baru dengan ibukota Kota Baru.
2)
Membentuk
Komando Mandala Pembebasan Irian Barat pada tanggal 13 Januari 1962. Sebagai
Panglima Komando Mandala ditunjuk Mayjen Soeharto. Markasnya berada di Makasar.
E.
Operasi Militer dibawah Komando Mandala
Sebagai tindak lanjut program
TRIKORA,Presiden Soekarno membentuk Mandala pembebasan Irian Barat. Yang
dibentuk pada tanggal 2 Januari 1962 yang dipimpin oleh Mayor Jendral Soeharto.Pusat
dari Komanda Mandala berada di Ujung Pandang untuk melaksankan Trikora.
Tugas
Komando Mandala adalah sebgai berikut.
·
Menyelenggarakan
operasi militer untuk membebaskan Irian Barat.
·
Menggunakan
segenap kekuatan dalam lingkungan Republik Indonesia untuk membebaskan Irian
Barat.
Untuk melaksanakan tugas itu, Komando
Mandala melakukan langkah-langkah berikut:
a.
Merencanakan,mempersiapkan
dan melaksanakan operasi militer untuk membebaskan Irian Barat
b.
Mengembangkan
situasi militer di wilayah Provinsi Irian Barat sesuai dengan taraf perjuangan
di bidang diplomasi dan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya di wilayah
Provinsi Irian Barat dapat secara de
facto diciptakan daerah bebas atau ada unsur kekuasaan /pemerintahan daerah
Republik Indonesia.
Dalam rangka mempersiapkan operasi
militer. Komando Mandala telah tahapan perjuangan.Pada bulan Maret sampai
Agustus 1962 telah dimulai pendaratan pasukan ABRI dan sukarelawan dari laut
& udara, dengan mendaratkan pasukan ditempatnya,misalnya:
a.
Operasi
Banteng di Fak-Fak Dan Kaimana
b.
Operasi
Srigala di Sorong dan Teminabiuan
c.
Operasi
Naga di Merauke
d.
Operasi
Jatayu di Sorong,Kaimana,dan Merauke
Pada tahapan persiapan dan infiltrasi
telah terjadi insiden pertempuran di Laut Aru pada tanggal 15 Januari 1962.Pada
waktu itu kapal RI motor terpedo boat Macan Tutul yang sedang patroli diserang
oleh Belanda.Terjadilah pertempuran akan tetapi kapal RI Macan Tutul terbakar
dan tenggelam. Dalam insiden ini meninggalah Komodor Yos Sudarso dan Kapten
Laut Wiratno
Gerakan infiltrasi terus dilakukan.Pasukan mulai mendarat dan menguasai beberapa daerah di Irian Barat. Berikut para sukarelawan dan sukarelawati. Bendera merah putih mulai dipancangkan di berbagai daerah.
Gerakan infiltrasi terus dilakukan.Pasukan mulai mendarat dan menguasai beberapa daerah di Irian Barat. Berikut para sukarelawan dan sukarelawati. Bendera merah putih mulai dipancangkan di berbagai daerah.
Sebelum Komando Mandala melakukan
operasi sudah dilakukan penyusupan ke Irian Barat. Pada tanggal 15 Januari 1962
ketika waktu menunjukkan pukul 21.15 di angkasa terlihat dua buah pesawat
terbang pada ketinggian 3000 kaki melintasi formasi patroli ALRI. Diperkirakan
pesawat tersebut adalah milik Belanda jenis Neptune dan Firefly. Waktu itu
terlihat juga dua buah kapal perusak yang sedang melepaskan tembakan ke arah
kapal Motor Torpedo Boat (MTB) yang di situ turut pula para pejabat tinggi dari
Markas Besar Angkatan Laut yaitu Komodor Yos Sudarso. Dalam insiden di Laut Aru
tersebut Kepala Staf Angkatan Laut, Laksamana Pertama (Komodor) Yos Sudarso,
bersama Komandan KRI Macan Tutul, Kapten (Laut) Wiratno, dan beberapa prajurit
TNI-AL gugur sebagai pahlawan. Sebelum gugur Komodor Yos Sudarso sempat
mengucapkan pesan terakhir “ Kobarkan Semangat Pertempuran.”
Adapun operasi-operasi yang
direncanakan Komando Mandala di Irian Barat dibagi dalam tiga fase, yakni
sebagai berikut.
1)
Fase Infiltrasi (sampai akhir 1962)
Memasukkan 10 kompi ke sekitar
sasaran- sasaran tertentu untuk menciptakan daerah bebas de facto.
Kesatuan-kesatuan ini harus dapat mengembangkan penguasaan wilayah dengan
membawa serta rakyat Irian Barat dalam perjuangan fisik untuk membebaskan
wilayah tersebut.
2)
Fase Eksploitasi (mulai awal 1963)
Mengadakan serangan terbuka terhadap
induk militer lawan, menduduki semua pos pertahanan musuh yang penting.
3)
Fase Konsolidasi (awal 1964)
Menegakkan kekuasaan Republik Indonesia secara mutlak di
seluruh Irian Barat.
Selanjutnya antara bulan Maret sampai Agustus 1962 Komando
Mandala melakukan operasi-operasi pendaratan baik melalui laut maupun udara.
Beberapa operasi tersebut adalah Operasi Banteng di Fak-Fak dan Kaimana.
Operasi Srigala di sekitar Sorong dan Teminabuan, Operasi Naga di Merauke,
serta Operasi Jatayu di Sorong, Kaimana, dan Merauke. Selain itu juga
direncanakan serangan terbuka merebut Irian Barat dengan Operasi Jayawijaya.
E.
Konflik Bersenjata
Soekarno membentuk Komando Mandala,
dengan Mayjen Soeharto sebagai Panglima Komando. Tugas komando Mandala adalah
untuk merencanakan, mempersiapkan, dan menyelenggarakan operasi militer untuk
menggabungkan Papua bagian barat dengan Indonesia. Belanda mengirimkan kapal
induk Hr. Ms. Karel Doorman ke Papua bagian barat. Angkatan Laut
Belanda (Koninklijke Marine) menjadi tulang punggung pertahanan di
perairan Papua bagian barat, dan sampai tahun 1950,
unsur-unsur pertahanan Papua Barat terdiri dari:
§ Koninklijke
Marine (Angkatan
Laut Kerajaan Belanda)
§ Korps
Mariniers
§ Marine
Luchtvaartdienst
Keadaan ini berubah sejak tahun 1958,
di mana kekuatan militer Belanda terus bertambah dengan kesatuan dari Koninklijke Landmacht (Angkatan Darat Belanda) dan Marine Luchtvaartdienst. Selain
itu, batalyon infantri 6 Angkatan
Darat merupakan bagian dari Resimen Infantri Oranje
Gelderland yang terdiri dari 3 batalyon yang ditempatkan di Sorong, Fakfak, Merauke, Kaimana dan Teminabuan.
F. Operasi-operasi
Indonesia
Sebuah operasi rahasia dijalankan
untuk menyusupkan sukarelawan ke Papua bagian barat. Walaupun Trikora telah
dikeluarkan, namun misi itu dilaksanakan sendiri-sendiri dalam misi tertentu
dan bukan dalam operasi bangunan.
Hampir semua kekuatan yang dilibatkan dalam Operasi Trikora sama sekali belum siap, bahkan semua kekuatan udara masih tetap di PulauJawa. Walaupun begitu, TNI Angkatan Darat lebih dulu melakukan penyusupan sukarelawan, dengan meminta bantuan TNI Angkatan Laut untuk mengangkut pasukannya menuju pantai Papua bagian barat, dan juga meminta bantuan TNI Angkatan Udara untuk mengirim 2 pesawat Hercules untuk mengangkut pasukan menuju target yang ditentukan oleh TNI AL.
Hampir semua kekuatan yang dilibatkan dalam Operasi Trikora sama sekali belum siap, bahkan semua kekuatan udara masih tetap di PulauJawa. Walaupun begitu, TNI Angkatan Darat lebih dulu melakukan penyusupan sukarelawan, dengan meminta bantuan TNI Angkatan Laut untuk mengangkut pasukannya menuju pantai Papua bagian barat, dan juga meminta bantuan TNI Angkatan Udara untuk mengirim 2 pesawat Hercules untuk mengangkut pasukan menuju target yang ditentukan oleh TNI AL.
Misi itu sangat rahasia, sehingga
hanya ada beberapa petinggi di markas besar TNI AU yang mengetahui tentang misi
ini. Walaupun misi ini sebenarnya tidaklah rumit, TNI AU hanya bertugas untuk
mengangkut pasukan dengan pesawat Hercules, hal lainnya tidak menjadi tanggung
jawab TNI AU.
Kepolisian Republik Indonesia juga menyiapkan pasukan Brigade Mobil yang tersusun dalam beberapa resimen tim pertempuran (RTP). Beberapa RTP Brimob ini digelar di kepulauan Ambon sebagai persiapan menyerbu ke Papua bagian barat. Sementara itu Resimen Pelopor (unit parakomando Brimob) yang dipimpin Inspektur Tingkat I Anton Soedjarwo disiagakan di Pulau Gorom. Satu tim Menpor kemudian berhasil menyusup ke Papua bagian barat melalui laut dengan mendarat di Fakfak. Tim Menpor ini terus masuk jauh ke pedalaman Papua bagian barat melakukan sabotase dan penghancuran objek-objek vital milik Belanda.
Kepolisian Republik Indonesia juga menyiapkan pasukan Brigade Mobil yang tersusun dalam beberapa resimen tim pertempuran (RTP). Beberapa RTP Brimob ini digelar di kepulauan Ambon sebagai persiapan menyerbu ke Papua bagian barat. Sementara itu Resimen Pelopor (unit parakomando Brimob) yang dipimpin Inspektur Tingkat I Anton Soedjarwo disiagakan di Pulau Gorom. Satu tim Menpor kemudian berhasil menyusup ke Papua bagian barat melalui laut dengan mendarat di Fakfak. Tim Menpor ini terus masuk jauh ke pedalaman Papua bagian barat melakukan sabotase dan penghancuran objek-objek vital milik Belanda.
Pada tanggal 12 Januari 1962, pasukan berhasil didaratkan di
Letfuan. Pesawat Hercules kembali ke pangkalan. Namun, pada tanggal 18 Januari 1962, pimpinan angkatan lain melapor
ke Soekarno bahwa karena tidak ada perlindungan dari TNI AU, sebuah operasi
menjadi gagal.
1. Pertempuran
Laut Aru
Pertempuran
Laut Aru pecah pada tanggal 15
Januari 1962, ketika 3 kapal
milik Indonesia yaituKRI Macan
Kumbang, KRI Macan Tutul yang membawa Komodor Yos Sudarso, dan KRI Harimauyang dinaiki Kolonel Sudomo, Kolonel Mursyid, dan Kapten
Tondomulyo, berpatroli pada posisi 4°49' LS dan 135°02' BT. Menjelang pukul 21:00 WIT, Kolonel Mursyid melihat tanda di radarbahwa di depan lintasan 3 kapal
itu, terdapat 2 kapal di sebelah kanan dan sebelah kiri. Tanda itu tidak
bergerak, dimana berarti kapal itu sedang berhenti. Ketika 3 KRI melanjutkan
laju mereka, tiba-tiba suara pesawat jenis Neptune yang sedang mendekat terdengar
dan menghujani KRI itu dengan bom dan peluru yang tergantung pada parasut.
Pertempuran Laut Aru |
Kapal Belanda menembakan tembakan
peringatan yang jatuh di dekat KRI Harimau. Kolonel Sudomo memerintahkan untuk
memberikan tembakan balasan, namun tidak mengenai sasaran. Akhirnya, Yos
Sudarso memerintahkan untuk mundur, namun kendali KRI Macan Tutul macet,
sehingga kapal itu terus membelok ke kanan. Kapal Belanda mengira
itu merupakan manuver berputar untuk menyerang, sehingga kapal itu langsung
menembaki KRI Macan Tutul. Komodor Yos Sudarso gugur pada pertempuran ini
setelah menyerukan pesan terakhirnya yang terkenal,"Kobarkan semangat
pertempuran".
2. Operasi
Penerjunan Penerbang Indonesia
Pasukan Indonesia di bawah pimpinan
Mayjen Soeharto melakukan operasi infiltrasi udara dengan menerjunkan penerbang
menembus radar Belanda. Mereka diterjunkan di daerah pedalaman Papua bagian
barat. Penerjunan tersebut menggunakan pesawat angkut Indonesia, namun operasi
ini hanya mengandalkan faktor pendadakan, sehingga operasi ini dilakukan pada malam
hari. Penerjunan itu pada awalnya dilaksanakan dengan menggunakan pesawat
angkut ringan C-47 Dakota yang kapasitas 18 penerjun, namun karena keterbatasan
kemampuannya, penerjunan itu dapat dicegat oleh pesawat pemburu Neptune
Belanda.
Pada tanggal 19 Mei 1962, sekitar 81 penerjun payung
terbang dari Bandar Udara
Pattimura, Ambon, dengan menaiki
pesawat Hercules menuju daerah sekitar Kota Teminabuan untuk melakukan
penerjunan. Saat persiapan keberangkatan, komandan pasukan menyampaikan bahwa
mereka akan diterjunkan di sebuah perkebunan teh, selain itu juga disampaikan
sandi-sandi panggilan, kode pengenal teman, dan lokasi titik kumpul, lalu
mengadakan pemeriksaan kelengkapan perlengkapan anggotanya sebelum masuk ke
pesawat Hercules. Pada pukul 03:30 WIT, pesawat Hercules yang dikemudikan Mayor
Udara T.Z. Abidin terbang menuju daerah Teminabuan.
Dalam waktu tidak lebih dari 1 menit, proses pendaratan 81 penerjun
payung selesai dan pesawat Hercules segera meninggalkan daerah Teminabuan.
Keempat mesin Allison T56A-15 C-130B Hercules terbang menanjak untuk mencapai
ketinggian yang tidak dapat dicapai oleh pesawat Neptune milik Belanda.
TNI Angkatan Laut kemudian mempersiapkan Operasi Jayawijaya yang merupakan operasi amfibi terbesar dalam sejarah operasi militer Indonesia. Lebih dari 100 kapal perang dan 16.000 prajurit disiapkan dalam operasi tersebut.
TNI Angkatan Laut kemudian mempersiapkan Operasi Jayawijaya yang merupakan operasi amfibi terbesar dalam sejarah operasi militer Indonesia. Lebih dari 100 kapal perang dan 16.000 prajurit disiapkan dalam operasi tersebut.
G.
Akhir Dari Konflik
Karena kekhawatiran bahwa pihak
komunis akan mengambil keuntungan dalam konfik ini, Amerika Serikat mendesak
Belanda untuk berunding dengan Indonesia. Karena usaha ini, tercapailah
persetujuan New York pada tanggal 15 Agustus 1962. Pemerintah Australia yang awalnya mendukung kemerdekaan
Papua, juga mengubah pendiriannya, dan mendukung penggabungan dengan Indonesia
atas desakan AS.
1.
Rencana Bunker
Melihat
pasukan Indonesia itu, Belanda mulai khawatir dan kewalahan. Dunia
Internasional mangetahui dan mulai khawatir Amerika Serikat mulai menekan
Belanda agar mau berunding. Ellswoth Bunker, seorang diplomat AS ditunjuk
sebagai penengah. Bunker selanjutnya mengusulka pokok-pokok penyelesaian
masalah Irian Barat secara damai. Pokok-pokok usulan Bunker itu, antara lain
berisi sebagai berikut.
a. Belanda akan menyerahkan Irian Barat
kepada Indonesia melalui badan PBB, yakni UNTEA(United Nations Temporary
Executive Authority)
b. Pemberian hak bagi rakyat Irian Barat
untuk menentukan pendapat tentang kedudukan Irian Barat.
c. Pelaksanaan penyelesaian masalah Irian
Barat akan selesai dalam jangka waktu dua tahun
d. Guna menghindari bentrokan fisik
antara pihak yang bersengketa, diadakan peralihan di bawah pengwasan PBB selama
satu tahun
Pokok tersebut
dikenal dengan Rencana Bunker. Berdasarkan Rencana tersebut maka pada tanggal
15 Agustus 1962 tercapailah persetujuan antara indonesia dan belanda yang dikenal
dengan Persetujuan New York.
2.
Persetujuan New York
Pada tanggal 15 Agustus 1962, perundingan antara Indonesia dan
Belanda dilaksanakan di Markas Besar PBB di New
York. Pada perundingan itu, Indonesia diwakili oleh Soebandrio, dan Belanda diwakili oleh Jan Herman van Roijen dan C.W.A.
Schurmann. Isi dari Persetujuan New
York adalah:
§ Belanda
akan menyerahkan pemerintahan Papua bagian barat kepada United Nations
Temporary Executive Authority (UNTEA), yang didirikan oleh Sekretaris Jenderal
PBB. UNTEA kemudian akan menyerahkan pemerintahan kepada Indonesia.
§ Bendera
PBB akan dikibarkan selama masa peralihan.
§ Pengibaran
bendera Indonesia dan Belanda akan diatur oleh perjanjian antara Sekretaris
Jenderal PBB dan masing-masing pemerintah.
§ UNTEA
akan membantu polisi Papua dalam menangani keamanan. Tentara Belanda dan
Indonesia berada di bawah Sekjen PBB dalam masa peralihan.
§ Indonesia,
dengan bantuan PBB, akan memberikan kesempatan bagi penduduk Papua bagian barat
untuk mengambil keputusan secara bebas melalui
1. Musyawarah
dengan perwakilan penduduk Papua bagian barat
2. Penetapan
tanggal penentuan pendapat
3. Perumusan
pertanyaan dalam penentuan pendapat mengenai kehendak penduduk Papua untuk
§ tetap
bergabung dengan Indonesia; atau
§ memisahkan
diri dari Indonesia
4. Hak
semua penduduk dewasa, laki-laki dan perempuan,
untuk ikut serta dalam penentuan pendapat yang akan diadakan sesuai dengan
standar internasional
§ Penentuan
pendapat akan diadakan sebelum akhir tahun 1969.
Pada tanggal 1 Mei 1963, UNTEA menyerahkan pemerintahan
Papua bagian barat kepada Indonesia. Ibukota Hollandia dinamai Kota Baru, dan pada 5 September 1963, Papua bagian barat dinyatakan
sebagai "daerah karantina". Pemerintah Indonesia membubarkan Dewan
Papua dan melarang bendera Papua dan lagu kebangsaan Papua. Keputusan ini
ditentang oleh banyak pihak di Papua, dan melahirkan Organisasi Papua Merdeka (OPM) pada 1965.
Untuk meredam gerakan ini, dilaporkan bahwa pemerintah Indonesia melakukan
berbagai tindakan pembunuhan, penahanan, penyiksaan, dan pemboman udara.
Menurut Amnesty International,
lebih dari 100.000 orang Papua telah tewas dalam kekerasan ini. OPM sendiri
juga memiliki tentara dan telah melakukan berbagai tindakan kekerasan.
Setelah perundingan di New
York,datanglah pemerintah untuk tembak-menembak antara kedua pihak.Dengan
demikian Operasi Jayawijwya batal dilancarkan. Sebagai pelaksanaan isi
perjanjian new york secara resmi belanda menyerahkan irian baratkepada UNTEA.
Pada tanggal 1 mei 1963 PBB menyerahkan Irian Barat kepada Indonesia.
Penyerahan Itu dengan syarat pemerintah Indonesia mengadakan pungutan pendapat
rakyat. Dengan damikian, Berakhiralah kekuasaan Belanda di Indonesia.Dan
kemudian Irian Barat diganti menjadi menjadi Irian Jaya dan bergabung dengan
Republik Indonesia
3. Penentuan
Pendapat Rakyat
Pada tahun 1969, diselenggarakan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) yang diatur oleh Jenderal Sarwo Edhi Wibowo. Menurut anggota OPM
Moses Werror, beberapa minggu sebelum Pepera, angkatan bersenjata Indonesia
menangkap para pemimpin rakyat Papua dan mencoba membujuk mereka dengan cara
sogokan dan ancaman untuk memilih penggabungan dengan Indonesia.
Pepera ini disaksikan oleh dua utusan PBB, namun mereka meninggalkan Papua setelah 200 suara (dari 1054) untuk
integrasi. Hasil PEPERA adalah
Papua bergabung dengan Indonesia, namun keputusan ini dicurigai oleh Organisasi
Papua Merdeka dan berbagai pengamat independen lainnya. Walaupun demikian,
Amerika Serikat, yang tidak ingin Indonesia bergabung dengan pihak komunis Uni Soviet, mendukung hasil ini, dan
Papua bagian barat menjadi provinsi ke-26 Indonesia, dengan nama Irian Jaya.
4. Setelah
Penggabungan
Setelah
Papua bagian barat digabungkan dengan Indonesia sebagai Irian Jaya, Indonesia
mengambil posisi sebagai berikut:
1. Papua
bagian barat telah menjadi daerah Republik Indonesia sejak 17 Agustus 1945 namun
masih dipegang oleh Belanda
2. Belanda
berjanji menyerahkan Papua bagian barat kepada Indonesia dalam Konferensi Meja Bundar
3. Penggabungan
Papua bagian barat dengan Indonesia adalah tindakan merebut kembali daerah
Indonesia yang dikuasai Belanda
4. Penggabungan
Papua bagian barat dengan Indonesia adalah kehendak rakyat Papua
Hal ini diajarkan di sekolah dan
ditulis dalam buku teks sejarah nasional.
Setelah Jendral Soeharto menjadi Presiden Indonesia, Freeport Sulphur adalah perusahaan asing pertama yang diberi izin tambang dengan jangka waktu 30 tahun mulai dari tahun 1981 (walaupun tambang ini telah beroperasi sejak tahun1972), dan kontrak ini diperpanjang pada tahun 1991 sampai tahun 2041. Setelah pembukaan tambang Grasberg pada tahun 1988, tambang ini menjadi tambang emas terbesar di dunia. Penduduk setempat dengan bantuan Organisasi Papua Merdeka memprotes berbagai tindakan pencemaran lingkungan hidup dan pelanggaran Hak Asasi Manusia yang dilakukan Freeport dan pemerintah Indonesia dengan berbagai cara, termasuk peledakan pipa gas dan penculikan beberapa pegawai Freeport dari Eropa dan Indonesia pada tahun 1996. Dalam kejadian ini, 2 tawanan dibunuh dan sisanya dibebaskan.
Setelah Jendral Soeharto menjadi Presiden Indonesia, Freeport Sulphur adalah perusahaan asing pertama yang diberi izin tambang dengan jangka waktu 30 tahun mulai dari tahun 1981 (walaupun tambang ini telah beroperasi sejak tahun1972), dan kontrak ini diperpanjang pada tahun 1991 sampai tahun 2041. Setelah pembukaan tambang Grasberg pada tahun 1988, tambang ini menjadi tambang emas terbesar di dunia. Penduduk setempat dengan bantuan Organisasi Papua Merdeka memprotes berbagai tindakan pencemaran lingkungan hidup dan pelanggaran Hak Asasi Manusia yang dilakukan Freeport dan pemerintah Indonesia dengan berbagai cara, termasuk peledakan pipa gas dan penculikan beberapa pegawai Freeport dari Eropa dan Indonesia pada tahun 1996. Dalam kejadian ini, 2 tawanan dibunuh dan sisanya dibebaskan.
Pada tahun 1980-an, Indonesia memulai gerakan transmigrasi, di mana puluhan ribu
orang dari pulau Jawa dan Sumatera dipindahkan ke provinsi Irian Jaya
dalam jangka waktu 10 tahun. Penentang program ini mencurigai usaha Indonesia
untuk mendominasi provinsi Irian Jaya dengan cara memasukkan pengaruh
pemerintah pusat. Pada tahun 2000, presiden Abdurrahman Wahid memberi otonomi khusus kepada provinsi Papua untuk meredam usaha separatis. Provinsi ini kemudian
dibagi dua menjadi provinsi: Papua dan Irian
Jaya Barat(sekarang Papua Barat)
melalui instruksi Presiden Megawati
Soekarnoputri pada tahun 2001.