Sejarah Irak - Republik Irak dengan ibukota Baghdad adalah negara Arab merdeka, yang
terletak di ujung timurlaut Teluk Arab.
Luas wilayahnya mencapai 437.072 kilometer persegi. Irak berbatasan dengan Turki di sebelah utara,
dengan Iran di sebelah timur, dengan Suriah dan Yordania di sebelah barat, dan
dengan Arab Saudi dan Kuwait di sebelah selatan. Bisa dibilang, Irak tak punya
laut, kecuali sebuah celah sempit di ujung tenggara, dekat Kuwait dan Iran.
Dari tempat inilah, ekspor minyak Irak dikapalkan.
![]() |
Sejarah Irak |
Sejarah Irak Kuno
Seribu abad yang lalu,
keluarga-keluarga manusia Zaman Palaeolithik berkumpul di dan sekitar dataran
rendah Mesopotamia yang subur. Air bersih yang melimpah mengalir dari dataran tinggi Armenia dan Anatolia,
lewat Sungai Tigris dan Eufrat. Sumberdaya air ini menyediakan tumbuhan dan
ikan, untuk kelompok manusia nelayan dan pemburu, yang hidup berpindah-pindah
tersebut. Banjir pada musim semi dan
kekeringan pada musim panas, yang silih
berganti tiap tahun, dan perubahan aliran Sungai Besar yang terus terjadi,
membuat kehidupan didataran rendah itu cukup
sulit. Sebagian besar penduduk tinggal di pegunungan dan kaki bukit sekitar
delta sungai.
Selama 90.000 tahun,
suku-suku manusia awal tersebut memindahkan permukimannya secara musiman, untuk
berburu binatang atau mengumpulkan benih, buah-buahan, kacang-kacangan, gandum
liar, dan sebagainya. Sisa-sisa dari permukiman itu menunjukkan, adanya
pengembangan kebudayaan manusia secara perlahan. Manusia Mesopotamia meninggalkan
artifak-artifak di Gua Shanidar sekitar tahun 50.000 SM (sebelum masehi), yang
menunjukkan unsur-unsur kehidupan mereka. Mereka meninggalkan bunga-bunga di
makam orang mati, sebagai penghormatan yang menyentuh bagi pendahulu manusia
modern ini. Selama seribu tahun, kelompok manusia ini mulai mempertukarkan
bahan mentah.
Sekitar tahun 10.000 SM,
sekelompok manusia di Shanidar dan Karim Shahir telah mengembangkan ternak
domba, yang mereka bawa ke pegunungan pada musim semi dan musim gugur, agar
bisa memperoleh rumput manis di sana. Berbagai peninggalan dari zaman itu
menunjukkan, penanaman tumbuhan pangan, termasuk gandum roti, telah terjadi pada
waktu itu. Budidaya taman dan ladang, dan pemeliharaan ternak, menimbulkan
perubahan pada kebiasaan hidup mereka. Manusia awal tersebut lalu memilih berdiam
di suatu tempat, ketimbang berpindah-pindah mengikuti perilaku binatang yang
bermigrasi secara musiman, atau menelusuri keberadaan tanaman pangan.
Pada tahun 6.000 SM, di
Zaman Neolithik, desa-desa yang permanen didirikan. Di sana, manusia belajar
berkebun, memelihara ternak, membangun rumah, merajut, bahkan menciptakan
benda-benda seni, lewat lukisan dan ukiran. Situs-situs purba di Jarmo, Hassouna,
Um al-Dabbaghlya, Matara dan Tel al-Suwan, menunjukkan bekas desa-desa paling dini
dalam sejarah manusia itu. Daya tarik lembah Bulan Sabit Subur dengan airnya
yang melimpah, terbukti mampu memelihara populasi yang lebih besar. Manusia
mulai belajar untuk mengendalikan irigasi alamiah, yang dibentuk oleh pinggiran
sungai dan arus kecil, dari banjir musiman yang terus berubah dari Sungai
Tigris dan Eufrat.
Sumeria, Fajar
Peradaban
Orang Sumeria adalah penduduk pertama yang tinggal di wilayah
Mesopotamia, yang kini menjadi Irak modern. Wilayah ini dikenal sebagai tempat
lahirnya peradaban. Lebih dari 10.000 situs arkeologis di kawasan ini memberi
gambaran yang menarik tentang zaman kuno tersebut. Penulisan pertama kali
dikenal di sana, yang dilakukan dengan tongkat pada tablet-tablet tanah liat.
Organisasi pertanian pada skala besar juga dimulai di Mesopotamia, bersama
dengan karya dari perunggu dan besi.
Sampai sekitar 200 tahun
lalu, keberadaan Sumeria tidak diketahui. Para akademisi, yang mencari
jejak-jejak peradaban kuno Babylon dan Assyiria di Timur Tengah, mengetahui
keberadaan Babylon dan Assyria lewat referensi klasik Yunani dan Alkitab. Mereka
akhirnya mulai menemukan peradaban awal Sumeria, yang memberi pengaruh pada peradaban
kuno, bahkan sampai ke peradaban modern kemudian. Sekarang diketahui bahwa orang
Sumeria pertama muncul sekitar 4.800 SM, di tempat yang dinamakan Al-Ubaid.
Selama beberapa abad kemudian, mereka mendirikan kota-kota lain, terutama di
sepanjang separuh bagian selatan dari sistem sungai Mesopotamia. Orang Sumeria
bukanlah penduduk asli Mesopotamia, namun tentang asal-usul mereka masih
diperdebatkan oleh para akademisi. Yang diketahui adalah, orang Sumeria sangat berbakat
dan imajinatif. Bahasa mereka secara linguistik tidak memiliki kaitan apapun
dengan bahasa lain, baik bahasa kuno maupun modern. Bahasa itu
dilestarikan dan diketahui sekarang, berkat peninggalan tablet-tablet tanah liat, yang bertatahkan tulisan tesebut.
Ini merupakan bentuk tulisan pertama yang dikenal umat manusia.
Untunglah, orang Sumeria
adalah penulis yang menghasilkan banyak karya, serta penyimpan dokumen yang
cermat dan rinci. Tablet-tablet tanah liat itu secara meluas menggambarkan
keberadaan mereka. Dengan ditemukannya sistem penulisan, sebuah kehidupan desa
yang sederhana dapat berkembang menjadi sebuah peradaban yang kompleks. Mereka
mengembangkan sekolah-sekolah untuk kalangan elite terdidik, dan untuk banyak
tenaga penyalin, yang dibutuhkan untuk menyimpan catatan dan menulis surat yang
ingin mereka lakukan. Bukan hanya catatan bisnis yang ditulis, tetapi juga
angka-angka pertama, kalender, sastra, hukum, metode pertanian, catatan
pribadi, peta, lelucon, kutukan, praktik religius, dan ribuan daftar serta
inventaris yang menyangkut kepentingan manusia.
Tablet-tablet ini
menunjukkan, orang Sumeria mendirikan negara-negara kota yang hebat di Ur dan
tempat lain. Mereka menyerap penduduk asli dan memperluas pengaruhnya ke luar
Mesopotamia, sampai ke Pantai Laut Tengah, Semenanjung Arab, Mesir dan India. Peradaban
mereka adalah peradaban kota, di mana para arsiteknya sudah terbiasa dengan
prinsip-prinsip arsitektur yang kita kenal sekarang. Para senimannya memiliki keterampilan tertinggi dan standar
kecanggihan. Para pekerja logamnya memiliki pengetahuan metalurgi dan
keterampilan teknis, yang hanya biasa ditandingi oleh sangat sedikit orang
kuno. Para pedagangnya melakukan perdagangan jarak jauh, yang difasilitasi oleh
pengembangan roda dan poros, dan kapal layar. Angkatan bersenjatanya terorganisasi
baik dan unggul. Pertaniannya produktif dan makmur. Memang, kemakmuran besar
yang diakumulasikan oleh peradaban mereka memungkinkan orang Sumeria untuk
hidup relatif mewah, selama 2.000 tahun atau lebih.
Berbagai negara kota, yang
merangkum peradaban Sumeria, terus bangkit dan runtuh dalam memberikan
pengaruhnya selama dua milenium tersebut. Ur, Lagash, Kish, Eridu, Lar Sa,
Babylon, Erech, dan lain-lain –yang masing-masing diperintah oleh seorang raja—selalu
berkonflik. Dominasi mereka antara satu dengan yang lain, dan kepada rakyat disekitar
mereka, berpindah sama seringnya dengan gejolak arus di sungai-sungai, di sisi
mana kota-kota mereka didirikan.
Hammurabi dan
Nebuchadnezzar
Sistem pemerintahan di
wilayah ini memang sejak dulu termasuk maju. Warga lain yang tinggal di wilayah
ini adalah orang Akkadia, Hittite, dan Assyria. Salah satu kota utama di
Mesopotamia kuno adalah Babylon, yang terkenal dengan taman gantungnya, yang disebut
sebagai salah satu dari tujuh keajaiban dunia kuno. Salah satu Raja Mesopotamia
kuno adalah Hammurabi, yang dikenal karena menetapkan undang-undang di
negerinya dalam bentuk aturan formal. Periode ketika Hamurabi berkuasa (1792 –
1750 SM) sering dipandang sebagai salah satu cahaya peradaban kuno. Koleksi
hukum-hukum yang dirumuskan olehnya membentuk sebuah kerangka, bagi hukum untuk
memerintah masyarakat, seperti yang kita kenal sekarang. Hukum ini memindahkan
penentuan keadilan, dari selera mereka yang berkuasa ke sebuah peraturan
terkodifikasi, yang bisa diterapkan kepada seluruh masyarakat.
Kehidupan di Mesopotamia
berubah cukup berarti di masa pemerintahan Hammurabi. Bahasa Sumeria merosot
dan menjadi kurang digunakan, dan memberi jalan bagi lidah Semitik dari Timur
Tengah. Orang Sumeria asli sendiri tampaknya sudah lenyap, karena mereka telah
bercampur dengan orang asing. Perubahan yang paling signifikan adalah dalam
konsep dan pengetahuan, dengan mana penduduk Mesopotamia memandang dunia. Para
pedagang datang ke Babylon dari tempat jauh, seperti Mesir, di mana hari-hari
cerah Kerajaan Tengah sudah berakhir. Dari India ke timur, para pedagang
membawa kain katun dan mengembangkan karya dari bulu. Dari barat, pulau Kreta
memulas karya pot yang indah, sementara wol yang bagus diimpor dari Anatolia.
Di Teluk Arab, pulau-pulau Bahrain menjadi sumber mutiara. Ini adalah awal dari
apa yang disebut dunia internasional yang sebenarnya, dengan Babylon sebagai pusatnya.
Di dalam peradaban inilah, diperkirakan bapak tiga agama Samawi,
Nabi Ibrahim, dilahirkan dan dibesarkan di kota kuno Ur, kira-kira sebelum 1700
SM. Dengan lenyapnya Dinasti Pertama
Babylon, periode awal dunia Mesopotamia pun berakhir. Empat ratus tahun kemudian,
adalah periode yang masih dalam misteri. Sampai kemudian, sebuah kelompok Indo-Eropa
yang disebut orang Cassite trurun dari daerah dataran tinggi baratdaya Asia,
dan menaklukkan dataran rendah, serta menjalankan pemerintahan mereka di
Babylon dan di Assyria di utara. Dinasti Cassite dengan cepat mengadopsi banyak
budaya dan institusi dari dinasti sebelumnya. Namun dinasti ini hanya
meninggalkan sedikit catatan, dan bertahan sampai 1150 SM. Pada pertengahan
pertama milenium terakhir sebelum Masehi, dua kota Babylon dan Nineveh telah
menjulang maju, melebihi kota-kota lain di Mesopotamia. Tak lama sebelum periode
ini, Dinasti Cassite digulingkan di Babylon dan digantikan oleh Dinasti Kedua
Isin.
Penguasa yang terpenting
dari dinasti ini adalah Nebuchadnezzar I. Nineveh adalah ibukota dari negara
taklukan bertetangga Mitanni, yang disebut Assyria. Nineveh hampir sama tuanya
dengan Babylon, yakni dari milenium ketiga sebelum Masehi. Orang Assyria telah
memperluas pengaruhnya dari basis ini selama dua abad atau lebih. Pada 1000 SM,
Assyria di bagian lebih utara memulai ekspansi jarak-jauh dari imperiumnya. Ini
berlanjut sampai 612 SM, dan meluas ke Suriah, Palestina, mulut Sungai Nil, dan
Babylonia. Orang Assyria terkenal bukan hanya karena kemampuan bertempurnya,
tetapi juga karena kecintaan mereka pada bangunan, dan organisasi politiknya.
Mereka membangun atau membangun-ulang kota-kota besar, seperti Assur, Nineveh,
Nimrud, dan Dur Sharrukin. Pada abad keenam sebelum Masehi, Raja Assyria
Esarhaddin mewariskan Babylonia ke salah satu anaknya, dan memberikan Assyria
dan bagian besar dari imperium itu ke anaknya yang lain, Ashurbanipal. Raja
Ashurbanipal inilah yang kemudian membangun sebuah perpustakaan besar di Nineveh,
yang mengoleksi sekitar 35.000 tablet tanah liat. Berkat tablet-tablet inilah, masyarakat modern
sekarang bisa mengetahui kejayaan Mesopotamia masa silam tersebut. Sayangnya,
perang saudara pecah di antara mereka, di mana Ashurbanipal yang menang
bersekutu dengan sebuah kelompok Semit, yang disebut orang Chaldea. Orang Chaldea
sudah bermukim di Babylon sejak 1000 SM. Pada akhirnya, orang Chaldea (atau Neo-Babylonia)
menundukkan kekuasaan Assyria. Mereka merebut Nineveh pada 612 SM di bawah
pemimpinnya Nabopolazzar. Akhirnya, Chaldea menghabisi sisa-sisa pasukan musuhnya
bersama dengan sekutu Mesirnya, pada 605 SM.
Nebuchadnezzar II, putra
Nabopolazzar, naik tahta pada waktu ini. Selama pemerintahannya (605–562 SM),
sebuah Babylon baru diciptakan di pinggiran sungai Eufrat. Tembok-tembok yang
besar dibangun untuk menjaga kota. Jika orang berjalan melewati gerbang yang
besar itu, jalan-jalan masuk ke kota akan membawanya ke prosesi menakjubkan, ke
kelompok-kelompok istana dan kuil yang dramatis. Gerbang yang paling terkenal
adalah Ishtar, yang membawa orang ke Jalan Suci. Di satu arah, Jalan Suci
menjurus ke kuil-kuil dari batu bata besar, termasuk Etemenanki yang terkenal.
Kuil ini dibangun untuk menghormati Madruk, dewa Babylon. Ke arah lain,
terdapat istana. Di dalam kawasannya, terdapatlah salah satu dari Tujuh Keajaiban
Dunia, yakni Taman Gantung. Nebuchadnezzar menikah dengan istri asal Mede untuk
merekat aliansi politik. Ia membangun taman itu untuk mengobati rasa kangen-rumah
istrinya, yang berasal dari daerah pegunungan dan penuh hutan. Istrinya bosan
dengan suasana Babylon yang datar, dan kurang bergunung-gunung.
Nebuchadnezzar mencoba
menghidupkan kembali Babylonia seperti kondisi sebelum dirusak oleh orang Cassite
dan Assyria. Maka para seniman, tukang, akademisi dan rohaniwan, semua
dikerahkan untuk membangun kembali keagungan Babylon. Namun, dengan segala
kemegahan itu, Babylon tidak memiliki kekuatan militer untuk bertahan menghadapi
musuh-musuh kuat di perbatasan. Tak lama setelah Nebuchadnezzar meninggal, kota
itu direbut oleh aliansi suku-suku dari barat pada 539 SM, yang menjadikan Babylon
sebagai ibukota imperium mereka. Orang Persia merebut Babylon, dan Irak pun
menjadi bagian dari Imperium Achaemenid. Penguasaan ini hanya bertahan sampai
331 SM. Kemudian, imperium ini ditaklukkan oleh Iskandar Agung dari Macedonia
pada 324 SM. Sesudah kematian dini Iskandar Agung pada usia 32 tahun, pada 323
SM, imperium ini kemudian dibagi-bagi di antara para jenderalnya. Babylonia dan
Assyria jatuh ke tangan Seleucis I, yang berkuasa dari 301 – 281 SM. Di bawah
Dinasti Seleucis, pengaruh Helenistik masuk ke negeri ini. Pengaruh ini berlangsung
terus di bawah orang Arsacid (atau Parthia), yang berkuasa dari 250 SM sampai 224
sesudah Masehi. Selama periode ini, orang Parthia membangun kota Ctesiphon
sebagai ibukotanya. Ctesiphon terletak tak jauh dari Baghdad, yang waktu itu
belum dikenal.
Selama dua abad
kekuasaannya, orang Parthia terus dikepung oleh Romawi. Kaisar Trajan Optimus
menyerbu, dan pada tahun 110, untuk periode yang singkat, sempat menguasai
wilayah yang sekarang menjadi Irak modern. Bagaimanapun, kekuasaan Romawi cuma
bertahan satu dasawarsa. Wilayah Irak diperebutkan antara Parthia dan Romawi selama
400 tahun. Sampai Parthia kemudian ditaklukkan oleh orang Sassanid (Persia),
dan Irak dimasukkan ke dalam Imperium Sassanid pada abad kedua. Selama empat abad kemudian, wilayah itu
selalu menjadi bagian dari pergolakan politik dan religius yang kasar.
Masuknya Islamdi Irak
dan Kejayaan Baghdad
Pada
tahun 637, Irak menerima masuknya Islam. Orang Arab dan kekuatan Islam menyapu, dari dataran rendah dan gurun ke
tempat yang dinamai al-Qadisiyyah. Di sinilah, kekuatan Arab menjejaki
sisa-sisa Sassanid, mengejar raja mereka sampai sejauh Afganistan, di mana
akhirnya ia terbunuh. Hanya dalam waktu empat tahun, orang Sassanid disingkirkan
dari panggung sejarah. Masuknya Islam di bawah imperium Arab menghidupkan
kembali peradaban besar di Irak. Orang Arab-lah yang pertama kali menyebut
negeri ini "Irak". Berbagai khalifah silih berganti memimpin imperium
ini, sampai tahun 750, ketika sebuah dinasti berdiri di Irak, yakni
kekhalifahan Abbasiyah. Khalifah pertama dari dinasti ini, al-Saffah, memulai kekhalifahannya
di Kufa. Ia kemudian memindahkan kekhalifahan ke sebuah kota yang diberi nama
baru, Hashimiya, di mana ia wafat pada tahun 754.
Putranya, al-Mansur, tiga tahun sesudah menjadi Khalifah, melakukan
sebuah ekspedisi. Ia menyeberangi Sungai Tigris dan menemukan sebuah desa
kecil. Ia bertanya pada penduduk setempat, "Apa nama tempat
ini?" Mereka menjawab,
"Baghdad." "Demi Allah," ujar Khalifah al-Mansur. "Inilah
kota yang kata mendiang ayahku harus kubangun, di mana aku harus tinggal, dan
di mana para keturunanku sepeninggalku harus tinggal pula. Raja-raja tidak
menyadari keberadaannya sebelum dan sesudah Islam, sampai rencana Allah dan
perintah-Nya untukku dipenuhi. Demi
Allah, aku akan membangunnya. Ini pasti akan menjadi kota yang paling berkembang
di dunia, dan tak akan pernah menjadi puing-puing." Pada 758, al-Mansur
menetapkan rencana pembangunan kota baru itu. Seratus ribu pekerja–arsitek,
insinyur, tukang kayu, buruh, tukang gali, dan ahli-ahli lain—dipanggil. Berdasarkan
rencana al-Mansur, mereka membangun kota yang berbentuk bundar, dengan garis
tengah hampir 2,4 kilometer. Ditengahnya ada alun-alun besar, yang berisi
istana, disertai masjid. Jalan-jalan besar dibangun, dengan lebar lebih dari 8
meter.
Selama berabad-abad, Baghdad menjadi pusat peradaban. Bukan hanya
kemakmuran dunia terpusat di sini, tetapi juga sumber intelektualnya. Waktu
itu, kejayaan Roma telah ambruk. Roma menjadi kota yang dipenuhi rumput liar, dengan
penduduk 50.000 petani, dan jalan-jalannya yang kosong hanya dilalui ternak.
London dan Paris hanyalah desa biasa. Constantinople, ibukota Byzantium,
hanyalah kota kelas dua. Di satu-satunya imperium lain yang dikenal, Imperium
Romawi Suci yang didirikan Charlemagne, bahkan orang terhormatnya sulit menulis
namanya sendiri, dan tak ada yang lain. Di bawah dinasti Abbasiyah, setiap
orang diharapkan menjadi terdidik. Universitas-universitas besar didirikan di
Baghdad dan Nippur. Karya klasik Yunani diterjemahkan ke bahasa Arab, dan
kemudian diterjemahkan kembali ke bahassa Latin dan bahasa-bahasa Barat
lainnya. Sains dan matematika berkembang. Tipografi angka Arab menjadi
diterapkan secara universal, dan itu masih berlangsung sampai sekarang. Karya
sastra pun maju pesat, dengan salah satu karya yang sangat terkenal,
"Kisah Seribu Satu Malam."
Selama 786 - 809, di bawah kekuasaan Khalifah kelima dan paling terkenal,
Harun al-Rashid, Baghdad mencapai puncak kejayaannya. Uang dan kemakmuran
mengalir dari berbagai provinsi dan daerah yang tergantung padanya. Jika
dibandingkan dengan kondisi sekarang, penghasilan senilai US $ 100.000 per
tahun (sekitar Rp 900 juta dengan kurs Februari 2003) bagi kalangan kelas
menengah di Baghdad waktu itu dianggap biasa saja. Rumah-rumah didinginkan
dengan es, yang dibawa dari pegunungan Zagros. Alat-alat makan dibuat dari
perak. Bahan pakaian ada dari semua jenis. Pertanian pun tumbuh subur. Delta
sungai Tigris dan Eufrat dikeringkan, dan kanal-kanal baru digali. Tanaman
gandum, beras, barley dan kurma melimpah. Dengan tambahan bahan pangan eksotik
yang diimpor dari berbagai provinsi, memasak telah berkembang menjadi seni. Karena
melek huruf berlaku umum, dan bukan keistimewaan eksklusif dari kalangan elite,
standar hidup pun tinggi. Ada 27.000 tempat pemandian umum. Kedokteran dan farmasi
adalah spesialisasi Baghdad. Ada 800 dokter, yang mendapat izin praktik.
Perpustakaan-perpustakaan menterjemahkan pengetahuan dari berbagai
penjuru dunia ke bahasa Arab. Namun, sebagaimana terjadi pada dinasti-dinasti
besar lain, kejayaan ini pelan-pelan surut. Pada abad ke-9 dan ke-10, kerajaan
ini mengalami disintegrasi, sampai ke tahap di mana suku-suku keturunan Turki
yang nomadik mulai menyusup, dan mengganggu distrik-distrik di pinggiran.
Pengaruh kekhalifahan mulai surut, sampai hanya sebatas Baghdad dan wilayah-wilayah
sekitarnya yang berdekatan. Periode kekhalifahan Abbasiyah membawa masuk
pengaruh Shiah, dan Baghdad tetap di bawah penguasa Shiah, sampai pertengahan
abad ke-11. Dinasti Abbasiyah masih bertahan sampai 1258, ketika orang Mongol
(Tartar) di bawah Hulagu Khan, cucu Gengis Khan, menyerbu dari timur. Mereka
merebut kota dan membantai sampai sejuta orang. Di Baghdad, Hulagu dengan
sengaja menghancurkan sisa-sisa dari proyek awal bangunan-bangunan kanal.
Kekhalifahan Abbasiyah hancur oleh orang Mongol pada abad ke-13.
Orang Turki kemudian mengusir orang Mongol dari wilayah itu, setelah
perang sengit bertahun-tahun. Dalam mendirikan Imperium Utsmaniyah di luar
batas-batas Irak, para penakluk meninggalkan tanah yang sepi dan reruntuhan,
yang sudah bersih dari sisa-sisa kemakmuran dan kejayaan yang dikumpulkan
selama berabad-abad lalu. Daerah Bulan Sabit Subur itu telah merosot menjadi
provinsi-provinsi yang tidak menarik, yang tergantung pada belas kasihan
gubernur-gubernur Utsmaniyah. Irak terus menjadi bagian dari Imperium
Utsmaniyah, dan hanya dengan sedikit perkembangan, sampai berakhirnya abad
ke-19. Pada Perang Dunia I, yang pecah
pada 1914, Turki bersekutu dengan Jerman dan Austria, dalam konflik global
melawan Inggris dan Perancis. Tak lama sebelum itu, gerakan kemerdekaan Arab
sebenarnya sudah memperoleh momentum. Para pemimpin Arab di berbagai bagian
dunia Arab berjanji membantu Inggris, untuk melakukan revolusi melawan Utsmaniyah
Turki. Janji ini muncul setelah Inggris setuju, untuk mengakui kemerdekaan Arab
seusai perang nanti.
Revolusi dan Partai
Ba'ath
Imperium Utsmaniyah runtuh
ketika pasukan Inggris menyerbu Mesopotamia pada 1917 dan menduduki Baghdad.
Selama Perang Dunia I (1914-1918), Irak diduduki oleh pasukan Inggris, terutama
di provinsi Basra dan Baghdad. Pada
akhir perang, Inggris menduduki Mosul. Pada 1920, sebagai bagian dari
perjanjian perdamaian seusai Perang Dunia I, negara Sekutu yang menang perang
membagi wilayah provinsi-provinsi Arab
--bekas Imperium Utsmaniyah-- di antara mereka sendiri. Irak diduduki berdasarkan mandat dari Liga
Bangsa-bangsa, dan administrasi pemerintahannya tetap dijalankan oleh Inggris. Liga Bangsa-bangsa
sendiri merupakan organisasi internasional, yang dibentuk sesudah Perang Dunia
I, berdasarkan ketentuan Perjanjian Versailles. Mandat ini adalah suatu bentuk
pemerintahan tidak langsung, di mana para menteri dan pejabat Arab diawasi secara ketat oleh para
penasihat Inggris, namun nasihat-nasihat itu harus dijalankan.
Walau wilayah Irak ini
pernah disatukan beberapa kali oleh sejumlah kekuatan luar di waktu-waktu lalu,
Irak belum pernah menjadi satu negara yang merdeka. Tahun 1920 ini adalah cikal
bakal pembentukan negara Irak modern. Tahun 1921, Emir Faisal ibn Hussein dari
dinasti Hasyim, Arab, dinobatkan oleh kekuatan Inggris menjadi Raja Irak. Inggris
menciptakan basis sosial bagi monarki, dengan memformalkan kepemilikan penuh
oleh pemimpin-pemimpin suku yang "layak" terhadap wilayah, yang
sebelumnya secara adat adalah milik sukunya. Faisal adalah putra Sharif Hussain
dari Makkah. Sedangkan saudaranya, Abdullah, diangkat menjadi Emir untuk
wilayah tetangga Transjordan, yang sekarang menjadi kerajaan Yordania. Oleh
Inggris, Irak diperkenalkan pada konstitusi dan sistem parlemen dua kamar. Mandat
Inggris berakhir tahun 1932, ketika Liga Bangsa-bangsa mengakui Irak sebagai negara
merdeka. Namun Inggris masih mempertahankan kehadiran militernya di Irak, dan tetap
memiliki pengaruh ekonomi dan politik yang kuat di sana. Inggris juga sudah mengamankan
kontrak yang menguntungkan bagi eksplorasi dan eksploitasi minyak, yang diberikan
kepada Iraq Petroleum Company, sebuah konglomerat yang menggabungkan kepentingan
minyak Inggris, Belanda, Perancis, dan Amerika Serikat.
Pada tahun 1941, sekelompok
perwira Irak memimpin gerakan perlawanan yang berusia pendek melawan Inggris.
Aksi ini diredam Inggris, yang berujung pada pendudukan Inggris yang kedua
kalinya, sampai berakhirnya Perang Dunia II. Pada Maret 1945, Irak menjadi
anggota-pendiri Liga Arab, yang termasuk Mesir, Transjordan, Lebanon, Arab Saudi,
Suriah dan Yaman. Pada Desember 1945, Irak menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB). Antara tahun 1941 dan 1958, pemerintahan di Irak dipegang secara
bergantian sampai 24 kabinet. Sebagian besar kabinet itu merupakan kombinasi
dari individu-individu dan elite yang sama, dan sering diketuai oleh politisi
kawakan pro-Inggris, Nuri al-Said. Pada sebagian besar periode ini,
partai-partai oposisi yang murni dilarang. Artinya, hanya sedikit peluang bagi
pengembangan tradisi demokrasi. Banyak rakyat Irak percaya, kebutuhan yang
paling mendesak bagi negeri itu adalah kemerdekaan nasional, yang disusul dengan
pembangunan ekonomi dan reformasi sosial. Namun justru hal-hal ini yang ditolak
oleh monarki, dan Inggris yang menjadi sponsornya.
Monarki Irak membuat
beberapa blunder dalam kebijaksanaan luar negeri, pada 1950-an, yang akhirnya
ikut memberi andil bagi kejatuhan monarki. Kesalahan besar dalam kebijaksanaan
luar negeri itu terjadi tahun 1955, ketika Nuri al-Said mengumumkan, Irak bergabung
dengan Pakta Baghdad yang disponsori Inggris. Pakta Baghdad, yang merupakan pakta
pertahanan bersama Turki, Iran dan Pakistan ini merupakan tantangan langsung terhadap
Presiden Mesir Gamal Abdel Nasser. Sesudah Perang Dunia II, Irak memang
dihadapkan pada pilihan, antara berpihak pada kekuatan Barat atau Uni Soviet.
Pakta Baghdad, yang berarti mendukung Barat, membentuk garis pertahanan di
selatan perbatasan Uni Soviet. Menanggapi manuver itu, Nasser melakukan
kampanye media, yang menantang legitimasi monarki Irak, dan menyerukan kepada
korps perwira militer untuk menggulingkan monarki. Serangan gabungan
Inggris-Perancis-Israel ke Sinai, Mesir, tahun 1956 semakin mengasingkan rezim Nuri
al-Said dari barisan oposisi Irak yang terus tumbuh. Akhirnya, kudeta terjadi
pada 14 Juli 1958. Raja Faisal II, Putra Mahkota Irak Abdillah, dan Perdana
Menteri Nuri al-Said tewas dalam kudeta tersebut. Kudeta oleh para perwira
Brigade ke-19 ini menempatkan Brigadir Abdul al-Karim Kassem sebagai Perdana Menteri,
yang berkuasa atas Dewan Kedaulatan yang baru dibentuk. Pertarungankekuasaan kemudian
terjadi antara dua tokoh kudeta, Perdana Menteri Kassem dan Deputi Perdana Menteri,
mantan Kolonel Abdul as-Salam Muhammad Aref.
Deputi Perdana Menteri dipecat, dan pada Maret 1959, Kassem mengumumkan
mundurnya Irak dari Pakta Baghdad.
Sebuah kudeta militer
pada Februari 1963, menjatuhkan
pemerintahan Jenderal Kassem. Kudeta itu muncul dari aliansi antara para
perwira militer nasionalis dan Partai Ba'ath (Partai untuk Pencerahan). Basis
ideologi partai ini adalah sosialisme, nasionalisme Arab, dan sekularisme.
Kolonel Aref menjadi Presiden di pemerintahan yang baru, dan kabinet baru pun
dibentuk, dengan Brigadir Ahmad Hasan al-Bakr sebagai PerdanaMenteri. Pada 17 Juli 1968, Jenderal Ahmad Hasan
al-Bakr, yang waktu itu menjabat Perdana Menteri, menjadi Presiden melalui
suatu kudeta tak berdarah. Kudeta ini menempatkan Partai Ba'ath di kekuasaan.
Tanggal 17 Juli ini kemudian dijadikan Hari Kemerdekaan Irak. Presiden saat
ini, Saddam Hussein, yang berasal dari Partai Ba'ath, berkuasa di Irak menggantikan
al-Bakr pada Juli 1979.
Demikianlah Sejarah Irak yang sempat kami berikan dan jangan lupa juga untuk membaca Sejarah Amerika.http://sejarahmula.blogspot.co.id/2017/08/sejarah-amerika.html
Semoga membantu....!!!!