Sejarah Kerajaan Mataram Kuno - Mataram
Kuno atau Mataram (Hindu) merupakan sebutan untuk dua dinasti, yakni Dinasti
Sanjaya dan Dinasti Syailendra, yang berkuasa di Jawa Tengah bagian selatan.
Dinasti Sanjaya yang bercorak Hindu didirikan oleh Sanjaya pada tahun 732.
Beberapa saat kemudian, Dinasti Syailendra yang bercorak Buddha Mahayana
didirikan oleh Bhanu pada tahun 752. Kedua dinasti ini berkuasa berdampingan
secara damai. Nama Mataram sendiri pertama kali disebut pada prasasti yang
ditulis di masa raja Balitung.
Sejarah Kerajaan Mataram Kuno |
A. Sejarah Awal Kerajaan Mataram Kuno
Kerajaan Mataram Kuno diperkirakan
berada di wilayah aliran sungai-sungai Bogowonto, Progo, Elo, dan Bengawan Solo
di Jawa Tengah. Keberadaan kerajaan ini dapat diketahui dari Prasasti Canggal.
Prasasti berangka tahun 732 Masehi ini menyebutkan bahwa kerajaan itu pada
awalnya dipimpin oleh Sana. Setelah kematiannya, tampuk kekuasaan dipegang oleh
keponakannya, Sanjaya.
Pada masa pemerintahan Sri Maharaja
Rakai Panangkaran berdiri pula sebuah dinasti baru di Jawa Tengah, yaitu
Dinasti Syailendra yang beragama Budha. Perkembangan kekuasaan dinasti tersebut
di bagian selatan Jawa Tengah menggeser kedudukan Dinasti Sanjaya yang beragama
Hindu hingga ke bagian tengah Jawa Tengah.
Akhirnya, untuk memperkuat kedudukan
masing-masing, kedua dinasti itu sepakat bergabung. Caranya adalah melalui
pernikahan antara Raja Putri Pramodharwani dari pihak Syailendra dengan Rakai
Pikatan dari dinasti saingannya. Kerajaan Mataram Kuno terkenal keunggulannya dalam
pembangunan candi agama Budha dan Hindu. Candi yang diperuntukan bagi agama
Budha antara lain Candi Borobudur, yang dibangun oleh Samaratungga dari Dinasti
Syailendra. Candi Hindu yang dibangun antara lain Candi Rara Jongrang di
Prambanan, yang dibangun oleh Raja Pikatan.
Pada zaman pemerintahan Raja Rakai
Wawa terjadi banyak kekacauan di daerah-daerah yang berada di bawah kekuasaan
Kerajaan Mataram Kuno sementara ancaman dari luar mengintainya. Keadaan menjadi semakin buruk
setelah kematian sang raja akibat perebutan kekuasaan di kalangan istana.
Akhirnya, pengganti Raja Wawa yang bernama Mpu Sindok mengambil keputusan untuk
memindahkan pusat pemerintahannya dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Di sana ia
membangun sebuah dinasti baru yang bernama Isyana.
Kerajaan mataram kuno dipimpin
pertama kali oleh Raja Sanjaya yang terkenal sebagai seorang raja yang besar.
Ia adalah penganut Hindu Syiwa yang taat. Setelah Rakai Mataram Sang Ratu
Sanjaya meninggal dunia, beliau kemudian digantikan oleh putranya yang bernama
Sankhara yang bergelar Rakai Panangkaran Dyah Sonkhara Sri Sanggramadhanjaya. Raja Panangkaran lebih progresif
dan bijaksana daripada Sanjaya sehingga Mataram Kuno lebih cepat berkembang.
Daerah-daerah sekitar Mataram Kuno segera ditaklukkan, seperti kerajaan Galuh
di Jawa Barat dan Kerajaan Melayu di Semenanjung Malaya.Ketika Rakai
Panunggalan berkuasa, kerajaan Mataram Kuno mulai mengadakan pembangunan
beberapa candi megah seperti candi Kalasan, candi Sewu, candi Sari, candi
Pawon, candi Mendut, dan Candi Borobudur.
Kemudian setelah Rakai Panunggalan
meninggal, beliau digantikan oleh Rakai Warak. Pada zaman pemerintahan Rakai
Warak, ia lebih mengutamakan agama Buddha dan Hindu sehingga pada saat itu
banyak masyarakat yang mengenal agama tersebut. Setelah Rakai Warak meninggal
kemudian digantikan oleh Rakai Garung. Setelah Rakai Garung meninggal ia digantikan oleh Rakai
Pikatan. Berkat kecakapan dan keuletan Rakai Pikatan, semangat kebudayaan Hindu
dapat dihidupkan kembali. Kekuasaannya pun bertambah luas meliputi seluruh Jawa
Tengah dan Jawa Timur serta ia pun memulai pembangunan candi Hindu yang lebih
besar dan indah yaitu candi Prambanan (Candi Lara Jonggrang) di desa Prambanan.
Setelah Raja Pikatan wafat ia digantikan oleh Rakai Kayuwangi. Pada masa
pemerintahan Rakai Kayuwangi Kerajaan banyak menghadapi masalah dan berbagai
persoalan yang rumit sehingga timbullah benih perpecahan di antara keluarga
kerajaan. Selain itu zaman keemasan Mataram Kuno mulai memudar serta banyak
terjadi perang saudara.
B.
Perkembangan Pemerintahan Kerajaan Mataram Kuno
a.
Dinasti Sanjaya
Istilah Wangsa Sanjaya diperkenalkan
oleh sejarawan bernama Dr. Bosch dalam karangannya yang berjudul Sriwijaya, de
Sailendrawamsa en de Sanjayawamsa (1952). Ia menyebutkan bahwa, di Kerajaan
Medang terdapat dua dinasti yang berkuasa, yaitu dinasti Sanjaya dan Sailendra.
Istilah Wangsa Sanjaya merujuk
kepada nama pendiri Kerajaan Medang, yaitu Sanjaya yang memerintah sekitar
tahun 732. Berdasarkan Prasasti Canggal (732 M) diketahui Sanjaya adalah
penerus raja Jawa Sanna, menganut agama Hindu aliran Siwa, dan berkiblat ke
Kunjarakunja di daerah India, dan mendirikan Shivalingga baru yang menunjukkan
membangun pusat pemerintahan baru.
Menurut penafsiran atas naskah
Carita Parahyangan yang disusun dari zaman kemudian, Sanjaya digambarkan
sebagai pangeran dari Galuh yang akhirnya berkuasa di Mataram. Ibu dari Sanjaya
adalah Sanaha, cucu Ratu Shima dari Kerajaan Kalingga di Jepara. Ayah dari Sanjaya adalah
Sena/Sanna/Bratasenawa, raja Galuh ketiga. Sena adalah putra Mandiminyak, raja
Galuh kedua (702-709 M). Dikemudian hari, Sanjaya yang merupakan penerus
Kerajaan Galuh yang sah, menyerang Galuh dengan bantuan Tarusbawa, raja Sunda.
Penyerangan ini bertujuan untuk melengserkan Purbasora.
Saat Tarusbawa meninggal pada tahun
723, kekuasaan Sunda dan Galuh berada di tangan Sanjaya. Di tangannya, Sunda
dan Galuh bersatu kembali. Tahun 732, Sanjaya menyerahkan kekuasaan Sunda-Galuh
kepada putranya Rarkyan Panaraban (Tamperan). Di
Kalingga, Sanjaya memegang kekuasaan selama 22 tahun (732-754), yang kemudian
diganti oleh puteranya dari Déwi Sudiwara, yaitu Rakai Panangkaran. Secara
garis besar kisah dari Carita Parahyangan ini sesuai dengan prasasti Canggal.
Rakai Panangkaran dikalahkan oleh
dinasti pendatang dari Sumatra yang bernama Wangsa Sailendra. Berdasarkan
penafsiran atas Prasasti Kalasan (778 M), pada tahun 778 raja Sailendra yang
beragama Buddha aliran Mahayana memerintah Rakai Panangkaran untuk mendirikan
Candi Kalasan. Sejak
saat itu Kerajaan Medang dikuasai oleh Wangsa Sailendra. Sampai akhirnya
seorang putri mahkota Sailendra yang bernama Pramodawardhani menikah dengan
Rakai Pikatan, seorang keturunan Sanjaya, pada tahun 840–an. Rakai Pikatan
kemudian mewarisi takhta mertuanya. Dengan demikian, Wangsa Sanjaya kembali
berkuasa di Medang.
b.
Dinasti Syailendra
Selama
ini kerajaan Medang dianggap diperintah oleh dua wangsa yaitu Wangsa Sailendra
yang beragama Buddha dan Wangsa Sanjaya yang beragama Hindu Siwa, pendapat ini
pertama kali diperkenalkan oleh Bosch. Pada awal era Medang atau Mataram
Kuno, wangsa Sailendra cukup dominan di Jawa Tengah. Menurut para ahli sejarah,
wangsa Sanjaya awalnya berada di bawah pengaruh kekuasaan wangsa Sailendra. Mengenai
persaingan kekuasaan tersebut tidak diketahui secara pasti, akan tetapi
kedua-duanya sama-sama berkuasa di Jawa Tengah. Sementara Poerbatjaraka menolak
anggapan Bosch mengenai adanya dua wangsa kembar berbeda agama yang saling
bersaing ini.
Menurutnya
hanya ada satu wangsa dan satu kerajaan, yaitu wangsa Sailendra dan Kerajaan
Medang. Sanjaya dan keturunannya adalah anggota Sailendra juga. Ditambah
menurut Boechari, melalui penafsirannya atas Prasasti Sojomerto bahwa wangsa
Sailendra pada mulanya memuja Siwa, sebelum Panangkaran beralih keyakinan
menjadi penganut Buddha Mahayana. Raja-raja yang berkuasa dari keluarga Sailendra
tertera dalam prasasti Ligor, prasasti Nalanda maupun prasasti Klurak,
sedangkan raja-raja dari keluarga Sanjaya tertera dalam prasasti Canggal dan
prasasti Mantyasih.
Berdasarkan
candi-candi, peninggalan kerajaan Mataram Kuno dari abad ke-8 dan ke-9 yang
bercorak Budha (Sailendra) umumnya terletak di Jawa Tengah bagian selatan,
sedangkan yang bercorak Hindu (Sanjaya) umumnya terletak di Jawa Tengah bagian
utara. Berdasarkan penafsiran atas prasasti Canggal (732 M) Sanjaya memang
mendirikan Shivalingga baru (Candi Gunung Wukir), artinya ia membangun dasar
pusat pemerintahan baru. Hal ini karena raja Jawa pendahulunya, Raja Sanna
wafat dan kerajaannya tercerai-berai diserang musuh. Saudari Sanna adalah
Sannaha, ibunda Sanjaya, artinya Sanjaya masih kemenakan Sanna.
Sanjaya
mempersatukan bekas kerajaan Sanna, memindahkan ibu kota dan naik takhta
membangun kraton baru di Mdang i Bhumi Mataram. Hal ini sesuai dengan adat dan
kepercayaan Jawa bahwa kraton yang sudah pernah pralaya, diserang, kalah dan
diduduki musuh, sudah buruk peruntungannya sehingga harus pindah mencari tempat
lain untuk membangun kraton baru. Hal
ini serupa dengan zaman kemudian pada masa Mataram Islam yang meninggalkan
Kartasura yang sudah pernah diduduki musuh dan berpindah ke Surakarta.
Perpindahan pusat pemerintahan ini bukan berarti berakhirnya wangsa yang
berkuasa.
Hal
ini sama dengan Airlangga pada zaman kemudian yang membangun kerajaan baru,
tetapi ia masih merupakan keturunan wangsa penguasa terdahulu, kelanjutan
Dharmawangsa yang juga anggota wangsa Isyana. Maka disimpulkan meski Sanjaya memindahkan ibu
kota ke Mataram, ia tetap merupakan kelanjutan dari wangsa Sailendra yang
menurut prasasti Sojomerto didirikan oleh Dapunta Selendra. Pada masa
pemerintahan raja Indra (782-812), puteranya, Samaratungga, dinikahkan dengan
Dewi Tara, puteri Dharmasetu, Maharaja Sriwijaya. Prasasti yang ditemukan tidak
jauh dari Candi Kalasan memberikan penjelasan bahwa candi tersebut dibangun
untuk menghormati Tara sebagai Bodhisattva wanita.
Pada
tahun 790, Sailendra menyerang dan mengalahkan Chenla (Kamboja Selatan),
kemudian sempat berkuasa di sana selama beberapa tahun. Candi Borobudur selesai
dibangun pada masa pemerintahan raja Samaratungga (812-833). Borobudur
merupakan monumen Buddha terbesar di dunia, dan kini menjadi salah satu
kebanggaan bangsa Indonesia. Dari hasil pernikahannya dengan Dewi Tara,
Samaratungga memiliki putri bernama Pramodhawardhani dan putra bernama
Balaputradewa. Balaputra kemudian memerintah di Sriwijaya, maka selain pernah
berkuasa di Medang, wangsa Sailendra juga berkuasa di Sriwijaya.
C. Kehidupan
Rakyat Mataram Kuno
Rakyat Mataram menggantungkan
kehidupannya pada hasil pertanian. Hal ini mengakibatkan banyak
kerajaan-kerajaan serta daerah lain yang saling mengekspor dan mengimpor hasil
pertaniannya. Usaha
untuk meningkatkan dan mengembangkan hasil pertanian telah dilakukan sejak masa
pemerintahan Rakai Kayuwangi. Yang diperdagagkan pertama-tama hasil bumi,
seperti beras, buah-buahan, sirih pinang, dan buah mengkudu.
Juga hasil industry rumah tangga,
seperti alat perkakas dari besi dan tembaga, pakaian,paying,keranjang, dan
barang-barang anyaman, gula, arang, dan kapur sirih. Binatang ternak seperti
kerbau, sapi, kambing, itik, dan ayam serta telurnya juga di perjual belikan. Usaha perdagangan juga
mulai mendapat perhatian ketika Raja Balitung berkuasa.Raja telah memerintahkan
untuk membuat pusat-pusat perdagangan serta penduduk disekitar kanan-kiri
aliran Sungai Bengawan Solo diperintahkan untuk menjamin kelancaran arus lalu
lintas perdagangan melalui aliran sungai tersebut.
Sebagai imbalannya, penduduk desa di
kanan-kiri sungai tersebut dibebaskan dari pungutan pajak. Lancarya pengangkutan
perdagangan melalui sungai tersebut dengan sendirinya akan menigkatkan
perekonomian dan kesejahteraan rakyat Mataram Kuno.
D.
Runtuhnya Kerajaan Mataram Kuno
Runtuhnya
kerajaan Mataram disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, disebabkan oleh
letusan gunung Merapi yang mengeluarkan lahar. Kemudian lahar tersebut menimbun
candi-candi yang didirikan oleh kerajaan, sehingga candi-candi tersebut menjadi
rusak.Kedua, runtuhnya kerajaan Mataram disebabkan oleh krisis politik yang
terjadi tahun 927-929 M.
Ketiga,
runtuhnya kerajaan dan perpindahan letak kerajaan dikarenakan pertimbangan
ekonomi. Di Jawa Tengah daerahnya kurang subur, jarang terdapat sungai besar
dan tidak terdapatnya pelabuhan strategis.Sementara di Jawa Timur, apalagi di
pantai selatan Bali merupakan jalur yang strategis untuk perdagangan, dan dekat
dengan daerah sumber penghasil komoditi perdagangan.Mpu Sindok mempunyai
jabatan sebagai Rake I Hino ketika Wawa menjadi raja di Mataram, lalu pindah ke
Jawa timur dan mendirikan dinasti Isyana di sana dan menjadikan Walunggaluh
sebagai pusat kerajaan.
Mpu
Sindok yang membentuk dinasti baru, yaitu Isanawangsa berhasil membentuk
Kerajaan Mataram sebagai kelanjutan dari kerajaan sebelumnya yang berpusat di
Jawa Tengah. Mpu Sindok memerintah sejak tahun 929 M sampai dengan 948
M.Sumber sejarah yang berkenaan dengan Kerajaan Mataram di Jawa Timur antara
lain prasasti Pucangan, prasasti Anjukladang dan Pradah, prasasti Limus,
prasasti Sirahketing, prasasti Wurara, prasasti Semangaka, prasasti Silet,
prasasti Turun Hyang, dan prasasti Gandhakuti yang berisi penyerahan kedudukan
putra mahkota oleh Airlangga kepada sepupunya yaitu Samarawijaya putra Teguh
Dharmawangsa.
E. Peninggalan-Peninggalan Kerajaan
Mataram Kuno
a. Candi Arjuna
Candi Arjuna |
Candi ini mirip dengan candi-candi
di komples Gedong Sanga. Berdenah dasar persegi dengan luas sekitar ukuran
sekitar 4 m2. Tubuh candi berdiri diatas batur setinggi sekitar 1 m. Di sisi
barat terdapat tangga menuju pintu masuk ke ruangan kecil dalam tubuh candi.
Pintu candi dilengkapi dengan semacam bilik penampil yang menjorok keluar sekitar
1 m dari tubuh candi.
b. Candi Semar
Candi Semar |
Candi
ini letaknya berhadapan dengan Candi Arjuna. Denah dasarnya berbentuk persegi
empat membujur arah utara-selatan. Batur candi setinggi sekitar 50 cm, polos
tanpa hiasan. Tangga menuju pintu masuk ke ruang dalam tubuh candi terdapat di
sisi timur. Pintu masuk tidak dilengkapi bilik penampil. Ambang pintu diberi
bingkai dengan hiasan pola kertas tempel dan kepala naga di pangkalnya. Di atas
ambang pintu terdapat Kalamakara tanpa rahang bawah.
c. Candi Puntadewa
Ukuran
Candi Puntadewa tidak terlalu besar, namun candi ini tampak lebih tinggi. Tubuh
candi berdiri di atas batur bersusun setinggi sekitar 2,5 m. Tangga menuju
pintu masuk ke dalam ruang dalam tubuh candi dilengkapi pipi candi dan dibuat
bersusun dua, sesuai dengan batur candi. Atap candi mirip dengan atap Candi
Sembadra, yaitu berbentuk kubus besar. Puncak atap juga sudah hancur, sehingga
tidak terlihat lagi bentuk aslinya. Di keempat sisi atap juga terdapat relung
kecil seperti tempat menaruh arca. Pintu dilengkapi dengan bilik penampil dan
diberi bingkai yang berhiaskan motif kertas tempel.
d. Candi Sembadra
Candi |
Batur
candi setinggi sekitar 50 cm dengan denah dasar berbentuk bujur sangkar. Di
pertengahan sisi selatan, timur dan utara terdapat bagian yang menjorok keluar,
membentuk relung seperti bilik penampil. Pintu masuk terletak di sisi barat
dan, dilengkapi dengan bilik penampil. Adanya bilik penampil di sisi barat dan
relung di ketiga sisi lainnya membuat bentuk tubuh candi tampak seperti
poligon.
e. Candi Srikandi
Candi Srikandi |
Candi
ini terletak di utara Candi Arjuna. Batur candi setinggi sekitar 50 cm dengan
denah dasar berbentuk kubus. Di sisi timur terdapat tangga dengan bilik
penampil. Pada dinding utara terdapat pahatan yang menggambarkan Wisnu, pada
dinding timur menggambarkan Syiwa dan pada dinding selatan menggambarkan
Brahma. Sebagian besar pahatan tersebut sudah rusak. Atap candi sudah rusak
sehingga tidak terlihat lagi bentuk aslinya.
f. Candi Sari
Candi
Sari adalah candi Buddha yang berada tidak jauh dari Candi Sambi
Sari, Candi Kalasandan Candi Prambanan, yaitu di bagian sebelah timur
laut dari kota Yogyakarta, dan tidak begitu jauh dari Bandara
Adisucipto. Candi ini dibangun pada sekitar abad ke-8 dan ke-9 pada saat
zaman Kerajaan Mataram Kuno dengan bentuk yang sangat indah. Pada
bagian atas candi ini terdapat 9 buah stupa seperti yang nampak pada stupa
di Candi Borobudur, dan tersusun dalam 3 deretan sejajar.
Candi Sari |
Bentuk
bangunan candi serta ukiran relief yang ada pada dinding candi sangat mirip
dengan relief di Candi Plaosan. Beberapa ruangan bertingkat dua berada
persis di bawah masing-masing stupa, dan diperkirakan dipakai untuk tempat
meditasi bagi para pendeta Buddha (bhiksu) pada zaman dahulunya. Candi Sari
pada masa lampau merupakan suatu Vihara Buddha, dan dipakai sebagai tempat
belajar dan berguru bagi para bhiksu.
g. Candi Mendut
Candi Mendut |
Candi
Mendut adalah sebuah candi bercorak Buddha. Candi yang terletak
di Jalan Mayor Kusen Kota Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa
Tengahini, letaknya berada sekitar 3 kilometer dari candi Borobudur. Candi
Mendut didirikan semasa pemerintahan Raja Indra dari dinasti Syailendra.
Didalam prasasti Karangtengah yang bertarikh 824 Masehi,
disebutkan bahwa raja Indra telah membangun bangunan suci bernama wenuwana yang
artinya adalah hutan bambu. Oleh seorang ahli arkeologi Belanda bernama J.G.
de Casparis, kata ini dihubungkan dengan Candi Mendut.