Sejarah Peradaban Awal Lembah Sungai Indus - Peradaban
Lembah Sungai Indus, 2800 SM-1800 SM, merupakan sebuah peradaban kuno yang hidup sepanjang Sungai
Indus dan sungai Ghaggar-Hakra yang sekarang merupakan
wilayah Pakistan dan India barat. Peradaban ini sering
juga disebut sebagai Peradaban Harappan Lembah Indus, karena kota penggalian pertamanya disebut Harappa, atau juga Peradaban Indus Sarasvati karena Sungai
Sarasvati yang mungkin kering pada
akhir 1900 SM. Pemusatan terbesar dari Lembah Indus berada di timur Indus,
dekat wilayah yang dulunya merupakan Sungai Sarasvati kuno yang pernah
mengalir.
Sejarah Peradaban Awal Lembah Sungai Indus |
Sungai Indus adalah nama salah satu sungai besar di India. Terletak di sekitar daerah Punjab yang mana sekarang ini terbagi menjadi 2, sebagian di India dan sebagian di Pakistan. Bagi bangsa Yunani sungai ini mempunyai sejarah khusus sebagai di inti dari peradaban Veda kuno dan peradaban Lembah Indus.
Sejak 4.500 tahun yang lalu masyarakat
yang hidup di lembah Sungai Indus telah memiliki organisasi kemasyarakatan yang
sangat tinggi. Cikal bakal peradaban India ini dikenal dengan sebutan peradaban
lembah Sungai Indus. Secara geografis, kawasan ini meliputi rangkaian
pegunungan Himalaya dan pegunungan Hindu Kush yang melindungi penduduk lembah
Sungai Indus dari serangan bangsa asing.
Penelitian tentang peradaban India kuno
dilakukan oleh para arkeolog dari Inggris. Pada tahun 1921, arkeolog Inggris
bernama Sir John Marshall menemukan reruntuhan dua kota kuno yang sangat indah
dan rapi. Dua kota ini dikenal dengan nama Mahenjo Daro dan Harappa. Dari
reruntuhan dua kota ini, para ahli sejarah dapat menggambarkan berbagai segi
kehidupan masyarakat lembah sungai Indus.
Mahenjo Daro dan Harappa
Mahenjo Daro adalah salah satu situs dari
sisa-sisa permukiman terbesar dari Kebudayaan
Lembah Sungai Indus,
yang terletak di provinsi Sind, Pakistan. Dibangun pada sekitar tahun 2600 SM, kota ini adalah
salah satu permukiman kota pertama di dunia, bersamaan dengan peradaban Mesir
Kuno, Mesopotamia dan Yunani
Kuno. Reruntuhan
bersejarah ini dimasukkan oleh UNESCO ke dalam Situs
Warisan Dunia. Arti
dari Mohenjo-daro adalah "bukit orang mati". Seringkali kota tua ini
disebut dengan "Metropolis Kuno di Lembah Indus.
Mahenjo Daro dan Harappa |
Mahenjo-daro terletak di Sindh, Pakistan
di sebuah bubungan zaman Pleistosen di tengah-tengah dataran banjir Sungai
Sindhu. Bubungan tersebut kini terkubur oleh pembanjiran dataran tersebut,
tetapi sangat penting pada zaman Peradaban Lembah Indus. Bubungan tersebut
memungkinkan kota Mohenjo-daro berdiri di atas dataran sekelilingnya. Situs
tersebut terletak di tengah-tengah jurang di antara lembah Sungai Sindhu di
barat dan Ghaggar-Hakra di timur. Sungai Sindhu masih mengalir ke timur
situs itu, tetapi dasar sungai Ghaggar-Hakra kini sudah kering.
Pembangunan antropogenik selama
bertahun-tahun dipercepat oleh kebutuhan memperluas tempat. Bubungan tersebut
diluaskan melalui platform bata lumpur raksasa. Akhirnya,
penempatan tersebut meluas begitu besar sehingga ada bangunan yang mencapai 12
meter di atas permukaan dataran masa kini.
Mahenjo-daro memiliki bangunan yang luar
biasa, karena memiliki tata letak terencana yang berbasis grid jalanan yang tersusun menurut
pola yang sempurna. Pada puncak kejayaannya, kota ini diduduki sekitar 35.000
orang. Bangunan-bangunan di kota ini begitu maju, dengan struktur-struktur yang
terdiri dari batu-bata buatan lumpur dan kayu bakar terjemur matahari yang
merata ukurannya.
Bangunan-bangunan publik di kota ini
adalah lambang masyarakat yang sangat terencana. Bangunan yang bergelar Lumbung
Besar di Mohenjo-daro menurut interpretasi Sir Mortimer Wheeler pada tahun 1950
dirancang dengan ruang-ruang untuk menyambut gerobak yang mengirim hasil
tanaman dari desa, dan juga ada saluran-saluran pendistribusian udara untuk
mengeringkannya. Akan tetapi, Jonathan Mark Kenoyer memperhatikan bahwa tidak
ada catatan mengenai keberadaan hasil panen dalam lumbung ini. Maka dari itu,
Kenoyer mengatakan lebih tepat untuk menjulukinya sebagai “Balai Besar”.
Di dekat lumbung tersebut ada sebuah
bangunan publik yang pernah berfungsi sebagai permandian
umum besar, dengan tangga yang turun ke arah kolam berlapis bata
di dalam lapangan berderetan tiang. Wilayah permandian berhias ini dibangun
dengan baik, dengan lapisan tar alami yang menghambat kebocoran, di samping kolam di tengah-tengah.
Kolam yang berukuran 12m x 7m, dengan kedalaman 2.4m ini mungkin digunakan
untuk upacara keagamaan atau kerohanian.
Di dalam kota, air dari sumur disalurkan
ke rumah-rumah. Beberapa rumah ini dilengkapi kamar yang terlihat ditetapkan
untuk mandi. Air buangan disalurkan ke selokan tertutup yang membarisi
jalan-jalan utama. Pintu masuk rumah hanya menghadap lapangan dalam dan
lorong-lorong kecil. Ada berbagai bangunan yang hanya setinggi satu dua
tingkat.
Sebagai kota pertanian, Mohenjo-daro
juga bercirikan sumur besar dan pasar pusat. Kota ini juga memiliki sebuah
bangunan yang memiliki hypocaust, yang kemungkinan
digunakan untuk pemanasan air mandi. Mohenjo-daro adalah sebuah kota yang
cukup terlindungi. Walau tak ada tembok, namun terdapat menara di sebelah barat
pemukiman utama, dan benteng pertahanan di selatan.
Harappa ialah sebuah kota di Punjab, timur laut Pakistan sekitar 35 km tenggara Sahiwal. Kota ini terletak di bantaran bekas Sungai Ravi. Kota modernnya terletak di sebelah kota kuno ini, yang
dihuni antara tahun 3300 hingga 1600
SM. Di kota ini banyak ditemukan relik dari masa Budaya
Indus, yang juga terkenal sebagai budaya Harappa.
Pada masa itu, Harappa
berpenduduk sekitar 40.000 jiwa, yang dianggap besar pada
zamannya.Hubungan peradaban Indus kuno pada saat itu dikenal sebagai
mitra dagang dengan peradaban Mesir dan Mesopotamia. Situs kuno kota
Harappa berisi reruntuhan kota dari zaman perunggu yang merupakan bagian
dari budaya Cemetery H dan peradaban lembah Indus, berpusat di
Sindh dan Punjab. Kota ini diperkirakan memiliki penduduk berkisar 23.500 jiwa
dan terbesar selama fase Mature Harappa pada tahun 2600 hingga 1900 SM. Dua
kota terbesar saat itu, Mohenjodaro dan Harappa muncul sekitar tahun 2600 SM di
sepanjang lembah sungai Indus. Artefak batu di lokasi Harappa terbuat dari
pasir merah, tanah liat yang dipanggang pada suhu sangat tinggi.
Bangsa Arya Memasuki India
Nama arya berarti bangsawan atau tuan,
yang terdapat dalam bahasa persia dan india. Perpindahan Bangsa Arya di India
terjadi bertahap-tahap, dan tidak terjadi langsung dengan gelombang besar.
Waktu yang dibutuhkan juga membutuhkan waktu yang berabad-abad, itupun sambil
membawa keluarga mereka. Bangsa Arya tiba di lembah sungai indus setelah 200
tahun Harappa runtuh. (1757-1500 SM). Walaupun bangsa arya suka
berperang dan memiliki teknologi persenjataan dari besi, mereka berhasil
menguasai lembah sungai indus tanpa peperangan. Setelah beberapa abad Bangsa
Arya menempati wilayah dekat sungai gangga dan brahmaputra sampai ke delta.
Wilayah yang mereka tempati sangat subur sehingga hasil panen melimpah. Bangsa
Arya mengadopsi budaya penduduk asli (dravida) dan menggabungkan budayanya
sendiri sehingga terciptalah kebudayaan yang baru. Bangsa dravida dianggap
golongan rendah dalam pergaulan masyarakat india oleh bangsa arya, sehingga
mereka masuk kedalam kasta sudra. Pengkastaan ini dimaksudkan agar tidak
tercampur antara penduduk asli dengan bangsa arya.
Keagamaan
Kebudayaan
yang menonjol dalam peradaban India kuno adalah agama Hindu dan Buddha. Pada
dasarnya, agama Hindu merupakan kelanjutan dari agama Weda (Brahmanisme), yaitu
kepercayaan yang dibawa oleh orang Arya (Indo jerman) dari Persia. Kitab
sucinya adalah kitab Weda yang merupakan hasil permikiran para pendeta (Resi).
Bagian-bagian
kitabnya adalah:
a. Reg-weda, berisi
syair-syair pemujaan kepada dewa
b. Sama-weda, berisi
nyanyian-nyanyian untuk pemujaan dewa
c. Yajur-weda, berisi
bacaan-bacaan yang diperlukan untuk keselamatan
d. Atharwa-weda, berisi ilmu sihir untuk menghilangkan marabahaya
Di dalam agama hindu terdapat banyak dewa seperti Agni (Dewa Api), Varuna (Dewa Laut), Vayu (Dewa Angin), Surya (Dewa Matahari), dan Siwa (Dewa Pelebur). Namun, dewa-dewa tersebut hanya manifestasi dan perwujudan Tuhan YME yang dipandang sebagai pengatur tertib semesta.
d. Atharwa-weda, berisi ilmu sihir untuk menghilangkan marabahaya
Di dalam agama hindu terdapat banyak dewa seperti Agni (Dewa Api), Varuna (Dewa Laut), Vayu (Dewa Angin), Surya (Dewa Matahari), dan Siwa (Dewa Pelebur). Namun, dewa-dewa tersebut hanya manifestasi dan perwujudan Tuhan YME yang dipandang sebagai pengatur tertib semesta.
Terdapat Pokok ajaran yang diajarkan dalam hindu, diantaranya:
Kehidupan adalah samsara (penderitaan)
Penderitaan adalah karma dari apa yang telah dilakukan sebelumnya.
Manusia yang mengalami reinkarnasi (dilahirkan kembali) akan mendapatkan
kesempatan untuk memperbaiki diri.
Apabila tidak memperbaiki diri,di kehidupan selanjutnya ia akan
dilahirkan dalam wujud yang rlebih rendah.
Bila kehidupannya sudah sempurna ,ia tidak akan ber-reinkarnasi namun
lepas dari samsara dan abadi di nirwana.
Bagi umat hindu, tempat suci berada di tempat-tempat yang dikelilingi oleh
alam yang asri (hutan, gua, laut, pantai, dsb). Mereka menganggap tempat-tempat
suci ini adalah tempat yang disemayamkan oleh para dewa sehingga umat Hindu
biasanya berziarah ke tempat tersebut seperti Kota Benares yang dianggap
sebagai tempat bersemayamnya Dewa Siwa.
Tahun 599 SM, lahir Nataputta Vardhamana
seorang pangeran suku Jnatrika, yang kelak melakukan reformasi dalam tatanan
kehidupan masyarakat India. Pada usia 30 tahun Ia menanggalkan segala kekayaan
dan hak istimewa kelahirannya, dan bersemedi dalam keheningan. Setelah 12 tahun
lamanya, ia mendapat pencerahan bahwa sebenarnya tujuan manusia bukan untuk
berkomunikasi dengan dewa-dewi melalui perantara pendeta atau melakukan tugas
berdasarkan kastanya, melainkan harus membebaskan diri dari belenggu hawa dan
nafsu. Dia mengajar dan berkhotbah tentang pengalaman spiritual nya selama 30
tahun. Ajarannya disebut Jainisme.
Ajaran dasar yang diajarkan yaitu lima
sila:
Ahimisa
(tidak melakukan kekerasan)
Satya (melakukan kebenaran)
Asetya (tidak mencuri)
Brachmacharya (tidak berzina)
Aparigraha (menjauhi materi)
Setelah ia meninggal pada tahun 527 SM, dia
memperoleh banyak pengikut yang disebut kaum jain sehingga Nataputta disebut
sebagai Mahavira atau pahlawan besar. Sementara itu, adapula agama Buddha,
yaitu agama yang disebarkan oleh Siddharta Gautama dari Suku Sakia, yang termasuk
kasta Ksatria karena ia merupakan seorang putra mahkota dari Kerajaan
Kapilawastu. Sejak kecil, Sidharta sudah dalam kemewahan istana, namun hidupnya
tidak bahagia. Ketika dewasa, dia kabur dari istana untuk melihat kehidupan di
luar istana. Sidharta meyaksikan langsung orang yang telah renta, orang sakit,
orang mati, dan orang suci yang membuat batinnya menjadi tersentak. Setelah
melihat hal-hal itu, dia merasa menderita di lingkungan istimewa. Akhirnya
sidharta kabur dan mencari ketenangan agar lepas dari samsara. Setelah 7 tahun
mengalami cobaan hidup yang berat, akhirnya ia bermeditasi dibawah pohon Bodhi
dan mendapatkan sinar terang di hati danubarinya dan menjadikannya seorang
Buddha (Yang Disinari). Agama Buddha tidak mengakui kesucian kitab-kitabWeda
dan tidak mengikuti aturan pembagian kasta di dalam masyarakat. Oleh karena
itu, ajaran Buddha menarik minat golongan kasta rendah. Kitab suci agama Buddha
adalah Tripitaka (Sanskerta) yang berarti tiga keranajang.
Bagian-bagian dari kitab suci Tripitaka yaitu:
§ Suttapitaka:
kumpulan khotbah dan ajaran pokok sang Buddha.
§ Vinayapitaka:
aturan-aturan kehidupan
§ Abhidarmapitaka:
filosofi agama
Menurut ajaran Buddha, hidup adalah
samsara karena dikelilingi oleh hawa nafsu. Samsara dapat dihilangkang dengan
mengekang hawa nafsu. Untuk mengekang hawa nafsu, manusia harus menempuh
delapan jalur kebenaran yaitu berniat baik, tidak berlebih-lebihan, berpikir
baik, memerhatikan hal-hal yang baik, berkata-kata yang baik, berusaha dengan
cara yang baik, makan dan minum yang baik dan bersemedi yang baik.
Setelah 100 tahun Buddha wafat, timbul
aliran Buddha Hinayana dan Buddha Mahayana. Hinayana melambangkan ajaran Buddha
sebagai kereta kecil yang artinya bersifat tertutup. Penganut ini hanya
mengejar pembebasan bagi diri sendiri. Pada aliran ini yang berhak menjadi
Sanggha adalah para biksu dan biksuni yang berada di wihara. Sedangkan aliran
Mahayana melambangkan ajaran Buddha sebagai kereta besar yang bersifat terbuka.
Dalam aliran ini siapapun berhak menjadi Sanggha asalkan sanggup menjalankan
ajaran dan petunjuk Buddha.
Dari tahun 500 SM sampai 550 SM beberapa
kerajaan muncul di India Utara. Namun, setelah ekspansi pasukan Iskandar
Zulkarnaen dari wilayah Persia ke daerah Punjab tahun 327 SM, mereka bersatu
melawan pasukan Iskandar Zulkarnaen. Gerakan perlawanan ini dipimpin
Chandragupta. Kemudian berdirilah Kerajaan Maurya yang memiliki ibukota di
Pattaliputra. Kerajaan ini dipimpin pertama kali oleh Chandragupta. Ia
menyatukan pemerintahan-pemerintahan daerah menjadi satu secara terpusat.
Daerah kekuasaan juga meluas yaitu sampati ke daerah Kashmir sebelah barat dan
Sungai Gangga di sebelah timur. Chandragupta masih berpegang teguh pada adat
istiadat Hindu Arya. Ketika masa akhir kekuasaannya ia menjadi pengikut Jain.
Ia pun menyerahkan kekuasaannya kepada anakanya, Bindursara. Bindusara kiat
memperluas wilayah kekaisaran. Namun, terdapat satu kerajaan yaitu Kalingga
yang sampai akhir pemerintahannya tetap memberontak. Selanjutnya, pada
pemerintahan Ashoka (268-232 SM), cucu Chandragupta, Kerajaan Maurya mencapai
puncak kejayaannya. Kalinga dan Dekkan berhasil dikuasai. Ashoka melakukan
genosida terhadap orang-orang Kalinga. Namun setelah menyaksikan korbannya,
timbul penyesalan yang mendalam dalam dirinya. Sejak itu, ita menjadi orang
yang membenci kekejaman sehingga ia menganut agama Buddha. Bahkan, ia
mencita-citakan perdamaian dan kebahagiaan bagi umat manusia. Ia juga
menjadikan Buddha sebagai agama resmi Negara, tetapi ia juga sangat toleran
terhadap agama lainnya. Tidak hanya jadi penganut, Ashoka menyebarluaskan agama
Buddha dan ia mengabarkan agamanya melalui para misionarisnya ke berbagai
wilayah seperti Sri Lanka, Yunani, Indonesia, Turki, dsb.
Setelah 50 tahun kematiannya, Maurya
semakin meredup. Kematian Raja Brhadratha, oleh Pusyamitra Sunga, seorang
komandan angkatan perang Maurya telah mengakhiri kekaisaran Maurya. Ia
mengambil alih kekuasaan dan mengembalikan ajaran Hindu ortodoks dengan cara
menekan para penganut Buddha. Sejak runtuhnya Maurya, keadaan menjadi kacau.
Banyak terjadi peperangan kecil karena saling ingin menguasai wilayah lembah
Indus.
Namun, keaadaan ini dapat diamankan
kembali setelah munculnya kerajaan Gupta denan rajanya Candragupta I yang
memiliki pusat di sungai Gangga. Pada masa pemertintahan Raja Candragupta I,
agama Hindu dijadikan agama Negara. Kerajaan Gupta mencapai puncak kejayaan
pada masa pemerintahan Samudragupta. Ia terkena keras dan kejam serta tidak
mengenal kasihan terhadap musuhnya. Tetapi, bagi rakyatnya ia seorang raja yang
murah hati serta selalu berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan hidup
rakyatnya. Setelah itu, ia digantikan oleh anaknya yang bernama Candragupta II
atau yang dikenal sebagai Wikramaditiya. Ia beragama Hindu, namun tidak
memandang rendah atau mempersulit agama Buddha. Bahkan, Universitas Gupta
sebagai perguruan tinggi agama Buddha di Nalanda berdiri. Pada masanya
merupakan kejayaan India, hal ini ditandai dengan rakyat yang makmur, banyak
gedung megah yang didirikan, perdagangan dan pelayaran yang mencapai wilayah
Burma, Sri Lanka, dll. Selain itu, kesenian, ilmu pengetahuan, kesusastraan
juga berkembang pesat. Pada masa ini terkenal pujangga besar yang bernama
Kalidasa dengan karangan yang berjudul Syakuntala. Tetapi setelah meninggalnya
raja Candragupta II, kerajaannya mulai mundur. Hampir 2 abad India mengalami
masa kegelapan dan baru pada abad ke-7 muncul raja kuat yang bernama
Harshawardana.