Sejarah Perumusan dan Lahirnya Pancasila - Pancasila sebagai dasar negara dari Negara Kesatuan Republik
Indonesia telah diterima secara luas dan telah bersifat final. Hal ini kembali
ditegaskan dalam Ketetapan MPR No XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia No. II/MPR/1978 tentang
Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa) dan
Penetapan tentang Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara jo Ketetapan MPR No.
I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002. Selain itu Pancasila
sebagai dasar negara merupakan hasil kesepakatan bersama para Pendiri Bangsa
yang kemudian sering disebut sebagai sebuah “Perjanjian Luhur” bangsa
Indonesia.
Sejarah Perumusan dan Lahirnya Pancasila |
Namun di
balik itu terdapat sejarah panjang perumusan sila-sila Pancasila dalam
perjalanan ketatanegaraan Indonesia. Sejarah ini begitu sensitif dan
salah-salah bisa mengancam keutuhan Negara Indonesia. Hal ini dikarenakan
begitu banyak polemik serta kontroversi yang akut dan berkepanjangan baik
mengenai siapa pengusul pertama sampai dengan pencetus istilah Pancasila.
Artikel ini sedapat mungkin menghindari polemik dan kontroversi tersebut. Oleh
karena itu artikel ini lebih bersifat suatu "perbandingan" (bukan
"pertandingan") antara rumusan satu dengan yang lain yang terdapat
dalam dokumen-dokumen yang berbeda. Penempatan rumusan yang lebih awal tidak
mengurangi kedudukan rumusan yang lebih akhir.
Dari kronik
sejarah setidaknya ada beberapa rumusan Pancasila yang telah atau pernah
muncul. Rumusan Pancasila yang satu dengan rumusan yang lain ada yang berbeda
namun ada pula yang sama. Secara berturut turut akan dikemukakan rumusan dari
Muh Yamin, Sukarno, Piagam Jakarta, Hasil BPUPKI, Hasil PPKI, Konstitusi RIS,
UUD Sementara, UUD 1945 (Dekrit Presiden 5 Juli 1959), Versi Berbeda, dan Versi
populer yang berkembang di masyarakat.
A. Pengertian Pancasila
Pancasila adalah ideologi dasar bagi
negara Indonesia. Nama ini terdiri dari dua kata dari Sanskerta: pañca berarti lima dan śīla berarti prinsip atau asas.
Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi
seluruh rakyat Indonesia.
Lima
sendi utama penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang
adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia, dan tercantum pada paragraf ke-4 Preambule
(Pembukaan) Undang-undang Dasar 1945.
Meskipun
terjadi perubahan kandungan dan urutan lima sila Pancasila yang berlangsung
dalam beberapa tahap selama masa perumusan Pancasila pada tahun 1945, tanggal 1
Juni diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila. Pancasila sebagaimana dalam
masa pembentukannya mengalami macam macam rumusan yang berbeda,berikut
diantaranya.
1. Rumusan I: Moh. Yamin, Mr.
Pada sesi
pertama persidangan BPUPKI yang dilaksanakan pada 29 Mei – 1 Juni 1945 beberapa
anggota BPUPKI diminta untuk menyampaikan usulan mengenai bahan-bahan
konstitusi dan rancangan “blue print” Negara Republik Indonesia yang akan
didirikan. Pada tanggal 29 Mei 1945 Mr. Mohammad Yamin menyampaikan usul dasar
negara dihadapan sidang pleno BPUPKI baik dalam pidato maupun secara tertulis
yang disampaikan kepada BPUPKI.
a. Rumusan Pidato
Baik dalam
kerangka uraian pidato maupun dalam presentasi lisan Muh Yamin mengemukakan
lima calon dasar negara yaitu
- Peri
Kebangsaan
- Peri
Kemanusiaan
- Peri
ke-Tuhanan
- Peri
Kerakyatan
- Kesejahteraan
Rakyat
b. Rumusan Tertulis
Selain
usulan lisan Muh Yamin tercatat menyampaikan usulan tertulis mengenai rancangan
dasar negara. Usulan tertulis yang disampaikan kepada BPUPKI oleh Muh Yamin
berbeda dengan rumusan kata-kata dan sistematikanya dengan yang dipresentasikan
secara lisan, yaitu[2]:
- Ketuhanan
Yang Maha Esa
- Kebangsaan
Persatuan Indonesia
- Rasa
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
- Kerakyatan
yang dipimpin oleh Hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
- Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
2. Rumusan Ii: Soekarno, Ir.
Selain Muh
Yamin, beberapa anggota BPUPKI juga menyampaikan usul dasar negara, di
antaranya adalah Ir Sukarno. Usul ini disampaikan pada 1 Juni 1945 yang
kemudian dikenal sebagai hari lahir Pancasila.Namun masyarakat bangsa indonesia
ada yang tidak setuju mengenai pancasila yaitu Ketuhanan, dengan menjalankan
syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya.Lalu diganti bunyinya menjadi Ketuhanan
Yg Maha Esa. Usul Sukarno sebenarnya tidak hanya satu melainkan tiga buah
usulan calon dasar negara yaitu lima prinsip, tiga prinsip, dan satu prinsip.
Sukarno pula-lah yang mengemukakan dan menggunakan istilah “Pancasila” (secara
harfiah berarti lima dasar) pada rumusannya ini atas saran seorang ahli bahasa
(Muhammad Yamin) yang duduk di sebelah Sukarno. Oleh karena itu rumusan Sukarno
di atas disebut dengan Pancasila, Trisila, dan Ekasila.
a. Rumusan Pancasila
- Kebangsaan
Indonesia
- Internasionalisme,-atau
peri-kemanusiaan
- Mufakat,-atau
demokrasi
- Kesejahteraan
sosial
- Ketuhanan
b. Rumusan Trisila
- Sosio-nasionalisme
- Sosio-demokratis
- ke-Tuhanan
c. Rumusan Ekasila
- Gotong-Royong
3. Rumusan Iii: Piagam Jakarta
Usulan-usulan
blue print Negara Indonesia
telah dikemukakan anggota-anggota BPUPKI pada sesi pertama yang berakhir
tanggal 1 Juni 1945. Selama reses antara 2 Juni – 9 Juli 1945, delapan orang
anggota BPUPKI ditunjuk sebagai panitia kecil yang bertugas untuk menampung dan
menyelaraskan usul-usul anggota BPUPKI yang telah masuk. Pada 22 Juni 1945
panitia kecil tersebut mengadakan pertemuan dengan 38 anggota BPUPKI dalam
rapat informal. Rapat tersebut memutuskan membentuk suatu panitia kecil berbeda
(kemudian dikenal dengan sebutan "Panitia Sembilan") yang bertugas
untuk menyelaraskan mengenai hubungan Negara dan Agama.
Dalam
menentukan hubungan negara dan agama anggota BPUPKI terbelah antara golongan Islam
yang menghendaki bentuk teokrasi Islam dengan golongan Kebangsaan yang
menghendaki bentuk negara sekuler di mana negara sama sekali tidak
diperbolehkan bergerak di bidang agama. Persetujuan di antara dua golongan yang
dilakukan oleh Panitia Sembilan tercantum dalam sebuah dokumen “Rancangan
Pembukaan Hukum Dasar”. Dokumen ini pula yang disebut Piagam Jakarta (Jakarta
Charter) oleh Mr. Muh Yamin. Adapun rumusan rancangan dasar negara terdapat di
akhir paragraf keempat dari dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar” (paragraf
1-3 berisi rancangan pernyataan kemerdekaan/proklamasi/declaration of
independence). Rumusan ini merupakan rumusan pertama sebagai hasil kesepakatan
para "Pendiri Bangsa".
a. Rumusan Kalimat
“… dengan
berdasar kepada: ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi
pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan
Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.”
Alternatif
pembacaan rumusan kalimat rancangan dasar negara pada Piagam Jakarta
dimaksudkan untuk memperjelas persetujuan kedua golongan dalam BPUPKI
sebagaimana terekam dalam dokumen itu dengan menjadikan anak kalimat terakhir
dalam paragraf keempat tersebut menjadi sub-sub anak kalimat.
“… dengan
berdasar kepada: ke-Tuhanan,
[A] dengan
kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar[:]
[A.1]
kemanusiaan yang adil dan beradab,
[A.2]
persatuan Indonesia, dan
[A.3]
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan[;]
serta
[B] dengan
mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
b. Rumusan
Dengan Penomoran (Utuh)
- Ketuhanan
dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
- Menurut
dasar kemanusiaan yang adil dan beradab
- Persatuan
Indonesia
- Dan
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan
- Serta
dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
c. Rumusan Populer
Versi populer
rumusan rancangan Pancasila menurut Piagam Jakarta yang beredar di masyarakat
adalah:
- Ketuhanan
dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
- Kemanusiaan
yang adil dan beradab
- Persatuan
Indonesia
- Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
- Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
4. Rumusan Iv: Bpupki
Pada sesi
kedua persidangan BPUPKI yang berlangsung pada 10-17 Juli 1945, dokumen
“Rancangan Pembukaan Hukum Dasar” (baca Piagam Jakarta) dibahas kembali secara
resmi dalam rapat pleno tanggal 10 dan 14 Juli 1945. Dokumen “Rancangan
Pembukaan Hukum Dasar” tersebut dipecah dan diperluas menjadi dua buah dokumen
berbeda yaitu Declaration of Independence (berasal dari paragraf 1-3 yang
diperluas menjadi 12 paragraf) dan Pembukaan (berasal dari paragraf 4 tanpa
perluasan sedikitpun). Rumusan yang diterima oleh rapat pleno BPUPKI tanggal 14
Juli 1945 hanya sedikit berbeda dengan rumusan Piagam Jakarta yaitu dengan
menghilangkan kata “serta” dalam sub anak kalimat terakhir. Rumusan rancangan
dasar negara hasil sidang BPUPKI, yang merupakan rumusan resmi pertama, jarang
dikenal oleh masyarakat luas
a. Rumusan Kalimat
“… dengan
berdasar kepada: ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi
pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan
Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat-kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan, dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.”
b. Rumusan Dengan Penomoran (Utuh)
- Ketuhanan
dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
- Menurut
dasar kemanusiaan yang adil dan beradab
- Persatuan
Indonesia
- Dan
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat-kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan
- Dengan
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
5. Rumusan V: Ppki
Menyerahnya
Kekaisaran Jepang yang mendadak dan diikuti dengan Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia yang diumumkan sendiri oleh Bangsa Indonesia (lebih awal dari
kesepakatan semula dengan Tentara Angkatan Darat XVI Jepang) menimbulkan
situasi darurat yang harus segera diselesaikan. Sore hari tanggal 17 Agustus
1945, wakil-wakil dari Indonesia daerah Kaigun (Papua, Maluku, Nusa Tenggara,
Sulawesi, dan Kalimantan), di antaranya A. A. Maramis, Mr., menemui Sukarno
menyatakan keberatan dengan rumusan “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam
bagi pemeluk-pemeluknya” untuk ikut disahkan menjadi bagian dasar negara. Untuk
menjaga integrasi bangsa yang baru diproklamasikan, Sukarno segera menghubungi Hatta
dan berdua menemui wakil-wakil golongan Islam. Semula, wakil golongan Islam, di
antaranya Teuku Moh Hasan, Mr. Kasman Singodimedjo, dan Ki Bagus Hadikusumo,
keberatan dengan usul penghapusan itu. Setelah diadakan konsultasi mendalam
akhirnya mereka menyetujui penggantian rumusan “Ketuhanan, dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dengan rumusan “Ketuhanan
Yang Maha Esa” demi keutuhan Indonesia.
Pagi harinya
tanggal 18 Agustus 1945 usul penghilangan rumusan “dengan kewajiban menjalankan
syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dikemukakan dalam rapat pleno PPKI.
Selain itu dalam rapat pleno terdapat usulan untuk menghilangkan frasa “menurut
dasar” dari Ki Bagus Hadikusumo. Rumusan dasar negara yang terdapat dalam
paragraf keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar ini merupakan rumusan resmi
kedua dan nantinya akan dipakai oleh bangsa Indonesia hingga kini. UUD inilah
yang nantinya dikenal dengan UUD 1945.
a. Rumusan Kalimat
“… dengan
berdasar kepada: ke-Tuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab,
persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.”
b. Rumusan Dengan Penomoran (Utuh)
- ke-Tuhanan
Yang Maha Esa,
- Kemanusiaan
yang adil dan beradab,
- Persatuan
Indonesia
- Dan
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan
- Serta
dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
6. Rumusan Vi: Konstitusi Ris
Pendudukan
wilayah Indonesia oleh NICA menjadikan wilayah Republik Indonesi semakin kecil
dan terdesak. Akhirnya pada akhir 1949 Republik Indonesia yang berpusat di
Yogyakarta (RI Yogyakarta) terpaksa menerima bentuk negara federal yang
disodorkan pemerintah kolonial Belanda dengan nama Republik Indonesia Serikat
(RIS) dan hanya menjadi sebuah negara bagian saja. Walaupun UUD yang disahkan
oleh PPKI pada 18 Agustus 1945 tetap berlaku bagi RI Yogyakarta, namun RIS
sendiri mempunyai sebuah Konstitusi Federal (Konstitusi RIS) sebagai hasil
permufakatan seluruh negara bagian dari RIS. Dalam Konstitusi RIS rumusan dasar
negara terdapat dalam Mukaddimah (pembukaan) paragraf ketiga. Konstitusi RIS
disetujui pada 14 Desember 1949 oleh enam belas negara bagian dan satuan
kenegaraan yang tergabung dalam RIS.
a. Rumusan Kalimat
“…, berdasar
pengakuan ke-Tuhanan Yang Maha Esa, perikemanusiaan, kebangsaan, kerakyatan dan
keadilan sosial.”
Rumusan dengan penomoran (utuh)
- ke-Tuhanan
Yang Maha Esa,
- perikemanusiaan,
- kebangsaan,
- kerakyatan
- dan
keadilan sosial
7. Rumusan Vii: Uud Sementara
Segera
setelah RIS berdiri, negara itu mulai menempuh jalan kehancuran. Hanya dalam
hitungan bulan negara bagian RIS membubarkan diri dan bergabung dengan negara bagian
RI Yogyakarta. Pada Mei 1950 hanya ada tiga negara bagian yang tetap eksis
yaitu RI Yogyakarta, NIT[13], dan NST[14]. Setelah
melalui beberapa pertemuan yang intensif RI Yogyakarta dan RIS, sebagai kuasa
dari NIT dan NST, menyetujui pembentukan negara kesatuan dan mengadakan perubahan
Konstitusi RIS menjadi UUD Sementara. Perubahan tersebut dilakukan dengan
menerbitkan UU RIS No 7 Tahun 1950 tentang Perubahan Konstitusi Sementara
Republik Indonesia Serikat menjadi Undang-Undang Dasar Sementara (LN RIS Tahun
1950 No 56, TLN RIS No 37) yang disahkan tanggal 15 Agustus 1950. Rumusan dasar
negara kesatuan ini terdapat dalam paragraf keempat dari Mukaddimah (pembukaan)
UUD Sementara Tahun 1950.
a. Rumusan
Kalimat
“…, berdasar
pengakuan ke-Tuhanan Yang Maha Esa, perikemanusiaan, kebangsaan, kerakyatan dan
keadilan sosial, …”
b. Rumusan
Dengan Penomoran (Utuh)
- ke-Tuhanan
Yang Maha Esa,
- perikemanusiaan,
- kebangsaan,
- kerakyatan
- dan
keadilan sosial
8. Rumusan Viii: Uud 1945
Kegagalan Konstituante
untuk menyusun sebuah UUD yang akan menggantikan UUD Sementara yang disahkan 15
Agustus 1950 menimbulkan bahaya bagi keutuhan negara. Untuk itulah pada 5 Juli
1959 Presiden Indonesia saat itu, Sukarno, mengambil langkah mengeluarkan
Dekrit Kepala Negara yang salah satu isinya menetapkan berlakunya kembali UUD
yang disahkan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945 menjadi UUD Negara Indonesia
menggantikan UUD Sementara. Dengan pemberlakuan kembali UUD 1945 maka rumusan
Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD kembali menjadi rumusan resmi yang
digunakan.
Rumusan ini
pula yang diterima oleh MPR, yang pernah menjadi lembaga tertinggi negara
sebagai penjelmaan kedaulatan rakyat antara tahun 1960-2004, dalam berbagai
produk ketetapannya, di antaranya:
- Tap MPR
No XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia No. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa) dan Penetapan tentang
Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara, dan
- Tap MPR
No III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan
Perundang-undangan.
a. Rumusan Kalimat
“… dengan
berdasar kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab,
Persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.”
b. Rumusan Dengan Penomoran (Utuh)
- Ketuhanan
Yang Maha Esa,
- Kemanusiaan
yang adil dan beradab,
- Persatuan
Indonesia
- Dan
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan
- Serta
dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
9. Rumusan Ix: Versi Berbeda
Selain
mengutip secara utuh rumusan dalam UUD 1945, MPR pernah membuat rumusan yang
agak sedikit berbeda. Rumusan ini terdapat dalam lampiran Ketetapan MPRS No.
XX/MPRS/1966 tentang Memorandum DPR-GR mengenai Sumber Tertib Hukum Republik
Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundangan Republik Indonesia.
Rumusan
- Ketuhanan
Yang Maha Esa,
- Kemanusiaan
yang adil dan beradab,
- Persatuan
Indonesia
- Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
- Keadilan
sosial.
10. Rumusan X: Versi Populer
Rumusan
terakhir yang akan dikemukakan adalah rumusan yang beredar dan diterima secara
luas oleh masyarakat. Rumusan Pancasila versi populer inilah yang dikenal
secara umum dan diajarkan secara luas di dunia pendidikan sebagai rumusan dasar
negara. Rumusan ini pada dasarnya sama dengan rumusan dalam UUD 1945, hanya
saja menghilangkan kata “dan” serta frasa “serta dengan mewujudkan suatu” pada
sub anak kalimat terakhir.
Rumusan ini
pula yang terdapat dalam lampiran Tap MPR No II/MPR/1978 tentang Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa)
Rumusan
- Ketuhanan
Yang Maha Esa,
- Kemanusiaan
yang adil dan beradab,
- Persatuan
Indonesia
- Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
- Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
B. Rumusan Pancasila Yang Sah
Fungsi pokok Pancasila adalah sebagai
Dasar Negara. Selain fungsi pokok Pancasila sebagai Dasar Negara ada fungsi
yang lainnya yaitu:
Panitia
Sembilan pada tanggal 22 Juni 1945, berhasil menyusun suatu naskah yang
kemudian disebut Piagam Jakarta. Yang di dalamnya tercantum rumusan Dasar
Negara sebagai berikut:
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dari beberapa rumusan yang diusulkan
itu, mana menurut Anda yang paling sesuai dengan kepribadian Bangsa Indonesia?
Hasil kerja panitia Sembilan itu belum dapat pengesahan dari BPUPKI, karena
mereka belum mewakili seluruh golongan masyarakat Indonesia dan rumusan dasar
negara yang dihasilkan itu masih dianggap belum terumuskan secara jelas. Untuk
memantapkan hasil kerja BPUPKI dan sejalan dengan perkembangan sejarah, maka
dibentuklah Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang bersidang pada
tanggal 18 Agustus 1945, yang kedudukannya sama dengan badan perwakilan rakyat
dan anggotanya ditambah dari wakil-wakil daerah dan golongan yang segera
ditugaskan untuk menyusun alat-alat kelengkapan negara yang diperlukan.
Dalam sidangnya PPKI menghasilkan:
•
Menetapkan dan mengesahkan UUD RI.
• Memilih Ir. Soekarno sebagai Presiden dan Drs.Moch Hatta sebagai wakil Presiden.
• Sebelum dibentuk MPR dan DPR Presiden dibantu oleh suatu Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) untuk sementara waktu.
• Dalam pengesahan tersebut terdapat rumusan Pancasila sebagai Dasar
• Memilih Ir. Soekarno sebagai Presiden dan Drs.Moch Hatta sebagai wakil Presiden.
• Sebelum dibentuk MPR dan DPR Presiden dibantu oleh suatu Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) untuk sementara waktu.
• Dalam pengesahan tersebut terdapat rumusan Pancasila sebagai Dasar
Negara yang tercantum dalam Pembukaan
UUD 1945 berikut sistematikanya, sebagai berikut:
1.
Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan.
5. Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan.
5. Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Setelah
Rumusan Pancasila diterima sebagai dasar negara secara resmi beberapa dokumen
penetapannya ialah:
- Rumusan
Pertama: Piagam Jakarta (Jakarta Charter) - tanggal 22 Juni 1945
- Rumusan
Kedua: Pembukaan Undang-undang Dasar - tanggal 18 Agustus 1945
- Rumusan
Ketiga: Mukaddimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat - tanggal 27
Desember 1949
- Rumusan
Keempat: Mukaddimah Undang-undang Dasar Sementara - tanggal 15 Agustus 1950
- Rumusan
Kelima: Rumusan Kedua yang dijiwai oleh Rumusan Pertama (merujuk Dekrit
Presiden 5 Juli 1959)
C. Hari
Kesaktian Pancasila
Pada tanggal
30 September 1965, terjadi insiden yang dinamakan Gerakan 30 September (G30S).
Insiden ini sendiri masih menjadi perdebatan di tengah lingkungan akademisi
mengenai siapa penggiatnya dan apa motif dibelakangnya. Akan tetapi otoritas
militer dan kelompok reliji terbesar saat itu menyebarkan kabar bahwa insiden
tersebut merupakan usaha PKI mengubah unsur Pancasila menjadi ideologi komunis,
untuk membubarkan Partai Komunis Indonesia dan membenarkan peristiwa Pembantaian
di Indonesia 1965–1966.
Pada hari
itu, enam Jendral dan 1 Kapten serta berberapa orang lainnya dibunuh oleh
oknum-oknum yang digambarkan pemerintah sebagai upaya kudeta. Gejolak yang
timbul akibat G30S sendiri pada akhirnya berhasil diredam oleh otoritas militer
Indonesia. Pemerintah Orde Baru kemudian menetapkan 30 September sebagai Hari
Peringatan Gerakan 30 September G30S dan tanggal 1 Oktober ditetapkan sebagai
Hari Kesaktian Pancasila.
D. Butir-Butir
Pengamalan Pancasila
Ketetapan
MPR no. II/MPR/1978 tentang Ekaprasetia Pancakarsa menjabarkan kelima asas
dalam Pancasila menjadi 36 butir pengamalan sebagai pedoman praktis bagi
pelaksanaan Pancasila.
Ketuhanan
Yang Maha Esa
- Percaya
dan Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan
masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
- Hormat
menghormati dan bekerjasama antar pemeluk agama dan penganut-penganut
kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup.
- Saling
menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan
kepercayaannya.
- Tidak
memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.
Kemanusiaan
yang adil dan beradab
- Mengakui
persamaan derajat persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama
manusia.
- Saling
mencintai sesama manusia.
- Mengembangkan
sikap tenggang rasa.
- Tidak
semena-mena terhadap orang lain.
- Menjunjung
tinggi nilai kemanusiaan.
- Gemar
melakukan kegiatan kemanusiaan.
- Berani
membela kebenaran dan keadilan.
- Bangsa
Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia, karena
itu dikembangkan sikap hormat-menghormati dan bekerjasama dengan bangsa
lain.
Persatuan
Indonesia
- Menempatkan
kesatuan, persatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa dan negara di
atas kepentingan pribadi atau golongan.
- Rela berkorban
untuk kepentingan bangsa dan negara.
- Cinta
Tanah Air dan Bangsa.
- Bangga
sebagai Bangsa Indonesia dan ber-Tanah Air Indonesia.
- Memajukan
pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal
Ika.
Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
- Mengutamakan
kepentingan negara dan masyarakat.
- Tidak
memaksakan kehendak kepada orang lain.
- Mengutamakan
musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
- Musyawarah
untuk mencapai mufakat diliputi semangat kekeluargaan.
- Dengan
itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil
musyawarah.
- Musyawarah
dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
- Keputusan
yang diambil harus dapat dipertanggung jawabkan secara moral kepada Tuhan
Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta
nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
- Mengembangkan
perbuatan-perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan
dan gotong-royong.
- Bersikap
adil.
- Menjaga
keseimbangan antara hak dan kewajiban.
- Menghormati
hak-hak orang lain.
- Suka
memberi pertolongan kepada orang lain.
- Menjauhi
sikap pemerasan terhadap orang lain.
- Tidak
bersifat boros.
- Tidak
bergaya hidup mewah.
- Tidak
melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum.
- Suka
bekerja keras.
- Menghargai
hasil karya orang lain.
- Bersama-sama
berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.
Ketetapan ini kemudian dicabut dengan Tap MPR no. I/MPR/2003
dengan 45 butir Pancasila.
Sila pertama
Bintang.
- Bangsa
Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketakwaannya terhadap Tuhan Yang
Maha Esa.
- Manusia
Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan
agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil
dan beradab.
- Mengembangkan
sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dengan
penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
- Membina
kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa.
- Agama
dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang
menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
- Mengembangkan
sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama
dan kepercayaannya masing-masing.
- Tidak
memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada
orang lain.
Sila kedua
Rantai.
- Mengakui
dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk
Tuhan Yang Maha Esa.
- Mengakui
persamaan derajat, persamaan hak, dan kewajiban asasi setiap manusia,
tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin,
kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
- Mengembangkan
sikap saling mencintai sesama manusia.
- Mengembangkan
sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
- Mengembangkan
sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
- Menjunjung
tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
- Gemar
melakukan kegiatan kemanusiaan.
- Berani
membela kebenaran dan keadilan.
- Bangsa
Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
- Mengembangkan
sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
Sila ketiga
Pohon
Beringin.
- Mampu
menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa
dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan
golongan.
- Sanggup
dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
- Mengembangkan
rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
- Mengembangkan
rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
- Memelihara
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan
keadilan sosial.
- Mengembangkan
persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
- Memajukan
pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
Sila keempat
Kepala
Banteng
- Sebagai
warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai
kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama.
- Tidak
boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
- Mengutamakan
musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
- Musyawarah
untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
- Menghormati
dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil
musyawarah.
- Dengan
iktikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil
keputusan musyawarah.
- Di
dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan
pribadi dan golongan.
- Musyawarah
dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
- Keputusan
yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan
Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai
kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi
kepentingan bersama.
- Memberikan
kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan
pemusyawaratan.
Sila kelima
Padi Dan
Kapas.
- Mengembangkan
perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan
kegotongroyongan.
- Mengembangkan
sikap adil terhadap sesama.
- Menjaga
keseimbangan antara hak dan kewajiban.
- Menghormati
hak orang lain.
- Suka
memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
- Tidak
menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap
orang lain.
- Tidak
menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya
hidup mewah.
- Tidak
menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan kepentingan
umum.
- Suka
bekerja keras.
- Suka
menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan
kesejahteraan bersama.
- Suka
melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan
berkeadilan sosial.
DAFTAR PUSTAKA
UUD 1945
Konstitusi
RIS (1949)
UUD
Sementara (1950)
Berbagai Ketetapan
MPRS dan MPR RI
Saafroedin
Bahar (ed). (1992) Risalah Sidang BPUPKI-PPKI 29 Mei 1945-19 Agustus 1945.
Edisi kedua. Jakarta: SetNeg RI
Tim Fakultas
Filsafat UGM (2005) Pendidikan Pancasila. Edisi 2. Jakarta: Universitas
Terbuka
http://rumahradhen.wordpress.com/materi-kuliahku/semester-i/kewarganegaraan/sejarah-dan-rumusan-pancasila/
http://id.wikipedia.org/wiki/Pancasila
http://info-makalah.blogspot.com/2010/06/makalah-sejarah-pancasila.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Rumusan-rumusan_Pancasila