Sejarah Lahirnya dan Perkembangan Bahasa Indonesia - Tak dipungkiri memang pentingnya mempelajari bahasa
asing, tapi alangkah jauh lebih baik bila kita tetap menjaga, melestarikan dan
membudayakan Bahasa Indonesia. Karena seperti yang kita ketahui, bahasa
merupakan idenditas suatu bangsa. Untuk memperdalam mengenai Bahasa Indonesia,
kita perlu mengetahui bagaimana perkembangannya sampai saat ini sehingga kita
tahu mengenai bahasa pemersatu dari berbagai suku dan adat-istiadat yang
beranekaragam yang ada di Indonesia, yang termasuk kita di dalamnya.
![]() |
| Sejarah Bahasa Indonesia |
A. Sejarah
Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik
Indonesia dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia diresmikan
penggunaannya setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tepatnya sehari
sesudahnya, bersamaan dengan mulai berlakunya konstitusi. Di Timor Leste, bahasa
Indonesia berstatus sebagai bahasa kerja.
Dari sudut pandang linguistik, bahasa Indonesia adalah
salah satu dari banyak ragam bahasa Melayu. Dasar yang dipakai adalah bahasa
Melayu Riau (wilayah Kepulauan Riau sekarang) dari abad ke-19. Dalam perkembangannya
ia mengalami perubahan akibat penggunaanya sebagai bahasa kerja di lingkungan
administrasi kolonial dan berbagai proses pembakuan sejak awal abad ke-20.
Penamaan “Bahasa Indonesia” diawali sejak dicanangkannya Sumpah Pemuda, 28
Oktober 1928, untuk menghindari kesan “imperialisme bahasa” apabila nama bahasa
Melayu tetap digunakan. Proses ini menyebabkan berbedanya Bahasa Indonesia saat
ini dari varian bahasa Melayu yang digunakan di Riau maupun Semenanjung Malaya.
Hingga saat ini, Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang hidup, yang terus
menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan maupun penyerapan dari
bahasa daerah dan bahasa asing.
B. Sumber
Bahasa Indonesia
Apabila ingin membicarakan perkembangan bahasa Indonesia,
mau tidak mau kita harus membicarakan bahasa Melayu sebagai sumber (akar)
bahasa Indonesia yang kita pergunakan sekarang. Bahasa Indonesia tumbuh dan
berkembang dari bahasa Melayu, yang sejak dahulu sudah dipakai sebagai bahasa
perantara (lingua franca). Bukan saja
di kepulauan Nusantara, melainkan juga hampir di seluruh Asia Tenggara.
Pertanyaan yang mungkin timbul adalah kapan sebenarnya
bahasa Melayu mulai dipergunakan sebagai alat komunikasi. Berbagai batu
bertulis (prasasti) kuno yang ditemukan, seperti (1) Prasasti Kedukan Bukit di
Palembang, tahun 683, (2) Prasasti Talang Tuo di Palembang, tahun 684, (3)
Prasasti Kota Kapur di Bangka Barat, tahun 686, dan (4) Prasasti Karang Brahi,
Bangko, Kabupaten Merangin, Jambi, tahun 688, yang bertulis Pra-Nagari dan bahasanya bahasa Melayu
Kuno, memberi petunjuk kepada kita bahwa bahasa Melayu dalam bentuk bahasa
Melayu Kuno sudah dipakai sebagai alat komunikasi pada zaman Sriwijaya (Halim,
1979: 6-7). Prasasti-prasasti yang juga tertulis di dalam baha Melayu Kuno
terdapat di Jawa Tengah (Prasasti Gandasuli, tahun 832) dan di Bogor (Prasasti
Bogor, tahun 942). Kedua prasasti di Pulau Jawa itu diperkuat pula dugaan kita
bahwa bahasa Melayu Kuno pada waktu itu tidak saja dipakai di Pulau Sumatra
tetapi juga dipakai di pulau Jawa.
Berikut ini dikutipkan dengan bunyi batu Prasasti Kedukan
Bukit :
Swastie syrie syaka warsaatieta 605 ekadasyu syuklapaks wulan waisyaakha dapunta hyang naayik di saamwan mangalap siddhayaatra di saptamie syuklapaksa wulan jyestha dapunta hyang marlapas dari minanga taamwan.
Selamat! Pada tahun syaka 605 hari kesebalas pada masa terang bulan Wasyaakha, tuan kita yang mulia naik di perahu menjemput Siddhayaatra. Pada hari ketujuh, pada masa terang bulan Jyestha. Tuan kita yang mulia berlepas dari Minanga Taamwan ... )
Kalau kita perhatikan dengan seksama, ternyata prasasti
itu memiliki kata-kata (dicetak dengan huruf miring) yang masih kita kenal
sekarang walaupun waktu sudah berlangsung lebih dari 1400 tahun.
Berdasarkan petunjuk-petunjuk lainnya, dapatlah kita
kemukakan bahwa pada zaman Sriwijaya bahasa Melayu berfungsi sebagai berikut.
1.
Bahasa Melayu berfungsi sebagai bahasa kebudayaan yaitu
bahasa buku-buku yang berisi aturan-aturan hidup dan sastra.
2.
Bahasa Melayu berfungsi sebagai bahasa perhubungan (lingua
franca) antarsuku di Indonesia.
3.
Bahasa Melayu berfungsi sebagai bahasa perdagangan
terutama di sepanjang pantai, baik bagi suku yang ada di Indonesia maupun bagi
pedagang-pedagang yang datang dari luar Indonesia.
4.
Bahasa Melayu berfungsi sebagai bahasa resmi kerajaan.
![]() |
| Sumber Bahasa Indonesia |
D. Peresmian Nama Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia dengan perlahan-lahan, tetapi pasti,
berkembang dan tumbuh terus. Pada waktu akhir-akhir ini perkembangannya itu
menjadi demikian pesatnya sehingga bahasa ini telah menjelma menjadi bahasa
modern, yang kaya akan kosakata dan mantap dalam struktur.
Pada tanggal 28 Oktober 1928, para Pemuda Indonesia
mengikarkan Sumpah Pemuda. Naskah Putusan Kongres Pemuda Indonesia tahun 1928
itu berisi tiga butir kebulatan tekad sebagai berikut.
Pertama : Kami putra dan putri Indonesia
mengaku tertumpah darah yang satu, tanah Indonesia.
Kedua : Kami putra dan putri Indonesia
mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
Ketiga : Kami putra dan putri Indonesia
menjunjung bahasa persatuan, Bahasa Indonesia.
Pernyataan yang pertama adalah pengakuan bahwa
pulau-pulau yang bertebaran dan lautan yang menghubungkan pulau-pulau yang
merupakan wilayah Republik Indonesia sekarang adalah kesatuan tumpah darah
(tempat kelahiran) yang disebut bangsa Indonesia itu juga merupakan satu
kesatuan yang disebut bangsa Indonesia. Pernyataan yang ketiga tidak merupakan
pengakuan “berbahasa satu”. Tetapi merupakan pernyataan tekad kebahasaan yang menyatakan bahwa kita, bangsa Indonesia,
menjunjung tinggi bahasa persatuan, yaitu Bahasa Indonesia. (Halim, 1893: 2-3).
Dengan diikrarkannya Sumpah Pemuda. Resmilah bahasa
Melayu, yang sudah dipakai sejak pertengahan abad VII itu, menjadi bahasa
Indonesia.
E. Pengembangan Bahasa Indonesia
1. Arti Pengembangan Bahasa Indonesia
Arti istilah pengembangan ini harus dibedakan dengan arti
istilah perkembangan. Perkembangan merupakan usaha sadar atau disengaja, yaitu
usaha mengembangkan. Pengembangan Bahasa Indonesia merupakan usaha sadar
mengembangkan bahasa Indonesia, atau usaha sadar mengarahkan bahasa Indonesia
ini menjadi berkembang (sesuai dengan sasaran pengembangan bahasa Indonesia
itu).
2. Latar belakang pengembangan Bahasa
Indonesia
Ditinjau dari segi usia, Bahasa Indonesia merupakan
bahasa yang masih muda usianya. Sekalipun diakui, setidaknya sampai saat ini,
bahwa usia bahasa Indonesia itu masih muda, satu hal yang perlu diinsyafi
adalah kenyataan bahwa bahasa Indonesia telah mampu menjalankan tugasnya
berkaitan dengan dua kedudukannya. Dia sudah bisa menjalankan tugasnya sebagai
lambang kebanggaan nasional, lambang identitas nasional, alat pemersatu
masyarakat dan bangsa Indonesia. Dia telah pula menjalankan tugasnya sebagai
bahasa resmi negara, bahasa tata pemerintahan, bahasa pengantar di bidang
pendidikan, dan sebagai bahasa pengembangan dan pemanfaatan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Namun, ada
hal yang masih perlu, bahkan harus, dipertanyakan, yaitu: Apakah Bahasa
Indonesia sudah mampui mengemban tugasnya secara maksimal? Sejauh manakah kadar
kemampuan bahasa Indonesia dalam mengemban tugasnya tersebut, terutama bila
dilihat dari segi kondisi bahasa Indonesia itu?
Pertanyaan di atas bisa dijawab dengan kenyataan
pemakaian bahasa Indonesia sampai saat ini. Walaupun bahasa Indonesia sudah
berfungsi sesuai dengan kedudukan dan fungsinya., kemampuannya dalam berbagai
aspek kehidupan masih belum mencapai tingkat yang maksimal. Terlepas dari
kemampuan penuturnya, secara materi bahasa Indonesia masih memiliki kekurangan,
yang dapat diamati dalam berbagai aspek seperti tata bunyinya, tata katanya,
tata kalimatnya, tata maknanya, dan peristilahannya. Kekurangan itu semakin tampak
setelah rumusan kaidah bahasa Indonesia, setidaknya sampai saat ini, belum
digarap secara tuntas.
Gambaran di atas menunjukan bahwa pengembangan bahasa
Indonesia itu perlu dan harus dilaksanakan agar perkembangan bahasa Indonesia
berjalan ke arah yang diharapkan. Usaha pengembangan yang berandil besar dalam
mengarahkan perkembangan bahasa Indonesia akan berjalan secara “liar”.
![]() |
| Pengembangan Bahasa Indonesia |
3. Tujuan pengembangan Bahasa Indonesia
Pengembangan bahasa indonesia bertujuan agar bahasa
Indonesia berkembang menjadi bahasa yang satu, baku, modern, dan cendekia.
Masing-masing predikat itu dapat dijelaskan sebagai berikut. (1) satu yaitu
terciptanya bahasa Indonesia yang satu, (2) baku yaitu Bahasa Indonesia
memiliki kebakuannya sendiri yang berbeda dengan kaidah bahasa kelas atas, dan
setetusnya. (3) Modern yaitu pemutakhiran bahasa sehingga dia benar-benar
memiliki fungsi termasa. (4) Cendekia menitikberatkan ketepatgunaan bahasa
Indonesia dalam mencerminkan logika penuturnya. Tujuan demikian ini sangat
penting terutama bila dikaitkan dengan pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, yang selalu membutuhkan alat yang tepat (bahasa) untuk menuangkan
logika.
F. Sejarah Perkembangan EYD
Ejaan merupakan cara atau aturan menulis kata-kata dengan
huruf menurut disiplin ilmu bahasa. Dengan adanya ejaan diharapkan para pemakai
menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar sesuai aturan-aturan yanga
ada. Sehingga terbentuklah kata dan kalimat yang mudah dan enak didengar dan
dipergunankan dalam komonikasi sehari hari. Sesuai dengan apa yang telah
diketahui bahwa penyempurnaan ejaan bahsa Indonesia terdiri dari :
1. Ejaan van Ophuijsen
Ejaan ini merupakan ejaan bahasa Melayu dengan huruf
Latin. Charles Van Ophuijsen yang dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad
Taib Soetan Ibrahim menyusun ejaan baru ini pada tahun 1896. Pedoman tata
bahasa yang kemudian dikenal dengan nama ejaan van Ophuijsen itu resmi diakui
pemerintah kolonial pada tahun 1901. Ciri-ciri dari ejaan ini yaitu :
a) Huruf ï untuk membedakan antara huruf i sebagai akhiran
dan karenanya harus disuarakan tersendiri dengan diftong seperti mulaï dengan
ramai. Juga digunakan untuk menulis huruf y seperti dalam Soerabaïa.
b) Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang,
dsb.
c) Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer,
dsb.
d) Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk
menuliskan kata-kata ma’moer, ’akal, ta’, pa’, dsb.
2. Ejaan Soewandi
Ejaan Soewandi adalah ketentuan ejaan dalam Bahasa
Indonesia yang berlaku sejak 17 Maret 1947. Ejaan ini kemudian juga disebut
dengan nama edjaan Soewandi, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kala itu. Ejaan
ini mengganti ejaan sebelumnya, yaitu Ejaan Van Ophuijsen yang mulai berlaku
sejak tahun 1901.
a) Huruf oe diganti dengan u pada kata-kata guru, itu, umur,
dsb.
b) Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k pada
kata-kata tak, pak, rakjat, dsb.
c) Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada
kanak2, ber-jalan2, ke-barat2-an.
d) Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai
dengan kata yang mendampinginya.
3. Ejaan Yang Disempurnakan
Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) adalah ejaan Bahasa
Indonesia yang berlaku sejak tahun 1972. Ejaan ini menggantikan ejaan
sebelumnya, Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi. Pada 23 Mei 1972, sebuah
pernyataan bersama telah ditandatangani oleh Menteri Pelajaran Malaysia pada
masa itu, Tun Hussien Onn dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia, Mashuri. Pernyataan bersama tersebut mengandung persetujuan untuk
melaksanakan asas yang telah disepakati oleh para ahli dari kedua negara
tentang Ejaan Baru dan Ejaan Yang Disempurnakan. Pada tanggal 16 Agustus 1972,
berdasarkan Keputusan Presiden No. 57, Tahun 1972, berlakulah sistem ejaan
Latin (Rumi dalam istilah bahasa Melayu Malaysia) bagi bahasa Melayu dan bahasa
Indonesia. Di Malaysia ejaan baru bersama ini dirujuk sebagai Ejaan Rumi
Bersama (ERB).
![]() |
| Sejarah Perkembangan EYD |
G. Peristiwa – peristiwa penting yang
berkaitan dengan perkembangan Bahasa Melayu/Indonesia
Tahun-tahun penting yang mengandung arti sangat
menentukan dalam sejarah perkembangan bahasa Melayu/Indonesia dapat diperinci
sebagai berikut.
1. 1901 :
Ejaan resmi bahasa Melayu oleh Ch. A. Van Ophuijsen dan dimuat dalam Kitab Logat Melayu.
2. 1908 :
Pemerintah mendirikan sebuah badan penerbit buku-buku bacaan yang diberi nama Commissie voor de Volkslectuur (Taman
bacaan Rakyat).
3. 1928 : Para
Pemuda pilihan memancangkan tonggak yang kukuh untuk perjalanan bahasa
Indonesia.
4. 1933 :
Berdirinya Pujangga Baru (Sebuah
angkatan Sastrawan Muda) yang dipimpin Sutan Takdir Alisjahbana dan
kawan-kawan.
5. 1938 :
Kongres Bahasa Indonesia I di Solo. Dengan putusan bahwa pembinaan dan
pengembangan bahasa Indonesia telah dilakukan secara sadar oleh cendekiawan dan
budayawan kita saat itu.
6. 1945 : UUD
1945, Pasal 36 menetapkan bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara.
7. 1947 :
Penggunaan ejaan Republik (Ejaan Soewandi) sebagai pengganti ejaan van
Ophuijsen yang berlaku sebelumnya.
8. 1954 :
Kongres Bahasa Indonesia II di Medan. Dengan putusan bahwa bangsa Indonesia
bertekad untuk terus-menerus menyempurnakan bahasa Indonesia yang diangkat
sebagai bahasa Nasional dan ditetapkan sebagai bahasa negara itu,
9. 1972 :
Presiden RI meresmikan penggunaan ejaan Bahasa Indonesia. Dan di tahun ini
pula, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan dan Pedoman umum pembentukan istilah resmi
berlaku di seluruh Indonesia.
10. 1978 :
Kongres Bahasa Indonesia III, Dengan putusan bahwa untuk terus berusaha
memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia.
11. 1983 :
Kongres Bahasa Indonesia IV, Dengan putusan bahwa pembinaan dan pengembangan
bahasa Indonesia harus lebih ditingkatkan sehingga amanat yang tercantum dalam
Garis-garis besar Haluan Negara, yang mewajibkan kedapa semua warga negara
Indonesia untuk menggunakan Bahasa indonesia dengan baik dan benar, dapat
tercapai semaksimal mungkin.
12. 1988 :
Kongres Bahasa Indonesia V, Kongres ini ditandai dengan dipersembahkannya karya
besar pusat pembinaan dan pengembangan bahasa kepada pecinta bahasa di Nusantara,
yaitu berupa (1) Kamus besar bahasa
Indonesia, dan (2) Tata Bahasa buku
bahasa Indonesia.
13. 1993 :
Kongres Bahasa Indonesia VI, Kongres ini mengusulkan agar Pusat Pembinaan dan
Pengembangan bahasa ditingkatkan statusnya menjadi Lembaga Bahasa Indonesia,
serta mengusulkan disusunnya Undang-undang Bahasa Indonesia.
14. 1998 :
Kongres Bahasa Indonesia VII, Kongres ini mengusulkan dibentuknya Badan Pertimbangan Bahasa dengan
ketentuan sebagai berikut.
a. Keanggotaannya terdiri atas tokoh masyarakat dan pakar
yang mempunyai kepedulian terhadap bangsa dan sastra.
b. Tugasnya ialah memberikan nasihat kepada Pusat Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa serta mengupayakan peningkatan status kelembagaan Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
15. 2003 :
Kongres Bahasa Indonesia VIII, Kongres ini diselenggatakan di Jakarta pada
tanggal 14-17 Oktober 2003.
H. Kedudukan dan Fungsi Bahasa
Indonesia
1. Konsep Dasar
Istilah kedudukan
dan fungsi tentunya sering kita
dengar, bahkan pernah kita pakai. Kita tahu bahwa bahasa sebagai alat
komunikasi lingual manusia, baik secara lisan maupun tertulis. Ini adalah
fungsi dasar bahasa yang tidak dihubungkan dengan status dan nilai-nilai
sosial.
Kedudukan dan Fungsi bahasa yang dipakai oleh pemakainya
(baca; masyarakat bahasa) perlu dirumuskan secara eksplisit, sebab kejelasan
‘label’ yang diberikan akan mempengaruhi masa depan bahasa yang bersangkutan.
Pemakainya akan menyikapinya secara jelas terhadapnya dan memperlakukannya
sesuai dengan ‘label; yang dikenakan padanya.
2. Kedudukan Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia mempunyai kedudukan yang sangat penting,
seperti bercantum pada ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928. Ini berarti bahwa
bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa Nasional; kedudukannya diatas
bahasa-bahasa daerah. Selain itu, di dalam UUD 1945 tercantum pasal khusus (Bab
XV, Pasal 36) mengenai kedudukan bahasa Indonesia yang menyatakan bahwa bahasa
negara ialah bahasa Indonesia. Dengan kata lain, ada dua macam kedudukan bahasa
Indonesia. Pertama bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional sesuai dengan Sumpah Pemuda 1928; Kedua, bahasa
Indonesia berkedudukan sebagai bahasa
negara sesuai dengan Undang-undang Dasar 1945.
![]() |
| Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia |
3. Fungsi Bahasa Indonesia
Di dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa
Indonesia berfungsi sebagai :
1. Lambang kebanggaan kebangsaan
2. Lambang Identitas Nasional
3. Alat perhubungan antarwarga, antardaerah, dan antarbudaya
4. Alat yang memungkinkan penyatuan berbagai-bagai suku
bangsa dengan latar belakang sosial budaya dan bahasanya masing-masing kedalam
kesatuan kebangsaan bangsa Indonesia.
Sebagai lambang kebanggaan kebangsaan, bahasa
Indonesia mencerminkan nilai-nilai sosial budaya yang mendasar rasa kebangsaan
kita. Atas dasar kebangaan ini, Bahasa Indonesia kita pelihara dan kita
kembangkan serta rasa kebanggaan pemakainya senantiasa kita bina.
Sebagai lambang identitas nasional, bahasa
Indonesia kita junjung disamping bendera dan lambang negara kita. Di dalam
melaksanakan fungsi ini bahasa Indonesia tentulah harus memiliki identitasnya
sendiri pula sehingga ia serasi dengan lambang kebangsaan kita yang lain.
Sebagai bahasa Nasional, berkat adanya bahasa
nasional kita dapat berhubungan satu dengan yang lain sedemikian rupa sehingga
kesalahpahaman sebagai akibat perbedaan latar belakang sosial Budaya dan Bahasa
tidak perlu dikhawatirkan.
Sebagai Alat yang memungkinkan terlaksananya penyatuan
berbagai-bagai suku bangsa yang memiliki latar belakang sosial budaya dan
bahasa yang berbeda-beda kedalam satu kesatuan kebangsaan yang bulat.
Di dalam kedudukannya
sebagai Bahasa Negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai (1) bahasa resmi
kenegaraan, (2) bahasa pengantar di dalam dunia pendidikan, (3) alat
perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan
pembangungan, dan (4) pengembang kebudayaan , ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sebagai Bahasa
resmi kenegaraan bahasa Indonesia di pakai di dalam segala upacara,
peristiwa, dan kegiatan kenegaraan baik dalam bentuk lisan maupun dalam bentuk
tulisan.
Sebagai bahasa pengantar di dalam dunia pendidikan,
bahwa pengantar di lembaga-lembaga di dunia pendidikan mulai taman kanak-kanak
sampai tingkat perguruan tinggi di seluruh Indonesia, kecuali di daerah-daerah
seperti Aceh, Batak, Sunda, Jawa, Madura, Bali, dan Makassar yang menggunakan
bahasa daerahnya sebagai bahasa pengantar sampai dengan tahun ketiga pendidikan
dasar.
Sebagai alat perhubungan pada tingkat nasional untuk
kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunga,Di dalam hubungan
dengan fungsi ini, bahasa Indonesia di pakai bukan saja dipakai sebagai alat
komunikasi timbal-balik antara pemerintah dengan masyarakat luas, dan bukan
saja sebagai alat perhubungan antardaerah dan antarsuku melainkan juga sebagai
alat perhubungan di dalam masyarakat yang sama latar belakang sosial budaya dan
bahasanya.
Akhirnya, di dalam
kedudukannya sebagai bahasa negara, alat
pengemban kebudayaan nasional, ilmu pengetahuan, dan teknologi dalam
hubungan ini, bahasa Indonesia adalah alat satu-satunya yang memungkinkan kita
membina dan mengembangkan kebudayaan nasional sedemikian rupa sehingga ia
memiliki ciri-ciri dan identitasnya sendiri, yang membedakannya dari kebudayaan
daerah. Pada waktu yang sama, bahasa Indonesia kita pergunakan sebagai alat
untuk menyatakan nilai-nilai sosial budaya nasional kita (Halim, 1979: 4-56,
Moeliono, 1980: 15-31).
Di samping itu, sekarang
ini fungsi bahasa Indonesia telah pula bertambah besar. Bahasa Indonesia
berfungsi sebagai bahasa media massa. Media massa cetak dan elektronik, baik
visual, audio, maupun audio visual harus memakai bahasa Indonesia. Di dalam
kedudukannya sebagai sumber pemerkaya bahasa daerah, bahasa Indonesia
berperanan sangat penting. Beberapa kosakata bahasa Indonesia ternyata dapat
memperkaya khasanah bahasa daerah, dalam hal bahasa daerah tidak memiliki kata
untuk sebuah konsep.
Bahasa Indonesia sebagai
alat menyebarluaskan sastra Indonesia dapat dipakai. Sastra Indonesia merupakan
wahana pemakaian bahasa Indonesia dari segi estetis bahasa sehingga bahasa
Indonesia menjadi bahasa yang penting dalam dunia Internasional.





