Sejarah Berdirinya Budi Utomo - Kebangkitan Nasional adalah Masa dimana
Bangkitnya Rasa dan Semangat Persatuan, Kesatuan, dan Nasionalisme serta
kesadaran untuk memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia yang sebelumnya
tidak pernah muncul selama penjajahan Belanda dan Jepang. Dalam masa ini muncul
sekelompok masyarakat indonesia yang menginginkan adanya perubahan dari
masyarakat indonesia yang selama ini dijajah dan ditindas oleh bangsa lain.
Kebagkitan nasional Indonesia ditandai dengan berdirinya organisasi Budi Utomo.
Peristiwa itu merupakan bagian dari peristiwa yang menjadi tonggak sejarah
kemerdekaan negara indonesia.
Sejarah Berdirinya Budi Utomo |
A. Sejarah Berdirinya Budi Utomo
Budi
Utomo lahir dari inspirasi yang dikemukakan oleh Wahidin Soedirohoesodo disaat
beliau sedang berkeliling ke setiap sekolah untuk menyebarkan beasiswa, salah
satunya STOVIA (School tot Opleiding van Inlandsche Artsen). Sejak saat itu,
mahasiswa STOVIA mulai terbuka pikirannya dan mereka mulai mengadakan
pertemuan-pertemuan dan diskusi yang sering dilakukan di perpustakaan STOVIA
oleh beberapa mahasiswa, antara lain Soetomo, Goenawan Mangoenkoesoemo,
Goembrek, Saleh, dan Soeleman. Mereka memikirkan nasib bangsa yang sangat buruk
dan selalu dianggap bodoh dan tidak bermartabat oleh bangsa lain (Belanda),
serta bagaimana cara memperbaiki keadaan yang amat buruk dan tidak adil itu.
Para pejabat pangreh praja
(sekarang pamong praja) kebanyakan hanya memikirkan kepentingan sendiri dan
jabatan. Dalam praktik mereka pun tampak menindas rakyat dan bangsa sendiri,
misalnya dengan menarik pajak sebanyak-banyaknya untuk menyenangkan hati atasan
dan para penguasa Belanda.
Para
pemuda mahasiswa itu juga menyadari bahwa mereka membutuhkan sebuah organisasi
untuk mewadahi mereka, seperti halnya golongan-golongan lain yang mendirikan
perkumpulan hanya untuk golongan mereka seperti Tiong Hoa Hwee Koan untuk orang
Tionghoa dan Indische Bond untuk orang Indo-Belanda. Pemerintah Hindia Belanda
jelas juga tidak bisa diharapkan mau menolong dan memperbaiki nasib rakyat
kecil kaum pribumi, bahkan sebaliknya, merekalah yang selama ini menyengsarakan
kaum pribumi dengan mengeluarkan peraturan-peraturan yang sangat merugikan
rakyat kecil.
Para
pemuda itu akhirnya berkesimpulan bahwa merekalah yang harus mengambil prakarsa
menolong rakyatnya sendiri. Pada waktu itulah muncul gagasan Soetomo untuk
mendirikan sebuah perkumpulan yang akan mempersatukan semua orang Jawa, Sunda,
dan Madura yang diharapkan bisa dan bersedia memikirkan serta memperbaiki nasib
bangsanya. Perkumpulan ini tidak bersifat eksklusif tetapi terbuka untuk siapa
saja tanpa melihat kedudukan, kekayaan, atau pendidikannya. Pada hari Minggu,
tanggal 20 Mei 1908 Sutomo dan kawan-kawannya di ruang kelas Sekolah Kedokteran
STOVIA di Batavia atau Jakarta mendirikan sebuah perkumpulan yang diberi nama
Budi Utomo (Budi Luhur).
Para
pelajar yang aktif dalam pembentukan Budi Utomo tersebut adalah M. Suradji,
Muhammad Saleh, Mas Suwarno, Muhammad Sulaiman, Gunawan, dan Gumbreg. Pada
akhir pidatonya, Sutomo mengatakan, “berhasil dan tidaknya usaha ini bergantung
kepada kesungguhan hati kita, bergantung kepada kesanggupan kita bekerja. Saya
yakin bahwa nasib Tanah Air di masa depan terletak di tangan kita.” Ucapan itu
disambut dengan tepuk tangan yang amat meriah.
Budi
Utomo setelah terbentuk, para pengurus dan anggotanya segera mempropagandakan
mengenai maksud dan tujuan pembentukan organisasi tersebut kepada semua
masyarakat, terutama kelompok pelajar, pegawai, kaum priayi, dan pedagang
kecil. Propaganda itu ternyata mendapat sambutan hangat. Berita tentang
pembentukan Budi Utomo akhirnya tersiar juga lewat surat kabar sehingga
diketahui oleh pelajar-pelajar di berbagai kota. Akhirnya, para pelajar di
kota-kota, seperti Yogyakarta, Magelang, dan Probolinggo ikut mendirikan
cabang-cabang Budi Utomo. Nama Sutomo sebagai pendiri dan ketua umum Budi Utomo
makin populer sekaligus mengundang risiko besar.
Beberapa
staf pengajar dan pemerintah Belanda menuduh Sutomo dan kawan-kawannya sebagai pemberontak.
Sutomo diancam akan dipecat dari sekolahnya. Akan tetapi, kawan-kawannya
mempunyai solidaritas tinggi. Jika Sutomo dikeluarkan, mereka akan ikut keluar
juga. Dalam persidangan di sekolah, Sutomo masih dipertahankan oleh pemimpin
umum STOVIA, Dr. H. E. Roll sehingga ia dan kawan-kawannya tidak jadi
dikeluarkan dari sekolah. Jelaslah bahwa setiap perjuangan pasti mendapat
tantangan, rintangan, bahkan ancaman, tetapi mereka tetap tegar.
Budi
Utomo berkembang makin besar sehingga perlu menyelenggarakan kongres. Untuk
keperluan itu, mereka mempersiapkan segala sesuatunya atas usaha sendiri. Dr.
Wahidin berkampanye keliling daerah untuk mendapatkan dukungan dan bantuan dari
semua pihak. Kongres Budi Utomo yang pertama berhasil diselenggarakan pada tanggal
5 Oktober 1908 di Yogyakarta.
Dalam
kongres dihasilkan beberapa keputusan penting, seperti:
1. Merumuskan
tujuan utama Budi Utomo, yaitu kemajuan yang selaras untuk negara dan bangsa,
terutama dengan memajukan pengajaran, pertanian, peternakan, perdagangan,
teknik dan industri, ilmu pengetahuan dan seni budaya bangsa Indonesia;
2. Kedudukan
pusat perkumpulan berada di Yogyakarta;
3. Menyusun
kepengurusan dengan R.T. Tirtokusumo, Bupati Karanganyar (Jawa Tengah) sebagai
Ketua;
4. Kegiatan
Budi Utomo terutama ditujukan pada bidang pendidikan dan kebudayaan;
5. Wilayah
gerakannya difokuskan di Jawa dan Madura;
6. BU
tidak ikut mengadakan kegiatan politik.
Pada
tahun awal berkembangnya Budi Utomo dapat menjadi tempat penyaluran keinginan
rakyat yang ingin maju dan tempat mengabdi tokoh-tokoh terkemuka terhadap
bangsanya. Tokoh-tokoh yang pernah menjabat Ketua Budi Utomo, antara lain R.T.
Tirtokusumo (1908–1991), Pangeran Aryo Noto Dirodjo dari Istana Paku Alam
(1911–1914), R.Ng. Wedyodipura atau Radjiman Wedyoningrat (1914–1915), dan R.M.
Ario Surjo Suparto atau Mangkunegoro VII (1915). Oleh karena pemimpin Budi
Utomo umumnya berasal dari kaum bangsawan, banyaklah dana yang disumbangkan
untuk kemajuan pengajaran. Demikian, lahirlah badan bantuan pendidikan atau
studiefonds yang diberi nama Darma Wara. Hal inilah yang dicita-citakan oleh
dr. Wahidin.
Sejak
tahun 1908 hingga tahun 1915, Budi Utomo hanya bergerak di bidang sosial dan
budaya terutama pada bagian pengajaran. Namun, setelah tahun 1925 itu Budi
Utomo ikut terjun ke dunia politik. Perubahan haluan ini terjadi karena adanya
pengaruh dari organisasi pergerakan lain yang bercorak politik, seperti
Indische Partij dan Sarekat Islam. Tujuan Budi Utomo berpolitik adalah untuk
mendapat bagian dalam pemerintahan yang akan dipegang oleh golongan pelajar
pribumi.
B. Masa
Perkembangan Budi Utomo
Budi Utomo mengalami fase perkembangan
penting saat kepemimpinan Pangeran Noto Dirodjo. Saat itu, Douwes Dekker,
seorang Indo-Belanda yang sangat properjuangan bangsa Indonesia, dengan terus
terang mewujudkan kata “politik” ke dalam tindakan yang nyata. Berkat
pengaruhnyalah pengertian mengenai “tanah air Indonesia” makin lama makin bisa
diterima dan masuk ke dalam pemahaman orang Jawa. Maka muncullah Indische
Partij yang sudah lama dipersiapkan oleh Douwes Dekker melalui aksi persnya.
Perkumpulan ini bersifat politik dan terbuka bagi semua orang Indonesia tanpa
terkecuali. Baginya “tanah air” (Indonesia) adalah di atas segala-galanya.Pada
masa itu pula muncul Sarekat Islam, yang pada awalnya dimaksudkan sebagai suatu
perhimpunan bagi para pedagang besar maupun kecil di Solo dengan nama Sarekat
Dagang Islam, untuk saling memberi bantuan dan dukungan. Tidak berapa lama,
nama itu diubah oleh, antara lain, Tjokroaminoto, menjadi Sarekat Islam, yang
bertujuan untuk mempersatukan semua orang Indonesia yang hidupnya tertindas
oleh penjajahan. Sudah pasti keberadaan perkumpulan ini ditakuti orang Belanda.
Munculnya gerakan yang bersifat politik semacam itu rupanya yang menyebabkan
Budi Utomo agak terdesak ke belakang. Kepemimpinan perjuangan orang Indonesia
diambil alih oleh Sarekat Islam dan Indische Partij karena dalam arena politik
Budi Utomo memang belum berpengalaman.Karena gerakan politik
perkumpulan-perkumpulan tersebut, makna nasionalisme makin dimengerti oleh
kalangan luas. Ada beberapa kasus yang memperkuat makna tersebut. Ketika
Pemerintah Hindia Belanda hendak merayakan ulang tahun kemerdekaan negerinya,
dengan menggunakan uang orang Indonesia sebagai bantuan kepada pemerintah yang
dipungut melalui penjabat pangreh praja pribumi, misalnya, rakyat menjadi sangat
marah.
Kemarahan itu mendorong Soewardi
Suryaningrat (yang kemudian bernama Ki Hadjar Dewantara) untuk menulis sebuah
artikel “Als ik Nederlander was” (Seandainya Saya Seorang Belanda), yang
dimaksudkan sebagai suatu sindiran yang sangat pedas terhadap pihak Belanda.
Tulisan itu pula yang menjebloskan dirinya bersama dua teman dan pembelanya,
yaitu Douwes Dekker dan Tjipto Mangoenkoesoemo ke penjara oleh Pemerintah
Hindia Belanda (lihat: Boemi Poetera). Namun, sejak itu Budi Utomo tampil
sebagai motor politik di dalam pergerakan orang-orang pribumi.Agak berbeda
dengan Goenawan Mangoenkoesoemo yang lebih mengutamakan kebudayaan dari
pendidikan, Soewardi menyatakan bahwa Budi Utomo adalah manifestasi dari
perjuangan nasionalisme. Menurut Soewardi, orang-orang Indonesia mengajarkan
kepada bangsanya bahwa “nasionalisme Indonesia” tidaklah bersifat kultural,
tetapi murni bersifat politik. Dengan demikian, nasionalisme terdapat pada
orang Sumatera maupun Jawa, Sulawesi maupun Maluku.
Pendapat tersebut bertentangan dengan
beberapa pendapat yang mengatakan bahwa Budi Utomo hanya mengenal nasionalisme
Jawa sebagai alat untuk mempersatukan orang Jawa dengan menolak suku bangsa
lain. Demikian pula Sarekat Islam juga tidak mengenal pengertian nasionalisme,
tetapi hanya mempersyaratkan agama Islam agar seseorang bisa menjadi anggota.
Namun, Soewardi tetap mengatakan bahwa pada hakikatnya akan segera tampak bahwa
dalam perhimpunan Budi Utomo maupun Sarekat Islam, nasionalisme “Indonesia” ada
dan merupakan unsur yang paling penting.
C. Harapan
dan Hambatan Pergerakan Budi Utomo
Sebagai suatu organisasi yang baik, Budi
Utomo memberikan usulan kepada pemerintah Hidia Belanda sebagai mana berikut
ini :
1. Meninggikan tingkat pengajaran di sekolah
guru baik guru bumi putera maupun sekolah priyayi.
2. Memberi beasiswa bagi orang-orang bumi
putera.
3. Menyediakan lebih banyak tempat pada sekolah
pertanian.
4. Izin pendirian sekolah desa untuk Budi Utomo.
5. Mengadakan sekolah VAK / kejuruan untuk para
bumi putera dan para perempuan.
6. Memelihara tingkat pelajaran di
sekolah-sekolah dokter jawa.
7.
Memberikan
kesempatan bumi putra untuk mengenyam bangku pendidikan di sekolah rendah eropa
atau sekolah Tionghoa - Belanda.
Pemerintah Hindia-Belanda mengesahkan
Budi Utomo sebaga badan hukum yang sah karena dinilai tidak membahayakan, namun
tujuan organisasi Budi Utomo tidak maksimal karena banyak hal, yakni :
1. Mengalami kesulitan dinansial
2. Kelurga R.T. Tirtokusumo lebih memperhatikan
kepentingan pemerintah kolonial daripada rakyat.
3. Lebih memajukan pendidikan kaum priyayi
dibanding rakyat jelata.
4. Keluarga anggota-anggota dari golongan
mahasiswa dan pelajar.
5. Bupati-bupati lebih suka mendirikan
organisasi masing-masing.
6. Bahasa belanda lebih menjadi prioritas
dibandingkan dengan Bahasa Indonesia.
7. Pengaruh golongan priyayi yang mementingkan
jabatan lebih kuat dibandingkan yang nasionalis.