Sejarah Peradaban Islam Di Mekkah - Ada perisitiwa penting dalam sejarah dimana Nabi
Muhammad sebagai penengah antara penduduk Qurais yang sedang bertikai tentang
peletakan hajar aswat mereka menganggap kelompok mereka mempunyai hak untuk
meletakan Hajar Aswat tersebut, sehingga menyebekan
pertikaian. Kemudia pada saat itu Abu Umayyah ibn Mughiro al-Makhzumi
mengusulkan agar keputusan diserahkan kepada orang yang pertama kali memasuki
pintu Shafa. Kemudian diketahui belakangan ini orang yang pertama kali memasuki
pintu Shafa adalah Muhammad kemudian orang-orang Qurays sepakat atas usulan
itu. Muhammad mengeluarkan ide cemerlang yaitu beliau mengambil kain dan
disuruhnya setiap kabilah mengangkat bagian sisi kain tersebut secara
bersamaan. Dengan begitu permasalahan yang timbul dapat terselesaikan.
Sejarah Peradaban Islam Di Mekkah |
A. Sejarah Situasi Masyarakat Menjelang Masuknya Islam Ke Mekkah
Pembahasan tentang bangsa Arab pra Islam selalu identik dengan sebutan Jahiliah,
meskipun perlu dipahami kembali makna Jahiliah selama ini
diartikan bodoh tidak tahu baca tulis, padahal terdapat bukti sejarah yang
menunjukan kecerdasan Bangsa Arab baik melalui sya’ir dan
lainnya. Berbicara mengenai Arab pra Islam maka harus selalu dikaitkan dengan
lingkungan dan keadaan di sekitarnya serta kondisi masyarakatnya. Ketiga faktor
itulah yang menentukan karakteristik atau watak suatu bangsa. Berikut aspek-aspek yang mengenai situasi Arab pra-Islam:
a. Kondisi Geografis
Jazirah Arab atau Pulau Arab adalah satu semenanjung yang terletak di
sebelah barat daya Asia. Semenanjung ini dengan jazirah karena tiga sisinya
berbatasan dengan air, yaitu sebelah timur berbatasan dengan teluk Oman dan
teluk Persi (teluk Arab), disebelah selatan berbatasan dengan Lautan India,
disebelah barat berbatasan dengan Laut Merah. Hanya disebelah utara, jazirah
ini berbatsn dengan daratan atau padang pasir Irak dan Syiria. Jazirah
ini termasuk semenanjung terbesar di dunia, luasnya sekitar tiga juta kilometer
persegi, atau lebih kurang sepertiga dari luas benua Eropa. Secara Geografis,
jazirah Arab merupakan padang pasir , yaitu hamper lima per enam daerahnya
terdiri dari padang pasir, dan gunung berbatu.
Secara garis besar, jazirah Arab dibedakan menjadi dua, yakni daerah
pedalaman dan pesisir. Daerah pedalaman jarang sekali mendapatkan hujan, namun
sesekali hujan turun dengan lebatnya. Kesempatan demikian biasa dimanfaatkan
penduduk nomadik dengan mencari genangan air dan padang rumput demi
keberlangsungan hidup mereka. Sedangkan daerah pesisir, hujan turun dengan
teratur, sehingga para penduduk daerah tersebut relatif padat dan sudah
bertempat tinggal tetap. Oleh karena itu, di daerah pesisir ini, jauh sebelum
Islam lahir, sudah berkembang kota-kota dan kerajaan-kerajaan penting, seperti
kerajaan Himyar, Saba’, Hirah dan Ghassan.
b. Kondisi Politik
Model organisasi politik bangsa Arab lebih didominasi kesukuan (model
kabilah). Kepala sukunya disebut Shaikh, yakni seorang pemimpin yang dipilih
antara sesama anggota. Shaikh dipilih dari suku yang lebih tua, biasanya
dari anggota yang masih memiliki hubungan famili. Fungsi pemerintahan Shaikh
ini lebih banyak bersifat penengah (arbitrasi) dari pada memberi komando.
Shaikh tidak berwenang memaksa, serta tidak dapat membebankan tugas-tugas atau
mengenakan hukuman-hukuman. Hak dan kewajiban hanya melekat pada warga suku
secara individual, serta tidak mengikat pada warga suku lain. Keadaan politik
Jazirah Arab sebelum mulainya keberadaan Islam diapit oleh dua kerajaan besar,
yaitu terdapat Kerajaan Romawi Timur pada bagian Barat, dan terdapat Kerajaan
Persia di bagian Timur.
Daerah utama Kerajaan Romawi Timur yaitu di Rum (Turki dan Eropa sekarang),
Asia kecil, Siria (Syam), Mesir, Afrika Utara dan Ethiopia. Dan Daerah utama
Kerajaan Persia yaitu di Iran, Irak, dan semua wilayah di kawasan teluk Persia
dan Jazirah Arab bagian Utara.
Pemerintahan maupun system kenegaraan di Arab pada masa itu terbukti dengan
adanya kerajaan-kerajaan berikut
a. Arab
Baidah : terdapat Kerajaan Aad, kaum Tsamud, dan kerajaan al-Ambath.
b. Arab
Aribah: berada di Yaman. Di sana terdapat kerajaan Mainiyahdan Saba’iyah.
c.
Arab Musta’rabah : berada di Mekkah dan Yatsrib.
Terdapat Kerajaan Ghassaniyah yang merupakan Buffer State dari Kerajaan
besar Romawi Timur yang dimana menjadikan agama Kristen sebagai agama resmi.
Dan terdapat pula Kerajaan Hirah yang merupakan Buffer State dari Kerajaan
Besar Persia.
Pada versi lain adapula yang mengatakan bahwa semasa pra Islam, kondisi
politik di tanah Arab terbagi atas 3 yakni :
a. Kabilah Badui, atau bagian
pedalaman. Masyarakatnya di Kabilah Badui terpencar-pencar hidupnya dan diikat
oleh ikatan darah dan system fanatisme.
b. Kerajaan Kindah (480 – 529
SM). Pendirinya adalah Hajar Akil al-Mirrar, masyarakat di kerajaan ini tunduk
di bawah Kerajaan Himyar.
c. Kerajaan di Perkotaan, yang
terbagi atas tiga kawasan yaitu Yaman, wilayah Utara dan Hijaz.
Kerajaan-kerajaan pra Islam tersebut dapat dikatakan berada dalam posisi
kondisi politik yang labil, dimana satu sama lain saling disibukkan dengan
kesibukan untuk mempertahankan diri atau memperluas kawasan kekuasaan saja.
Karena situasi politik yang demikian, maka ketika Muhammad dating dengan
misi pembaharuan, mereka tidak dapat memberikan perlawanan yang berarti, sebab
sewaktu ada kabilah yang menentangnya, dengan mudah Muhammad saw segera
mendapat bantuan dari kabilah lainnya yang menjadi musuh kabilah yang memusuhi Muhammad saw tersebut.
c. Kepercayaan
Sebelum Islam datang , bangsa Arab telah menganut agama yang mengakui bahwa
Allah sebagai Tuhan mereka. Kepercayaan ini diwarisi secara turun temurun sejak
nabi Ibrahim dan Ismail. Al-Quran menyebutkan agama itu dengan Hanif, yaitu
kepercayaan yang mengakui keesaan Allah sebagi pencipta alam, Tuhan
menghidupkan dan mematikan , Tuhan yang memeberi rezki dan sebagainya.
Kepercayaan kepada Allah itu tetap diyakini oleh bangsa Arab sampai
kerasulan Nabi Muhammad saw. Hanya saja keyakinan itu dicampur baurkan dengan
takhayul dan kemusyrikan, mensekutukan Allah dengan sesuatu dalam menyembah,
seperti jin, roh, hantu, bulan, matahari, tumbuh-tumbuhan,
berhala dan sebagainya.
Adapula yang beragama Nasrani dan Yahudi. Agama bangsa Arab biasa disebut
humanisme suku, artinya makna kehidupan itu terwujud dalam keunggulan sifat
manusia, yaitu semua kualitas yang bias sejalan dengan cita-cita kemanusiaan
atau keberaniaan bangsa Arab. Sikap keunggulan ini berada di tangan suku, bukan
terletakk di individu, hal ini karena ia menjadi anggota suku. Yang menjadi
tujuan setiap orang adalah menjaga kehormatan suku. Ka’bah menjadi pusat tempat
mereka beribadah. Kota suci ini bukan saja disucikan dan dikunjungi oleh
penganut asli Makkah tetapi juga orang-orang Yahudi yang bermukim disekitarnya.
d. Kondisi sosial
Bangsa Arab hidup berpindah-pindah (nomad). Demikian ini karena kondisi
tanah tempat mereka hidup terdiri dari gurun pasir kering dan minim turun
hujan. Perpindahan mereka dari satu tempat ke tempat lain mengikuti tumbuhnya
stepa (padang rumput) yang muncul secara sporadis di sekitar oasis atau
genangan air setelah turun hujan. Padang rumput diperlukan badui Arab untuk
kebutuhan makan binatang ternak seperti kuda, onta dan domba.
Berbeda halnya dengan penduduk Arab perkotaan terutama penduduk pesisir,
pertanian, peternakan dan perdangangan, dapat berkembang dengan baik di daerah
tersebut. Hal inilah tentunya yang membuat kehidupan masyarakat pesisir lebih
makmur daripada masyarakat pedalaman (badui). Dari realitas ini, maka timbullah
reaksi antara penduduk kota atau pesisir dengan penduduk pedalaman atau badui.
Aksi dan reaksi antara penduduk kota dengan masyarakat gurun dimotivasi
oleh desakan kuat untuk memenuhi kebutuhan pribadi. Orang-orang nomad
bersikeras mendapatkan sumber-sumber tertentu pada orang-orang kota terhadap
apa yang tidak mereka miliki dari lingkungan mereka tinggal. Hal itu dilakukan
baik melalui kekerasan (penyerbuan kilat) atau jalan damai (barter).
Orang-orang badui nomaden dikenal sebagai perampok darat dan makelar. Gurun
pasir, yang merupakan daerah operasi mereka sebagai perampok, memiliki kesamaan
karakteristik dengan laut.
Masyarakat, baik nomadik maupun yang menetap, hidup dalam budaya kesukuan.
Organisasi dan identitas sosial berakar pada keanggotaan dalam suatu rentang
komunitas yang luas. Kelompok beberapa keluarga membentuk kabilah (clan).
Beberapa kelompok kabilah membentuk suku (trible) dan dipimpin oleh Shaikh.
Keeratan hubungan kesukuan, kesetiaan atau solidaritas kelompok menjadi sumber
kekuatan bagi suatu kabilah atau suku. Maka tidak heran, jika peperangan antar
suku menjadi ciri khas masyarakat ini. Rendahnya harga wanita seakan-akan
menjadi akibat dari keadaan masyarakat yang suka berperang tersebut.
Kehidupan social bangsa Arab dapat juga kita ketahui misalnya dengan adanya
syair-syair Arab. Syair adalah salah satu seni yang paling indah yang sangat
dihargai dan dimuliakan oleh bangsa Arab. Seorang penyair mempunyai kedudukan
yang sangat tinggi dalam masyarakat bangsa Arab. Salah satu pengaruh syair pada
bangsa Arab ialah bahwa syair itu dapat meninggikan derajat seseorang yang
tadinya hina atau sebaliknya dapat menghina-hinakan orang yang tadinya mulia.
e. Watak Bangsa Arab
Pada bagian karakter geografi yang telah diuraikan diatas jelas
memperlihatkan bahwa alam negeri Arab seolah-olah tidak bersahabat dengan
orang-orang Arab. Kondisi alam yang memiliki pengaruh besar, baik pada bentuk
fisik dan psikis. Orang-orang Arab bertubuh kekar, kuat dan mempunyai daya
tahan tubuh yang tangguh, karena orang-orang yang lemah telah diseleksi oleh
alam itu sendiri untuk dikeluarkan dari kehidupan dunia. Sedangkan pengaruh
pada psikis ialah melahirkan watak-watak khas, baik yang positif maupun
negative.
Nourouzzaman Shiddiqie menjelaskan sebagai berikut:
1. Watak-watak Negatif yaitu:
a.
Sulit bersatu, manusia membutuhkan sumber-sumber yang dapat menunjang
kelangsungan hidupnya. Jika sumber itu sangat terbatas, maka manusia cenderung
untuk memilikinya dalam kelompok kecil, bahkan kalau mungkin ingin dimiliki oleh
dirinya sendiri. Hal inilah menjadi salah satu penyebab yang melahirkan watak
Arab sulit bersatu.
b.
Gemar berperang.
c.
Kejam, ada dua hal yang dikemukakan untuk dijadikan bukti,bahwa orang Arab
berwatak kejam, yaitu sering berperang dan membunuh bayi-bayi perempuan yang
baru dilahirkan.
d.
Pembalas dendam, bangsa Arab yang kalah dalam peperangan akan tetap membalas
dendamnya, mata dibalas dengan mata, jiwa harus dibayar dengan jiwa. Ini
merupakan norma yang tidak bias ditawar lagi.
e.
Angkuh dan sombong, sifat pembalasan dendam tadi sebenarnya akibat yang lahir
dari sifat angkuh dan sombong.
f.
Pemabuk dan penjudi, jika dikaitkan dengan sombong yang mereka miliki dan
alamnya yang kejam yang diikuti kesulitan hidup, maka sifat orang Arab yang
gemar mabuk-mabukkan dan berjudi ini hanya merupakan sebagian dari satu akibat
saja.
2. Watak-watak Positif, yaitu:
a. Kedermawanan.
b. Keberanian dan kepahlawanan.
c. Kesabaran.
d. Kesetian dan kejujuran.
Sebelum hijrah ke Madinah, Nabi Muhammad telah melakukan dakwah di Mekkah.
Beliau melakukan dakwah setelah menerima wahyu pertama pada malam
senin 17 Ramadhan tahun 13 sebelum Hijriyah bertepatan dengan 6
Agustus 610 M. Pada saat itu Nabi Muhammad berkhalwat di Gua Hira dan
Allah mengutus Jibril untuk menyampaikan wahyu pertama yaitu surat al-Alaq.
Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang
Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah,
dan Tuhanmulah yang Maha pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran
kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
Ketika selesai menerima wahyu Nabi Muhammad pulang
dengan kondisi menggigil ketakutan. Beliau meminta agar istrinya menyelimuti
beliau kemudian menceritakan kejadian yang terjadi di Gua Hira.
Sebagai seorang istri yang sholeha dalam kondisi
apapun selalu berusaha menenangkan hati suaminya begitulah yang dilakukan oleh
Khadijah. Khadijah berusaha menenangkan hati Rosulullah yang sangat
mengalami kegalauan pada saat itu. Setelah menenangkan Rosulullah, Khadijah
pergi untuk menemui Waraqah ibn Naufal. Waraqah adalah paman dari Siti Khadijah
beliau adalah seorang Nasrani yang banyak mengetahui naskah-naskah kuno.
Siti khadijah menceritakan kejadian yang dialami oleh
suaminya kemudian Waraqah mengatakan bahwa yang datang itu adalah Namus (Jibril).
Kemudian dia menjelaskan disuatu saat nanti beliau akan diusir oleh kaumnya
sendiri.
Ketika beliau tidur kemudian turun ayat Al-Muddatsir.
Artinya: “Hai orang yang berkemul (berselimut).
Bangunlah, lalu berilah peringatan! Dan Tuhanmu agungkanlah!
Kemudian beliau menyampaikan kepada istrinya
tentang perintah Jibril untuk menyampaikan dakwahnya kepada umatnya. Kemudian
beliau bertanya kembali umatnya itu yang mana. Dengan demikian
wahyu yang turun kedua ini merupakan penobatan Rouslullah sebagai utusan Allah.
Untuk mengawali dakwah Rosulullah SAW ada berbagai
metode dakwah yang dilakukan oleh beliau diantaranya:
1. Dakwah secara sembunyi-sembunyi
Pada periode
ini, tiga tahun pertama, dakwah Islam dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Nabi
Muhammad mulai melaksanakan dakwah Islam dilingkungan keluarga, mula-mula istri
beliau sendiri, yaitu Khadijah, yang menerima dakwah beliau, kemudian Ali bin
Abi Thalib, Abu Bakar sahabat beliau, lalu Zaid, bekas budak beliau. Disamping
itu, juga banyak rang yang masuk Islam dengan perantaraan Abu Bakar yang
terkenal dengan julukan Assabiqunal Awwalun yaitu orang-orang yang lebih dulu
masuk Islam. Mereka adalah Usman bin Affan, Zubair bin Awwan, Sa’ad bin
Waqqash, Abdur Rahman bin ‘Auf, Thalhah bin ‘Ubaidillah, Abu Ubaidah bin Jarrah,
dan Al-Arqam bin Abil Arqam yang rumahnya dijadikan markas untuk berdakwah
(rumah Arqam).
Pada persiapan dakwah yang berat maka dakwah pertama
beliau mempersiapkan mental dan moral. Oleh sebab itu beliau mengajak manusia
atau umatnya untuk:
1. Mengesakan
Allah;
2. Mensucikan dan
membersihkan jiwa dan hati;
3. Menguatkan
barisan;
4. Meleburkan
kepentingan diri di atas kepentingan jamaah.
2. Dakwah secara terang-terangan dan terbuka
Setelah
beberapa lama melakukan secara sembunyi-sembunyi turunlah perintah atau firman
untuk melakukan dakwah secara terbuka dan terang-terangan:
Artinya:
Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan
(kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.( QS: Hijr:94)
Dengan datang atau turunnya perintah itu Nabi mulai
berdakwah secara terang-terangan, mula-mulanya nabi mengundang dan menyeru pada
kerabat karibnya dari Bani Abdul Muthalib. Ia mengatakan kepada mereka “saya
tidak melihat seorang pun dikalangan Arab yang membawa sesuatu ketengah-tengah
mereka lebih baik dari apa yang saya bawa kepada kalian. Kubawakan kepadamu
dunia dan akhirat yabng terbaik. Tuhan memerintahkan saya mengajak kalian
semua. Siapakah diantara kalian yang mau mendukung saya dalam hal ini?”. Tapi
mereka semua menolak kecuali Ali.
Langkah berikutnya yang ditempuh Nabi adalah mulai
menyeru pada masyarakat umum. Maka Rasulullah naik ke bukit Shafa dan memanggil
orang Makkah, beliau bersabda “Bagaimana bila aku mengatakan pada kalian bahwa
dilembah sana ada seekor kuda yang akan menyerang kalian, apakah kalian akan
mempercayai apa yang saya ucapkan?” mereka menjawab “ ya , kami percaya karena
kami belum pernah mendapatkan engkau berdusta” maka Rasulullah bersabda
“Ketahuilah bahwa sesungguhnya aku memberi peringatan kepada kalian tentang
siksa yang sangat pedih”. Lalu Rasul mengajak mereka untuk beriman kepada
Allah.
Pada masa dakwah secara terang-terangan inilah Nabi
mendapatkan perlakuan yang buruk dari umatnya. Karena setelah dakwah
terang-terangan itu, pemimpin Quraisy mulai berusaha menghalangi dakwah Rasul.
Karena mereka juga melihat semakin bertambahnya jumlah pengikut Nabi, maka
mereka pun semakin keras melancarkan serangan-serangan, baik pada Nabi ataupun
pada para pengikut Nabi.
Berbagai cara dilakukan oleh pemuka-pemuka kaum
Quraisy agar Nabi menghentikan dakwahnya, saat itu mereka tidak berani melukai
Nabi karena perlindungan dari pamanya Abi Thalib yang sangat disegani
dikalangan masyarakat saat itu. Para pengikut Nabi yang juga termasuk kalangan
bangsawan terselamatkan dari siksa kaum Quraisy saat itu, dan bagi mereka yang
tidak memiliki perlindungan, harus menahan siksa yang pedih dari kaum Quraisy
saat itu. Nabi juga mendapatkan jalan buntu dalam dakwahnya. Intinya Nabi dan para
pengikutnya mendapat hambatan serta siksaan baik secara fisik dan mental dari
kaum Quraisy saat itu. Sehingga kemudian Nabi memutuskan untuk menyebarkan
dakwahnya di wilayah lain dengan harapan dakwahnya akan berkembang dengan pesat
alasan lainnya adalah untuk menghindari serangan dari pemuka-pemuka Quraisy
saat itu.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan dakwah beliau
banyak mendapat tantangan yaitu sebagai berikut:
1.
Mereka tidak
dapat membedakan antara kenabian dan kekuasaan. Mereka mengira bahwa tunduk
kepada seruan Nabi Muhammad berarti tunduk kepada kepemimpinan Bani Abdul
Muthalib.
2.
Nabi
Muhammad menyerukan persamaan hak antara bangsawan dan hamba sahaya.
3.
Para
pemimpin Quraisy tidak mau percaya ataupun mengakui serta tidak menerima ajaran
tentang kebangkitan kembali dan pembalasan diakhirat.
4.
Taklid
kepada nenek moyang adalah kebiasaan yang berurat akar pada bangsa Arab,
sehingga sangat berat bagi mereka untuk meninggalkan agama nenek moyang dan
mengikuti agam Islam.
5.
Pemahat dan
penjual patung memandang Islam sebagai penghalang rezeki.
Tekanan dari
orang-orang kafir semakin keras terhadap gerakan dakwah Nabi Muhammad saw,
terlebih setelah meninggalnya dua orang yang selalu melindungi dan menyokong
Nabi Muhammad dari orang-orang kafir, yaitu paman beliau, Abu Thalib, dan istri
tercinta beliau, Khadijah. Tahun itu menjadi tahun kesedihan beliau sehingga
dinamakan Amul Khuzn.
Karena
di Mekkah dakwah Nabi Muhammad saw mendapat rintangan dan tekanan, pada
akhirnya nabi memutuskan untuk berdakwah diluar Mekkah. Akan tetapi, di Thaif
beliau dicaci dan dilempari batu sampai beliau terluka. Hal ini hampir membuat
Nabi Muhammad putus asa, sehingga untuk menguatkan hati beliau, Allah swt
mengutus dan mengisra’ dan memi’rajkan beliau pada tahun kesepuluh kenabian
itu. Berita itu menggemparkan masyarakat Mekkah. Dan ini kesempatan bagi
orang-orang kafir untuk mendustakan Nabi Muhammad saw. Sedangkan bagi orang
yang beriman ini merupakan ujian keimanan.
c. Peristiwa Hijrah Dan Pembentukan Negara Islam Di Madinah Dengan Adanya
Piagam Madinah
Penduduk Yatsrib sebelum islam
terdiri dari dua suku bangsa yaitu arab dan yahudi yang keduanya ini saling
bermusuhan. Karena kegiatan dagang di Yatsrib dikuasai atau berada di bawah
kekuasaan yahudi. Waktu permusuhan dan kebencian antara kaum yahudi dan arab
semakin tajam, kaum yahudi melakukan siasat memecah belah dengan melakukan
intrik dan menyebarkan permusuhan dan kebencian diantara suku Aus dan Khazraj.
Siasat ini berhasil dengan baik, dan mereka merebut kembali posisi kuat
terutama dibidang ekonomi. Bahkan siasat yahudi itu mendorong suku khazraj
bersekutu dengan bani qainuqah (yahudi), sedangkan suku aus bersekutu dengan
bani quraizah dan bani nadir. Klimaks dari permusuhan dua suku tersebut adalah
perang Bu’as pada tahun 618 M seusai perang baik kaum aus maupun khazraj
menyadari, akibat dari permusuhan mereka, sehingga mereka berdamai.
Setelah kedua suku berdamai dan suku khazraj pergi ke Makkah, dan setelah
di Makkah Nabi Muhammad SAW menemui rombongan mereka pada sebuah kemah. Beliau
memperkenalkan islam dan mengajak mereka agar bertauhid kepada Allah SWT karena
sebelumnya mereka telah mendengar ajaran taurat dari kaum yahudi dan mereka
tidak merasa asing lagi dengan ajaran Nabi maka mereka menyatakan masuk islam
dan berjanji akan mengajak penduduk Yastrib masuk islam. Setibanya di Yatsrib
meraka bercerita kepada penduduk tentang Nabi Muhammad SAW, dan agama yang
dibawanya serta mengajak mereka masuk islam. Sejak itu nama Nabi dan Islam
menjadi bahan pembicaraan masyarakat arab di Yatsrib.
Setelah peristiwa Isra’ dan Mi’raj, ada suatu perkembangan besar bagi
kemajuan dakwah islam. Perkembangan datang dari
sejumlah penduduk Yatsrib (Madinah) yang berhaji ke Mekkah. Mereka yang terdiri
dari suku ‘Aus dan Khajraj, masuk Islam dalam tiga gelombang.
1. Pada tahun kesepuluh kenabian,
beberapa orang Khajraj berkata kepada Nabi: “Bangsa kami telah lama terlibat
dalam permusuhan, yaitu antara suku Khajraj dan ‘Aus. Mereka benar-benar
merindukan perdamaian. Kiranya Tuhan mempersatukan mereka kembali dengan
perantaraan engkau dan ajaran-ajaran yang engkau bawa. Oleh karena itu kami
akan berdakwah agar mereka mengetahui agama yang kami terima dari engkau ini.”
2. Pada tahun kedua belas
ke-nabian delegasi Madinah, terdiri dari sepuluh orang suku Khajraj dan dua
orang suku ‘Aus serta seorang wanita menemui nabi di suatu tempat bernama
Aqabah. Dihadapan nabi mereka menyatakan ikrar kesetiaan. Rombongan ini
kemudian kembali ke Madinah sebagai juru dakwah dengan ditemani oleh Mus’ab ibn
Umair yang sengaja diutus nabi atas permintaan mereka. Ikrar ini disebut dengan
perjanjian “Aqabah pertama.” Pada musim haji berikutnya, jamaah haji yang
dating ke Yatsrib berjumlah 73 orang. Atas nama penduduk Yatsrib, mereka
meminta pada nabi agar berkenan pindah ke Yatsrib. Mereka berjanji akan membela
nabi dari segala macam ancaman. Nabi pun menyetujui Aqabah kedua.
Tatkala gejala-gejala kemenangan di Yatsrib (Madinah) Nabi menyuruh para
sahabatnya untuk berpindah ke sana. Dalam waktu dua bulan hampir semua kaum
muslimin, kurang lebih 150 orang, telah meninggalkan kota makkah untuk mencari
perlindungan kepada kaum muslimin yang baru masuk di Yatsrib.
Kaum Quraisy sangat terperanjat sekali setelah mereka mengetahui bahwa Nabi
mengadakan perjanjian dengan kaum Yatsrib sehingga mereka khawatir kalau-kalau
Muhammad dapat bergabung dengan pengikut-pengikutnya di Madinah dan dapat
membuat markas yang kuat di sana. Kalau demikian terjadi, maka soalnya bukan
hanya mengenai soal agama semata-mata, tetapi juga menyinggung soal ekonomi
yang mungkin saja mengakibatkan kehancuran perniagaan dan kerobohan rumah
tangga mereka karena kota Yatsrib terletak pada lin perniagaan mereka antara
Makkah dengan Syam.
Bila penduduk Yatsrib bermusuhan dengan mereka maka perniagaan mereka dapat
saja mengalami keruntuhan. Oleh karena itu salah satu jalan yang harus mereka
tempuh ialah melakukan sesuatu tindakan yang menentukan agar dapat menumpas
“keadaan buruk ini” yang akan mendatangkan bencana bagi agama dan pintu-pintu
rizki mereka.
Setelah melihat dampak yang sangat besar yang dapat merugikan ekonomi dan
perniagaan mereka maka mereka melakukan sidang untuk permasalahan tindakan apa
yang harus mereka lakukan. Setelah melakukan persidangan akhirnya jalan
satu-satunya ialah dengan membunuh Muhammad, tetapi bagaimana membunuhnya? Kaum
keluarga Muhammad tentu tidak akan diam begitu saja mereka tentu saja akan
membunuh pula siapa yang membunuh Muhammad.
Akhirnya Abu Jahal menemukan ide yang paling aman yaitu: masing-masing
kabilah harus memilih seorang pemuda yang akan membunuh bersama-sama. Dengan
demikian seluruh kabilah bertanggung jawab atas kematian Muhammad dan Bani Abu
Manaf tidak mampu menuntut bela terhadap seluruh kabilah. Akirnya Bani Abu
manaf akan menerima saja pembayaran yang dibayarkan oleh seluruh kabilah kepada
mereka.
Nabi memberitahukan akan hal ini kepada Abu Bakar, dan Abu Bakar meminta
kepada Nabi, supaya diizinkan menemani beliau dalam perjalanan ke Yatsrib. Nabi
setuju, dan Abu Bakar mempersiapkan untuk perjalanannya. Kemudian Nabi menyuruh
Ali bin Abi Thalib menempati tempat tidur beliau, supaya kaum musyrikin mengira
bahwa beliau masih tidur. Kepada Ali diperintahkan juga, supaya mengembalikan
barang-barang yang ditumpangkan kepada beliau, kepada pemiliknya masing-masing.
Ketika Nabi dan Abu Bakar keluar dari rumah, Nabi menserakkan pasir ke
hadapan para kafir qurais dengan berkata: “Alangkah kejinya mukamu” seketika
kafir Quraisy tak sadarkan diri dan mereka tidak mengetahui bahwa Nabi dan Abu
Bakar telah keluar rumah.
Adapun perjalanan
yang dilakukan Nabi itu, digambarkan oleh Ibnu Hisyam, sebagai berikut:
Rasulullah datang dengan sembunyi-sembunyi ke rumah Abu Bakar, kemudian mereka
berdua keluar dari pintu kecil di belakang pintu rumah, menuju sebuah Gua di
bukit Tsur sebelah selatan kota Makkah lalu mereka masuk ke gua itu.
Dalam perjalanan ke Yatsrib
Nabi ditemani oleh Abu Bakar. Ketika tiba di Quba, sebuah desa yang jaraknya
sekitar lima kilometer dari Yatsrib, Nabi istirahat beberapa hari lamanya. Dia
menginap di rumah Kalsum bin Hindun. Di halaman rumah ini Nabi membangun sebuah
mesjid. Inilah masjid pertama yang dibangun Nabi, sebagai pusat peribadatan,
tak lama kemudian, Ali menggabungkan diri dengan Nabi, setelah menyelesaikan
segala urusan di Makkah.
Semetera itu, penduduk
Yatsrib menunggu-nunggu kedatangannya. Waktu yang mereka tunggu-tunggu itu
tiba. Nabi memasuki Yatsrib dan penduduk kota ini menyambut kedatangan beliau
dengan penuh kegembiraan.
Sejak itu, sebagai
penghormatan terhadap Nabi, nama kota Yatsrib diubah menjadi Madinatul
Muhawwarah (kota yang bercahaya), karena dari sanalah sinar Islam memancar ke
seluruh dunia. Dalam istilah sehari-hari, kota ini cukup disebut Madinah saja.
Dalam rangka memperkokoh
masyarakat dan negara baru itu, ia segera meletakkan dasar-dasar kehidupan
masyarakat diantaranya terdapat tiga dasar yaitu:
1. Pembagunan masjid, selain tempat
sholat, juga sebagai sarana penting untuk mempersatukan kaum muslimin.
2. Ukhuwah islamiyah,
persaudaraan sesama muslim, antara kaum Muhajirin dan kaum Ansar.
3. Hubungan persahabatan dengan
pihak-pihak lain yang tidak beragama islam.
Dengan terbentuknya negara Madinah, islam makin bertambah kuat. Selain tiga
dasar di atas, langkah awal yang ditempuh Rasullullah setelah resmi
mengendalikan Madinah adalah membangun kesatuan internal dengan
mempersaudarakan orang muhajirin dan anshar. Langkah ini dilakukan sejak awal
untuk menghindari terulangnya konflik lama diantara mereka. Dengan cara ini,
akan menutup munculnya ancaman yang akan merusak persatuan dan kesatuan dalam
tubuh umat islam. Langkah politik ini sangat tepat untuk meredam efek keratakan
sosial yang ditimbulkan oleh berbagai manuver orang-orang yahudi dan
orang-orang munafik (hipokrif) yang berupaya menyulut api permusuhan antara Aus
dan Khazraj, antara muhajirin dan ansar.
Setelah itu Rasulullah juga berupaya menyatukan visi para pengikut Nabi
dalam rangka pembentukan sistem politik baru dan mempersekutukan seluruh
masyarakat Madinah, sementara itu agar bangunan kerukunan menjadi lebih kuat,
Rasulullah membuat konvensi dengan orang-orang yahudi. Dalam konteks ini tampak
kepiawaian Nabi dalam membangun sebuah sisem yang mengantisipasi masa depan. Di
Madinah, Nabi bersama semua elemen pendudukk Madinah berhasil membentuk
structur religio politics atau ”Negara Madinah”.
Untuk mengatur roda pemerintahan, semua elemen masyarakat Madinah secara
bersama menandatangani sebuah dokumen yang menggariskan ketentuan hidup bersama
yang kemudian lebih dikenal sebagai konstitusi atau Piagam Madinah (Mi’tsaq
Al-Madinah).
Piagam Madinah merupakan bentuk
piagam pertama yang tertulis secara resmi dalam sejarah dunia. Sebagai gambaran
awal, Piagam Madinah adalah undang-undang untuk mengatur sistem
politik&sosial masyarakat pada waktu itu. Rasulullah yang memperkenalkan
konsep itu.
Sejarah mencatat, Islam telah
mengenal sistem kehidupan masyarakat majemuk.Kebhinnekaan.Yakni melalui piagam
ini. Ketika itu, umat Islam memulai hidup bernegara setelah Nabi Muhammad SAW
hijrah ke Yatsrib, yang berubah nama menjadi Madinah. Di madinah, Nabi SAW
meletakkan dasar kehidupan yang kuat bagi pembentukan masyarakat baru di bawah
kepemimpinan beliau.
Masyarakat baru ini adalah
masyarakat majemuk, asalnya dari 3 golongan penduduk.
1. Kaum Muslim; Muhajirin&Anshar.
Mereka adalah kelompok mayoritas.
2. Kaum musyrik,
orang2 yang berasal dari suku Aus & Khazraj yang belum masuk Islam.
Kelompok ini golongan minoritas.
3. Ketiga adalah
kaum Yahudi.
Setelah 2 tahun hijrah,
Rasulullah mengumumkan aturan & hubungan antarkelompok masyarakat yang
hidup di Madinah. Melalui Piagam Madinah, Rasulullah SAW ingin
memperkenalkan konsep negara ideal yang diwarnai dengan wawasan
transparansi,partisipasi. Melalui Piagam Madinah ini, Rasulullah SAW juga berupaya
menjelaskan konsep kebebasan. Dan tanggung jawab sosial-politik secara bersama.
Karena itu, istilah civil society yang dikenal sekarang itu erat kaitanny
dengan sejarah kehidupan Rasulullah di Madinah. Dari istilah itu, juga punya
makna ideal dalam proses berbangsa & bernegara. Tercipta masyarakat yang
adil, terbuka, dan demokratis.