Sejarah Peradaban Awal Masyarakat Indonesia - Masyarakat Indonesia yang awalnya hidup nomaden dan food gathering menjadi hidup menetap dan food producing. Lalu timbul organisasi sosial yang disebut gotong royong, dimana anak laki-laki berperan membantu orang dewasa di ladang, dan berburu binatang untuk dipelihara. Adapun perempuan dewasa memasak makanan dan memelihara anak selain bekerja di ladang. Berkembang juga kepercayaan animisme dan dinamisme.
Sejarah Peradaban Awal Masyarakat Indonesia |
Peradaban Awal Masyarakat Indonesia
A. Ilmu Pengetahuan
1. Kehidupan Berburu dari Masyarakat Berpindah Tempat (nomaden)
Ciri hidup peradaban awal masyarakat Indonesia pada masa berburu dan menggumpulkan makanan tingkat sederhana (Palaeolithikum) dan masa berburu dan menggumpulkan makanan tingkat lanjut (Mesolithikum) adalah berpindah pindah (nomaden). Mereka berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Tradisi hidup seperti itu terus dilakukan dari generasi ke generasi dikenal dengan tradisi mengumpulkan makanan (food gathering). Kepandaian mengumpulkan makanan atau memburu binatang bagi mereka dapat menentukan status sosial dalam kelompoknya. Melalui sistem primus interpares, mereka yang kuat kemungkinan akan diangkat menjadi pemimpin kelompoknya.
2. Tradisi Bercocok Tanam
Sejak akhir masa Mesolithikum dan Neolithikum, kehidupan manusia Indonesia ditandai dengan tradisi bercocok tanam dan menghasilkan makanan sendiri yang biasa disebut food producing. Menurut hasil penelitian arkeologi diperkirakan bahwa kemampuan berpikir serta proses evolusi berpengaruh terhadap timbulnya tradisi baru tersebut. Begitu juga dengan percampuran dengan kelompok-kelompok suku lain menyebabkan terjadinya pertukaran pengalaman di antara mereka. Dari pertukaran pengalaman ini, lahirlah tradisi baru, yaitu tradisi untuk bertempat tinggal menetap, bercocok tanam, beternak, dan memelihara ikan. Tradisi ini terus berlangsung dalam proses evolusi hingga Masa Logam dan Masa Sejarah sekarang dalam tingkatan yang semakin maju. Mereka juga mulai menjinakkan binatang buruan, seperti babi, kerbau, sapi, dan ayam.
3. Ilmu Astronomi
Masyarakat sudah mulai mengenal ilmu astronomi (perbintangan), yaitu ilmu yang digunakan sebagai petunjuk waktu yang tepat ketika akan memulai bercocok tanam atau panen. Dalam hal ini, pertanda akan datangnya musim hujan mereka memanfaatkan bintang waluku. Dengan demikian, masalah prakiraan cuaca atau iklim telah dikenal oleh masyakarat Indonesia sejak zaman dahulu dan kondisi ini terus berkembang setelah zaman Kerajaan Mataram yang memperkenalkan pranata mangsa yang pada hakikatnya merupakan suatu cara prakiraan musim di Indonesia khususnya di Pulau Jawa. Ilmu astronomi juga dimanfaatkan sebagai petunjuk arah pelayaran. Dalam hal ini, masyarakat pra-aksara memanfaatkan rasi bintang biduk selatan untuk menunjukkan arah selatan dan rasi biduk utara untuk menentukan arah utara.
B. Sosial
1. Konsep Keluarga
Pada kehidupan awal peradaban di Indonesia belum ada konsep perkawinan. Pemimpin kelompok memiliki hak untuk mengawini banyak perempuan anggota kelompoknya. Ketika anak lahir, perempuan yang melahirkan berperan untuk menjaga bayinya berdasarkan naluri kewanitaannya. Perempuan akan membesarkan dan menjaga anaknya karena dialah yang melahirkannya. Ketika jumlah anggota kelompok semakin banyak, kepala kelompok harus melindungi semua anggota kelompoknya. Dengan demikian, konsep keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu dan anak belum dikenal pada kehidupan awal masyarakat Indonesia. Keluarga inti terbentuk melalui proses evolusi sejalan dengan perkembangan budaya.
2. Organisasi Sosial
Secara umum, ketua kelompok tidak sekedar primus interpares atau orang terkuat di antara kelompoknya dan memiliki kedudukan istimewa. Ketua kelompok juga bekerja bersama secara komunal (bersama-sama) dengan anggota kelompok lainnya. Kegiatan bersama ini disebut tradisi gotong royong. Anak laki-laki berperan membantu orang dewasa di ladang, dan berburu binatang untuk dipelihara. Adapun perempuan dewasa memasak makanan dan memelihara anak selain bekerja di ladang. Untuk melindungi anak-anaknya perempuan mulai membangun tempat berlindung yang kemudian berkembang menjadi tempat tinggal menetap.
C. Teknologi
1. Teknik Peleburan Logam
Teknologi masyarakat awal mencapai titik kemajuannya ketika masa perundagian. Pada masa ini masyarakat awal Indonesia telah mengenal teknik peleburan logam yaitu teknik a cire perdue dan teknik bivalve.Teknik a cire perdue yaitu teknik membuat alat dari logam yang menggunakan dua buah cetakan lilin, cetakan tersebut dapat digunakan berkali-kali. Cara membuat menggunakan teknik a cire adalah barang yang akan dicetak lebih dahulu dibuat dari lilin. Lalu, lilin dibalut tanah liat lalu dibakar dan lilin meleleh keluar dari lubang yang sengaja dibuat. Bekas lilin tadi diisi dengan perunggu. Setelah logam menjadi keras, dipecahkan.
Teknik bivalve yaitu teknik membuat alat dari logam menggunakan cetakan kayu, yang hanya bisa digunakan sekali saja. Tekniknya adalah cetakan dari tanah liat dibakar. Cetakan terdiri dari 2 bagian yang digabungkan menjadi satu sebelum diisi cairan perunggu. Setelah cairan membeku, cetakan dipisah. Lalu terdapat bekas sambungan cetakan.
2. Teknik Pembuatan Perahu Bercadik
Pembuatan perahu bercadik disesuaikan dengan keadaan alam Indonesia yang terdiri atas berbagai pulau yang dihubungkan oleh lautan sehingga dengan kondisi alam seperti ini mengharuskan orang menggunakan perahu untuk mencapai pulau lain. Selain sebagai sarana transportasi, perahu bercadik juga digunakan untuk sarana perdagangan.
3. Punden Berundak
Masyarakat juga telah mampu membuat bangunan monumental yang berukuran besar seperti pundek berundak-undak. Dinamakan pundek berundak-undak karena bentuknya berupa tumpukan batu bertingkat seperti anak tangga dengan bagian tertinggi sebagai bagian yang paling suci. Pundek berundak ini merupakan peninggalan zaman megalitikum.
D. Kepercayaan
Sistem kepercayaan masyarakat awal Indonesia diperkirakan mulai tumbuh dan berkembang pada saat masa berburu dan mengumpulkan makanan. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya bukti-bukti penguburan di gua-gua dan lukisan cap tangan. Menurut para ahli, lukisan cap tangan ini mengandung permohonan hasil buruan kepada nenek moyang. Lalu mereka mulai mempunyai konsep adanya alam kehidupan setelah kematian, dan mereka yain bahwa roh tidak lenyap saat meninggal. Maka, penghormatan terhadap roh nenek moyang atau kepala suku terus berlanjut sampai mereka meninggal, bahkan menjadi pemujaan.
Adapun peninggalan yang berkaitan dengan kepercayaan, seperti:
-menhir, yaitu batu tunggal dari periode neolitikum yg berdiri tegak diatas tanah.
-dolmen, yaitu meja batu tempat meletakkan sesajen yg dipersembahkan kepada roh nenek moyang.
-sarkofagus, yaitu keranda batu atau peti mayat yg terbuat dari batu.
-waruga, yaitu peti kubur peninggalan budaya minahasa pada zaman megalitikum.
-Animisme, yaitu kepercayaan manusia purba terhadap roh nenek moyang yang telah meninggal dunia
-Dinamisme, yaitu kepercayaan bahwa semua benda mempunyai kekuatan gaib, seperti gunung batu, dan api.
-Totemisme, yaitu kepercayaan atas dasar keyakinan bahwa binatang-binatang tertentu merupakan nenek moyang suatu masyarakat atau orang-orang tertentu. Biasanya binatang-binatang yang dianggap nenek moyang itu, tidak boleh diburu dan dimakan, kecuali untuk keperluan upacara tertentu.
E. Pemerintahan
Adanya pemerintahan diperkirakan setelah manusia memilih untuk menetap di suatu tempat, hidup bersama dengan manusia lainnya dan membentuk suatu kelompok atau masyarakat. Kelompok masyarakat ini dipimpin oleh seorang kepala suku. Proses pemilihan kepala suku ini melalui musyawarah di antara sesame. Kepala suku tersebut harus memiliki kelebihan dalam fisik, spiritual, dan keahlian dibandingkan manusia lainnya. Seorang calon kepala suku haruslah orang yang berwibawa tanpa cela, kuat dalam fisik, cerdas dalam berpikir, dan rohaniwan dalam agamanya. Yang seperti inilah yang disebut dengan sistem primus interpares. Primus Interpares biasanya berhubungan dengan wibawa seorang tokoh merangkum kepercayaan, mutu tokoh (kemampuan mengorganisasi, tingkat visioner, kemampuan merekam dan memahami mimpi publik dalam program publik kemudian melaksanakannya, menghormati keadilan, pandai mendengar, memecahkan masalah dan pandai mempersatukan).
F. Pertanian
Awalnya masyarakat Indonesia masih menggunakan system pertanian ladang (berpindah-pindah) atau huma. Sistem ini dilakukan dengan membuka hutan agar bisa ditanami. Jika lahan tidak produktif lagi, mereka akan berpindah lahan ke yang tempat lain. Sistem ini bisa dilaksanakan bila jumlah penduduk sedikit dan hutan sebagai lahan pertanian sudah tidak efektif lagi. Namun, seiring dengan jalannya waktu, jumlah penduduk pun bertambah, membuat sistem ini tidak efektif. Setelah berpikir cara mengatasi masalah ini, akhirnya mereka mencoba pertanian menetap dan mempertahankan kesuburan tanah dengan pemupukan.