Tuesday, January 17, 2017

Sejarah Yerusalem Tiga Agama Satu Bangsa

Yerusalem merupakan salah satu kota tertua di dunia, terletak di sebuah dataran tinggi di Pegunungan Yudea antara Laut Tengah dan Laut Mati. Kota ini dianggap suci dalam tiga agama Abrahamik utama Yudaisme, Kekristenan, dan Islam. Baik orang Israel maupun Palestina mengklaim Yerusalem sebagai ibu kota mereka, sebab Israel mempertahankan lembaga-lembaga pemerintahan utamanya di sana dan Negara Palestina pada dasarnya memandang kota ini sebagai pusat kekuasaannya; bagaimanapun kedua klaim tersebut tidak ada satupun yang mendapat pengakuan luas secara internasional.

Sejarah Yerusalem Tiga Agama Satu Bangsa
Sejarah Yerusalem Tiga Agama Satu Bangsa
Berbicara mengenai kepemilikan Jerusalem tidak akan ada habisnya. Jauh sebelum negara Israel dan Palestina berkonflik untuk mendapatkan hak kepemilikan atas tanah Jerusalem, Kota Suci tersebut sudah memiliki banyak peminat. Jerusalem sendiri tercatat pernah diperebutkan oleh bangsa Assiria, Mesir, Babilonia, Yunani, Romawi, Byzantium, Persia, Arab, kaum Perang Salib, Mameluk, Turki, Inggris, dan Yordania (Kuncahyono, 2008). Jerusalem juga dihuni paling tidak oleh tiga agama besar dunia, yaitu Islam, Yahudi, dan Kristen. Tiga agama yang sama-sama memiliki sejarah dan kedekatan spiritual dengan Jerusalem. Tiga agama yang sama-sama mengklaim eksistensinya di kota tersebut. Namun konflik yang berkecamuk di Jerusalem kemudian menimbulkan pertanyaan kepada dunia, apakah agama yang sebenarnya menjadi sumber dari konflik-konflik yang terjadi di Jerusalem? Siapakah yang sebenarnya berhak untuk memiliki Jerusalem secara utuh?

Sepanjang sejarahnya yang panjang, Yerusalem pernah dihancurkan setidaknya dua kali, dikepung 23 kali, diserang 52 kali, dan direbut serta direbut-kembali 44 kali.  Bagian tertua kota ini menjadi tempat permukiman pada milenium ke-4 SM. Pada tahun 1538 dibangun tembok di sekitar Yerusalem dalam pemerintahan Suleiman yang Luar Biasa. Saat ini tembok tersebut mengelilingi Kota Lama, yang mana secara tradisi terbagi menjadi empat bagian—sejak awal abad ke-19 dikenal sebagai Kampung Armenia, Kristen, Yahudi, dan Muslim.[4] Kota Lama menjadi sebuah Situs Warisan Dunia pada tahun 1981, dan termasuk dalam Daftar Situs Warisan Dunia yang dalam Bahaya.  Yerusalem modern telah berkembang jauh melampaui batas-batas Kota Lama.

Menurut tradisi Alkitab, Raja Daud merebut kota ini dari suku Yebus dan kemudian didirikannya sebagai ibu kota Kerajaan Israel Bersatu; putranya, Raja Salomo, memerintahkan pembangunan Bait Pertama. Peristiwa-peristiwa pokok ini, sejak permulaan millenium ke-1 SM, memiliki peranan sentral secara simbolis bagi orang-orang Yahudi. Julukan kota suci (עיר הקודש, ditransliterasikan ‘ir haqodesh) mungkin disematkan ke Yerusalem pada pasca-periode pembuangan. Kesucian Yerusalem dalam Kekristenan, terlestarikan dalam Septuaginta yang mana diadopsi kaum Kristen sebagai otoritas mereka sendiri,  dipertegas oleh catatan Perjanjian Baru tentang penyaliban Yesus di sana. Dalam pandangan Islam Sunni, Yerusalem adalah kota tersuci ketiga setelah Mekkah dan Madinah. Dalam tradisi Islam, pada tahun 610 M Yerusalem menjadi kiblat pertama, yaitu arah yang dituju dalam doa Muslim (salat), dan Muhammad melakukan Perjalanan Malam di sana 10 tahun kemudian, naik ke surga di tempat ia berbicara kepada Allah, menurut Al-Qur'an. Alhasil, walaupun hanya merupakan daerah seluas 0,9 kilometer persegi, Kota Lama memiliki banyak situs dengan arti penting keagamaan yang sangat berpengaruh, di antaranya yaitu Bukit Bait Suci (Kompleks al-Haram) dan Tembok Baratnya, Gereja Makam Kudus, Kubah Batu (Kubah Shakhrah), Makam Taman, dan Masjid Al-Aqsa.

Saat ini status Yerusalem tetap menjadi salah satu isu pokok dalam Konflik Israel dan Palestina. Selama Perang Arab-Israel 1948, Yerusalem Barat termasuk salah satu daerah yang direbut dan kemudian dianeksasi oleh Israel; sedangkan Yerusalem Timur, termasuk Kota Lama, direbut dan kemudian dianeksasi oleh Yordania. Israel merebut Yerusalem Timur dari Yordania pada Perang Enam Hari tahun 1967 dan setelah itu menganeksasinya ke dalam Yerusalem, bersama dengan tambahan wilayah di sekitarnya. Salah satu Hukum Dasar Israel, yaitu Hukum Yerusalem tahun 1980, menyebut Yerusalem sebagai ibu kota yang tak terbagi dari negara tesebut. Semua bidang pemerintahan Israel berada di Yerusalem, termasuk Knesset (parlemen Israel), kediaman Perdana Menteri dan Presiden, juga Mahkamah Agung. Kendati masyarakat internasional menolak aneksasi tersebut dengan menyebutnya ilegal dan memperlakukan Yerusalem Timur sebagai teritori Palestina yang diduduki oleh Israel, Israel memiliki suatu klaim yang lebih kuat untuk kedaulatannya atas Yerusalem Barat.  Masyarakat internasional tidak mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, dan tidak ada kedutaan asing yang didirikan di kota ini. Di Yerusalem juga terdapat beberapa lembaga Israel non-pemerintah yang memiliki kepentingan nasional, misalnya Universitas Ibrani dan Museum Israel dengan Shrine of the Book di lapangannya.

Pada tahun 2011 Yerusalem memiliki populasi 801.000 penduduk, di antaranya terdiri dari 497.000 penganut agama Yahudi (62%), 281.000 (35%) penganut Islam, 14.000 (sekitar 2%) penganut Kristen, dan 9.000 (1%) tidak dikelompokkan menurut agama.

Posisi Jerusalem saat ini berada di dalam peta perebutan kekuasaan bersamaan dengan seluruh tanah Palestina yang lain. Namun ada yang beranganggapan bahwa perdamaian akan terjadi jika status kepemilikan Jerusalem sudah memiliki kejelasan. Sehingga keterlibatan masyarakat non-Palestina dan Israel seperti negara-negara Arab dan Vatikan tidak dapat dihindarkan. Salah satu bukti keterlibatan negara lain dalam membantu memperjelas status Jerusalem adalah Arab Saudi dengan appealed to the Muslims nations of Africa, South Asia, and Southeast Asia for support. In 1970, for example, during state visits to Indonesia and Malaysia, King Faisal of Saudi Arabia stated that Palestine was a problem for all Muslims (Simon, et.al, 1993, p. 199). Kedatangan Arab tersebut terjadi pasca Perang Enam Hari pada tahun 1967 yang memberikan dampak luar biasa terhadap dunia karena pada saat itu Israel resmi menduduki Jerusalem. Vatikan sendiri melalui Paus Yohanes Paulus II pernah melakukan kunjungan ke Israel pada tanggal 21 Maret 2000 dan mengusulkan untuk menjadikan Jerusalem untuk menjadi kota internasional (Kuncahyono, 2008).

Pernyataan serupa juga pernah dikemukakan di dalam artikel berjudul Sharing Jerusalem oleh John Whitbeek yang berpendapat bahwa dalam konteks solusi dua negara, Jerusalem dapat menjadi wilayah tak terbagi untuk kedua negara, merupakan ibu kota kedua negara dan dikelola oleh dewan distrik setempat. Dalam terminologi hukum internasional, Jerusalem akan menjadi sebuah condominium (daerah yang dikuasai bersama) oleh Israel dan Palestina (Baker, 2013, h. 22).  Penggunaan status kondominium itu sendiri pernah terjadi di daerah Chandigarh di India yang dimiliki oleh daerah Punjab dan Haryana di mana kekuasaan langsung berasal dari pemerintah pusat. Pernyataan ini juga senada dengan pendapat PBB, “Future Government of Palestine,” recommending partition of the territory into “independent Arab and Jewish states and the Special International Regime for the  City of Jerusalem” (A/Res 181(II), 1947).

Dalam bukunya yang berjudul The Fight for Jerusalem, Dore Gold mengawali bukunya itu dengan menulis, “Jerusalem hampir lepas (dari Israel) pada bulan Juli 2000 ketika masa depan Kota Lama untuk pertama kalinya dipertaruhkan di meja perundingan” (Gold, 2007). Perundingan itu adalah Perundingan Camp David. Namun perundingan tersebut pada akhirnya gagal karena pihak Palestina tidak sepakat dengan penawaran yang ditawarkan oleh Israel. Pihak Amerika Serikat yang tadinya bersedia menjadi moderator dalam perundingan tersebut juga harus menelan kekecewaan terhadap sikap Palestina yang dianggap tidak kooperatif dalam upaya penyelesaian konflik secara damai.

PBB sendiri telah beberapa kali mengeluarkan resolusi untuk membantu memperjelas status Jerusalem seperti Resolusi PBB Nomor 242 dan 338 mengenai penarikan mundur secara penuh pasukan Israel dari wilayah pendudukan termasuk Jerusalem, Resolusi nomor 271 mengenai kecaman terhadap kerusakan yang dilakukan Israel terhadap Masjid Al-Aqsha, dan Resolusi Nomor 181 mengenai status Jerusalem sebagai corpus separatum.
The origin of UN/international responsibility for and involvement in the issue of Jerusalem is set out in Part III of the Partition Plan, which established a “Special Regime”: The City of Jerusalem shall be established as a Corpus Separatum under special international regime and shall be administered by the United Nations. The Trusteeship Council shall be designated to discharge the  responsibilities of the Administering Authority on behalf of the United Nations. The plan set out provisions for the appointment of a governor of the city (not a  citizen of either state), empowered to administer the city and to conduct external affairs. The plan determined demilitarization and neutrality of the city, with a special police force recruited from outside Palestine (Baker, 2013, p. 10).

Saya setuju dengan pendapat Whitbeck yang menginisiasi status kondominium untuk Jerusalem karena pada dasarnya kepemilikan suatu kota bergantung kepada penduduk yang telah lama menghuni kota tersebut. Jerusalem selama ini hidup damai dengan berbagai agama dan latar belakang budaya. Negara yang kemudian merasa memiliki kepentingan dan urgensi untuk memilikinya. Untuk dapat memberikan solusi damai baik kepada masyarakat Jerusalem dan dua negara yang berseteru, Israel dan Palestina, status kondominium dapat diberlakukan dengan diawasi langsung oleh PBB. Pada dasarnya, tidak ada agama yang menginkan adanya perseteruan, terutama di Kota Suci mereka tersebut, bahkan most Israeli Jews, however, feel that religion and government should be separate, as it is in most Western countries (Simon, 1993, h. 50) yang menunjukan bahwa Jerusalem harus dipisahkan antara kepentingan agama dan kepemerintahan. Sehingga meski terdapat tiga agama besar didalamnya, kepemilikian Jerusalem adalah satu bangsa, bangsa dunia.

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+
Tags :

Related : Sejarah Yerusalem Tiga Agama Satu Bangsa

Comments
0 Comments

0 comments:

Post a Comment