“Engkau
adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan
alam maut tidak akan menguasainya”. Kalimat tersebut
adalah kalimat formula pendirian Gereja oleh Kristus melalui Petrus, Sang
Kefas. Petrus adalah seorang rasul yang perannya amat sentral dalam Gereja
karena melalui Petruslah pewarisan ajaran dan iman Gereja terus dijaga dan
dilestarikan kemurniannya. Tak dapat disangkal bahwa dalam sejarah Gereja, baik
sejak awal hingga pada perkembangannya selanjutnya, Petrus mempunyai peran dan
tempat yang tak bisa dipisahkan dari keberadaan Gereja sendiri. Sebagai rasul
yang diangkat menjadi pemimpin sendiri oleh Yesus serta menjadi sok guru Gereja
bersama dengan Paulus, Petrus adalah rasul yang akan terus dibawa melekat di
sejarah dan perkembangan Gereja hingga akhir zaman seperti janji Yesus sendiri
bahwa Gereja-Nya takkan lekang bahkan oleh maut sekalipun.
![]() |
Sejarah Gereja Perdana dan Pertengahan |
Sejarah Gereja Perdana dan Pertengahan
Para Rasul
sebagai awal kesatuan Gereja
Seturut syahadat Para
Rasul dan syahadat Nicea, diterjemahkan bahwa Gereja yang satu itu secara
esensial mesti bersifat Apostolik. Dalam Perjanjian Baru sendiri kata Apostolos memiliki arti yang berbeda. Ia
bisa berarti kelompok 12 rasul yang dikumpulkan dan dibentuk oleh Yesus yang
mana adalah lambang dari 12 suku Israel, di lain tempat rasul berarti utusan
dari jemaat tertentu. Paulus sendiri melihat rasul sebagai mereka yang melihat
Kristus yang bangkit dan mendapat tugas perutusan dari-Nya untuk mewartakan
Injil sebagai misionaris pertama.
Dalam perkembangan sejarah
Gereja, Gereja menyadari bahwa para rasul merupakan jembatan yang menghubungkan
dan tak tergantikan antara Yesus Kristus dengan Gereja. Para rasul adalah
satu-satunya saksi mengenai hidup, karya dan kebangkitan Kristus. Hanya melalui
tulisan merekalah jemaat hingga hari ini tetap dalam garis kontak dengan historitas
Yesus yang bangkit. Lebih jauh lagi, Gereja hanya bisa mempertahankan relasinya
dengan Kristus, bila dalam tradisinya selalu berhubungan dengan kesaksian dan
ajaran para rasul. Untuk itulah pentingnya kontinutas para rasul terus
berlanjut dalam Gereja dengan succesio
apostolic.
Petrus: Apostolitas Gereja
Petrus sebagai rasul
Yesus mendapatkan tempat yang penting dan istimewa dalam hubungan antara Yesus
dan Gereja. Yesus bersabda,“Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang
ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya”. Inilah kata-kata formula yang menempatkan Petrus pada
posisi penting pada Kelompok 12 rasul dan sejarah Gereja selanjutnya. Kalimat itu
pula yang membuat Gereja tetap menjadi satu kesatuan walau dalam tubuh Gereja
terdapat banyak bentuk yang disebabkan oleh tersebarnya para rasul dan
pengejaran mereka. Dalam diri Petruslah perbedaan tersebut diikat dan disatukan
sehingga misi dan karya keselamatan yang Yesus wartakan tetap berlanjut hingga
saat ini dalam primat Paus, yang adalah pewaris peran dan fungsi Petrus sebagai
penjaga iman Gereja.
Keyakinan bahwa Succesio Apostolic tetap berlanjut dalam diri seorang Paus tetap
kuat dipertahankan. Apostolitas ditentukan oleh kenyataan bahwa suatu Gereja berada
dalam persekutuan dengan Uskup Roma, Paus. Pujangga Gereja abad 3, Ireneus
menyatakan bahwa daripada bersusah payah membuktikan kebenaran iman dan
apostolisitasnya, cukup bahwa setiap jemaat berorientasi pada Uskup Roma. Roma
didirikan oleh rasul, yakni Petrus dan Paulus, yang merupakan 2 rasul
terpenting dan merupakan jemaat terpandang. Jelaslah menurutnya bahwa suatu jemaat bersifat apostolik bila ia
berada dalam persekutuan dengan jemaat Roma.
Ada tiga kriteria yang
selama ini diimani menentukan apostolitas suatu Gereja :
·
Tradisi
Tradisi dipandang
apostolik bila ia secara total sesuai dengan ajaran dan praktik para rasul.
·
Persekutuan
Gereja seluruhnya
sebagai persekutuan Gereja-Gereja lokal memikul tanggung jawab untuk
menyerahkan iman apostolik, sejauh mereka mempertahankanm persekutuan satu sama
lain dalam iman apostolic.
·
Suksesi
Suksesi dalam jabatan
harus melindungi dan mempertahankan apostolisitas iman dari seluruh Gereja.Suksesi
harus melayani Gereja.
Pada kelanjutannya, Succesio Apostolic tak dapat dipisahkan dengan Roh Kudus. Yesus
sendiri menjanjikan bahwa Gereja takkan bisa dihancurkan bahkan oleh maut
sekalipun dan akan senantiasa dalam terang Roh Kudus. Oleh Gereja Roh Kudus
terus dibawa dalam sejarah karena Gereja menyadari peran yang tak tergantikan
dari Roh Kudus sebagai pembimbing arah Gereja berjalan dan mengantar umat Allah
menuju pada keselamatan abadi. Roh Kudus hadir dalam dan melalui Succesio Apostolic dan terus menjaga kesatuan akan iman yang sama
dan menguatkan Gereja ketika Gereja diterpa badai iman. Gereja takkan mampu
bertahan diterpa gelombang zaman tanpa ada peran dan karya Roh Kudus, karena
memang dalam Roh Kuduslah kekuatan Allah hadir dan menyatukan Gereja dalam
kepelbagaian rupa dan rumusan.
Dalam Perjanjian Baru
sendiri posisi kedua belas rasul diusahakan agar tetap 12. Sepeninggal Yudas
yang mengkhianati Yesus dan bunuh diri di tanah yang dibelinya, para rasul yang
lain lalu berdoa dan memohon petunjuk agar Tuhan sendiri menentukan siapakah
yang dikehendaki-Nya untuk menggantikan posisi Yudas. Lalu dibuang undi dan
keluarlah Matias sebagai pengganti Yudas Si Pengkhianat. Kisah ini menunjukkan
sudah ada usaha dari para rasul sendiri untuk terus melestarikan dan mewariskan
apa yang telah Yesus buat. Hal ini juga sama dengan Petrus yang adalah Batu
Karang Gereja dan pewarisan apostoliknya.
Cara pewarisan Succesio Apostolic adalah
dengan cara penumpangan tangan[1]
dan menghadirkan Roh Kudus saat penumpangan tangan dilakukan. Jabatan imamat diteruskan oleh tangan Uskup
yang merupakan pengganti dan penerus para rasul.
Struktur dan
Hierarki Gereja
Pada
kelanjutannya, Succesio Apostolic ini
tak berhenti pada Paus semata karena lalu muncul hierarkis sesuai dengan apa
yang terjadi dalam jemaat perdana. Maka muncul struktur hierarkis Gereja yang
sekarang terdiri dari dewan para Uskup dengan Paus sebagai kepalanya, dan para
imam serta diakon sebagai pembantu uskup sebagaimana yang ada dalam jemaat
perdana itu :
1. Para Rasul
Sejarah
awal perkembangan Hierarki adalah kelompok 12 rasul. Inilah kelompok yang sudah terbentuk
waktu Yesus masih hidup. Seperti Paulus juga menyebutnya kelompok itu " mereka yang telah menjadi rasul
sebelum aku [2]".
Demikian juga Paulus pun seorang rasul, sebagaimana dalam Kitab Suci[3].
Pada
akhir perkembangannya ada struktur dari Gereja St. Ignatius dari Antiokhia,
yang mengenal "penilik" (Episkopos),
"penatua" (presbyteros),
dan "pelayan" (diakonos).
Struktur ini kemudian menjadi struktur Hierarkis yang terdiri dari uskup, imam
dan diakon.
2.
Dewan Para Uskup
Pada
akhir zaman Gereja perdana, sudah diterima cukup umum bahwa para uskup adalah pengganti para rasul, seperti juga
dinyatakan dalam Konsili Vatikan II[4]. Tetapi
hal itu tidak berarti bahwa hanya ada dua belas uskup (karena 12 rasul). Di sini
dimaksud bukan rasul satu persatu diganti oleh orang lain, tetapi kalangan para
rasul sebagai pemimpin Gereja diganti oleh kalangan para uskup. Hal tersebut
juga di pertegas dalam Konsili Vatikan II[5].
Tegasnya,
dewan para uskup menggantikan dewan para rasul.
Yang menjadi pimpinan Gereja adalah dewan para uskup. Seseorang diterima
menjadi uskup karena diterima ke dalam dewan
itu. itulah tahbisan uskup, "Seorang menjadi anggota dewan para uskup dengan menerima
tahbisan sakramental dan berdasarkan persekutuan hierarkis dengan kepada maupun
para anggota dewan"[6]. Sebagai
sifat kolegial ini, tahbisan uskup selalu
dilakukan oleh paling sedikit tiga uskup, sebab tahbisan uskup berarti bahwa
seorang anggota baru diterima kedalam dewan para uskup[7].
3. Paus
Kristus
mengangkat Petrus menjadi ketua para rasul lainnya untuk menggembalakan
umat-Nya. Paus, pengganti Petrus adalah pemimpin para
uskup. Menurut kesaksian tradisi, Petrus adalah uskup Roma pertama.
Karena itu Roma selalu dipandang sebagai pusat dan pedoman seluruh Gereja. Maka
menurut keyakinan tradisi, uskup roma itu pengganti Petrus, bukan hanya sebagai
uskup lokal melainkan terutama dalam fungsinya sebagai ketua dewan pimpinan
Gereja. Paus adalah uskup Roma, dan sebagai uskup Roma ia adalah pengganti
Petrus dengan tugas dan kuasa yang serupa dengan Petrus. hal ini dapat kita
lihat dalam sabda Yesus sendiri : "Berbahagialah
engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu,
melainkan Bapa-Ku yang di sorga. Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan
mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang
kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia
ini akan terlepas di sorga." [8]
4. Uskup
Paus
adalah juga seorang uskup. kekhususannya sebagai Paus, bahwa dia ketua dewan
para uskup. Tugas pokok uskup di tempatnya
sendiri dan Paus bagi seluruh Gereja adalah pemersatu.
Tugas hierarki yang pertama dan utama adalah mempersatukan
dan mempertemukan umat. Tugas itu boleh disebut tugas kepemimpinan, dan
para uskup "dalam arti sesungguhnya
disebut pembesar umat yang mereka bimbing[9].
Tugas
pemersatu dibagi menjadi tiga tugas khusus menurut tiga bidang kehidupan
Gereja. Komunikasi iman Gereja terjadi dalam pewartaan, perayaan dan pelayanan.
Maka dalam tiga bidang itu para uskup, dan Paus untuk seluruh Gereja,
menjalankan tugas kepemimpinannya. "Di antara tugas-tugas utama para uskup pewartaan
Injilah yang terpenting"[10]. Dalam ketiga bidang kehidupan Gereja uskup
bertindak sebagai pemersatu, yang mempertemukan orang dalam komunikasi iman.
5. Imam
Pada
zaman dahulu, sebuah keuskupan tidak lebih besar daripada sekarang yang disebut
paroki. Seorang uskup dapat disebut "pastor kepala" pada zaman itu.
dan imam-imam "pastor pembantu", lama kelamaan pastor pembantu
mendapat daerahnya sendiri, khususnya di pedesaan. Makin lama daerah-daerah
keuskupan makin besar. Dengan Demikian, para uskup semakin diserap oleh tugas
oraganisasi dan administrasi. Tetapi itu sebetulnya tidak menyangkut tugasnya
sendiri sebagai uskup, melainkan cara melaksanakannya. sehingga uskup sebagai
pemimpin Gereja lokal, jarang kelihatan ditengah-tengah umat.
Melihat
perkembangan demikian, para imam menjadi wakil uskup. "Di masing-masing jemaat setempat dalam arti tertentu mereka
menghadirkan uskup. Para imam dipanggil melayani umat Allah sebagai pembantu
arif bagi badan para uskup, sebagai penolong dan organ mereka"[11].
Tugas
konkret mereka sama seperti uskup: "Mereka
ditahbiskan untuk mewartakan Injil serta menggembalakan umat beriman, dan untuk
merayakan ibadat ilahi"
6. Diakon
"Pada tingkat hierarki yang lebih rendah
terdapat para diakon, yang ditumpangi tangan bukan untuk imamat, melainkan
untuk pelayanan"[12]. Mereka
pembantu uskup tetapi tidak mewakilinya. Para uskup mempunyai 2 macam pembantu,
yaitu pembantu umum (disebut imam) dan pembantu khusus (disebut diakon). Bisa
dikatakan juga diakon sebagai "pembantu dengan tugas terbatas". Jadi
diakon juga termasuk ke dalam anggota hierarki.
Hubungan Petrus sebagai Batu Karang
Gereja dengan sifat-sifat Gereja
Dalam Syahadat Nikea-Konstantinopel, dikatakan: “Aku percaya akan Gereja yang satu, kudus,
katolik, dan apostolik”. Inilah keempat sifat Gereja. Keempat sifat ini,
yang tidak boleh dipisahkan satu dari yang lain, melukiskan ciri-ciri hakikat
Gereja dan perutusannya. Gereja tidak memilikinya dari dirinya sendiri. Melalui
Roh Kudus, Kristus menjadikan Gereja-Nya itu satu, kudus, katolik dan apostolik.
Di sini peran Petrus juga tak bisa ditinggalkan begitu saja karena sifat-sifat
Gereja berkaitan erat dengan kehadiran dan fungsi Petrus sebagaimana telah
Yesus sendiri berikan pada Petrus.
Gereja
yang satu
Katekismus Gereja Katolik menjelaskan bahwa Gereja
itu satu, karena tiga alasan. Pertama, Gereja itu satu menurut asalnya, yang
adalah Tritunggal Mahakudus, kesatuan Allah tunggal dalam tiga Pribadi - Bapa,
Putra dan Roh Kudus. Kedua, Gereja itu satu menurut pendiri-Nya, Yesus Kristus,
yang telah mendamaikan semua orang dengan Allah melalui darah-Nya di salib.
Ketiga, Gereja itu satu menurut jiwanya, yakni Roh Kudus, yang tinggal di hati
umat beriman, yang menciptakan persekutuan umat beriman, dan yang memenuhi
serta membimbing seluruh Gereja[13].
“Kesatuan” Gereja juga kelihatan nyata. Pengikut Kristus dipersatukan dalam pengakuan iman yang satu dan sama, dalam perayaan
ibadat bersama terutama sakramen-sakramen, dan struktur hierarkis berdasarkan
suksesi apostolik yang dilestarikan dan diwariskan melalui Sakramen Tahbisan
Suci. Semua ibadat yang ada dalam Gereja dipersembahkan oleh imam yang
dipersatukan dengan uskupnya, yang dipersatukan dengan Bapa Suci, Paus,
penerus Petrus.
Namun demikian, Gereja yang satu ini memiliki
kemajemukan yang luar biasa. Umat beriman menjadi saksi iman dalam panggilan
hidup yang berbeda-beda dan dalam beraneka bakat serta talenta, tetapi saling
bekerjasama untuk meneruskan misi Tuhan kita. Keanekaragaman budaya dan tradisi
memperkaya Gereja dalam ungkapan iman yang satu. Cinta kasih merasuki Gereja,
sebab melalui cinta kasihlah para anggotanya saling dipersatukan dalam
kebersamaan dan saling bekerjasama dalam persatuan yang harmonis.
Gereja
Yang Kudus
Tuhan sendiri adalah sumber dari segala kekudusan: “Sebab hanya satulah Pengantara dan jalan
keselamatan, yakni Kristus. Ia hadir bagi kita dalam tubuh-Nya, yakni Gereja”[14].
Kristus menguduskan Gereja, dan pada gilirannya, melalui Dia dan bersama
Dia, Gereja adalah agen pengudusan-Nya. Melalui pelayanan Gereja dan kuasa Roh
Kudus, Tuhan mencurahkan berlimpah rahmat, teristimewa melalui
sakramen-sakramen. Oleh karena itu, melalui ajarannya, doa dan sembah sujud,
serta perbuatan-perbuatan baik, Gereja adalah tanda kekudusan yang kelihatan.
Gereja telah ditandai dengan teladan-teladan kekudusan
yang luar biasa dalam hidup para kudus sepanjang masa. Tak peduli betapa
gelapnya masa bagi Gereja, selalu ada para kudus besar melalui siapa terang
Kristus dipancarkan. Manusia memang rapuh, dan
terkadang jemaat juga jatuh dalam dosa; tetapi, selalu
ada pertobatan dari dosa dan
melanjutkan perjalanan di jalan kekudusan. Dalam arti tertentu, Gereja adalah
Gereja kaum pendosa, bukan kaum yang merasa diri benar atau merasa yakin akan
keselamatannya sendiri. Salah satu doa terindah dalam Misa dipanjatkan sebelum
Tanda Damai, “Tuhan Yesus Kristus, jangan
memperhitungkan dosa kami, tetapi perhatikanlah iman Gereja-Mu.” Meski
individu-individu warga Gereja rapuh dan malang, jatuh dan berdosa, Gereja
terus menjadi tanda dan sarana kekudusan.
Gereja
yang katolik
St Ignatius dari Antiokhia (± tahun 100)
mempergunakan kata ini yang berarti “universal” untuk menggambarkan Gereja
(surat kepada jemaat di Smyrna). Gereja bersifat Katolik dalam arti bahwa
Kristus secara universal hadir dalam Gereja dan bahwa Ia telah mengutus Gereja
untuk mewartakan Injil ke seluruh dunia - “Karena itu pergilah, jadikanlah
semua bangsa murid-Ku” (Matius 28:19).
Gereja
yang apostolik
Kristus mendirikan Gereja dan mempercayakan
otoritas-Nya kepada para rasul-Nya, para uskup yang pertama. Ia mempercayakan
otoritas khusus kepada St Petrus, Paus Pertama dan Uskup Roma, untuk bertindak
sebagai Vicar-Nya (wakil-Nya) di
dunia. Otoritas ini telah diwariskan melalui Sakramen Tahbisan Suci melalui
suksesi apostolik dari uskup ke uskup, dan kemudian diperluas ke imam dan
diakon. Melalui penumpangan tangan ini lalu jabatan para rasul lalu diteruskan
sehingga bila semua uskup, imam dan diakon bila ditelusuri jejaknya, maka akan
sampai pada Petrus dan rasul yang lain. Di sinilah bukti bahwa pada diri Petrus
dan para rasul iman Gereja terus diwariskan dan dilestarikan. Petrus mempunyai
tempat penting karena ia adalah pemimpin para rasul dan simbol kesatuan Gereja.
Gereja adalah juga apostolik dalam arti warisan iman
seperti yang kita dapati dalam Kitab Suci dan Tradisi Suci dilestarikan,
diajarkan dan diwariskan oleh para rasul. Di bawah bimbingan Roh Kudus, Roh
kebenaran, Magisterium[15] berkewajiban untuk melestarikan, mengajarkan,
membela dan mewariskan warisan iman. Di samping itu, Roh Kudus melindungi
Gereja dari kesalahan dalam otoritas mengajarnya. Meski seturut berjalannya
waktu, Magisterium harus menghadapi masalah-masalah terkini, seperti perang
nuklir, eutanasia, penggunaan KB buatan, prinsip-prinsip kebenaran
yang sama diberlakukan di bawah bimbingan Roh Kudus.
Keempat sifat Gereja ini - satu, kudus, katolik dan
apostolik - sepenuhnya disadari dalam Gereja Kristus. Sementara Gereja Kristen
lainnya menerima dan mengaku syahadat dan mempunyai unsur-unsur kebenaran dan
pengudusan, tetapi hanya Gereja Katolik Roma yang mencerminkan kepenuhan dari
sifat-sifat ini. Konsili Vatican Kedua mengajarkan, “Gereja itu [yang didirikan
Kristus], yang didunia ini disusun dan diatur sebagai serikat, berada dalam
Gereja Katolik, yang dipimpin oleh pengganti Petrus dan para Uskup dalam
persekutuan dengannya” (Konstitusi Dogmatis tentang Gereja, #8), dan “Hanya
melalui Gereja Kristus yang Katolik-lah, yakni upaya umum untuk keselamatan,
dapat dicapai seluruh kepenuhan upaya-upaya penyelamatan” (Dekrit tentang
Ekumenisme, #3).
Penutup : Apa
yang kupelajari?
Petrus, sebagai Kefas
Gereja terus ada dalam sosok yang berbeda. Petrus Si Nelayan memang tealah wafat dengan memlilih untuk disalib
terbalik, namun Kefas sebagai Penjaga Iman terus hadir dalam diri Uskup Roma
dengan nama yang juga berbeda antara satu pribdai dengan pribadi yang lain.
Kefas Bar uterus ada untuk menjaga bahwa warta sukacita yang telah Yesus bawa
dan wartakan tetap bergema melampaui batas ruang dan waktu, tak hanya di sini
dan di sana, namun di mana-mana samapi ke tempat yang paling jauh sekalipun.
Tak hanya pada abad-abad awal kekristenan, namun hingga 20 abad selanjutnya
iman dan karya keselamatan itu tetap ada dan bergema membawa harapan yang sama.
Diakui bahwa saat ini,
bahkan sejak awal Gereja ada, terus muncul ajaran-ajaran yang membuat Katolik
nampak menjadi Gereja yang begitu berdosa, namun iman akan kesatuan dean
persekutuan dengan Roma adalah sebuah warisan yang takdapat disangkal karena
dari sanalah keselamatan itu terus dijaga dan diwartakan. Kefas, dalam wajah
yang baru setiap zamannya, benar-benar telah menjaga tradisi iman seperti yang
Yesus sendiri janjikan kepadanya, bahwa Engkau adalah Petrus dan di atas batu
karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya”.
Gereja adalah
persekutuan manusia-manusia yang mengimani Kristus. Di dalam Gereja juga terus
dibawa seluruh kemanusiaan yang melekat pada pribadi-pribadi manusia yang
bersatu dalam tubuh mistik Kristus. Tak dapat disangkal bahwa ada
pribadi-pribadi yang terlalu dekat kepada dunia ketimbang dekat pada karya Roh
Kudus sebagai jiwa Gereja. Tak dapat disangkal bahwa pada sejarahnya, Gereja
juga pernah mengalami masa-masa iman yang kering. Namun itu semua bukan akhir
dari Gereja.
Gereja telah ada dalam
rencana Tritunggal. Allah Bapa menghendaki, Allah Putra melaksanakan dan Allah
Roh Kudus yang mengarahkan. Gereja sebagai lembaga ilahi yang terdiri atas
orang-orang yang percaya akan karya keselamatan yang diwartakan oleh Yesus
tetap membutuhkan pemimpin-pemimpin yang menjadi panutan dalam hal ajaran dan
karya imanen. Yesus telah mengajarkan hukum yang baru: hukum cinta kasih, yang
mana telah Ia ajarkan secara langsung pada para murid. Maka maka murid juga
mendapat perintah baru untuk menyebarkan ajaran Yesus yang menggenapi seluruh
hukum yang mana telah dibawa oleh para hakim dan nabi Israel. Dan succesio apostolic adalah satu cara di
mana kebenaran ajaran dari Yesus sendiri dapat ditelusuri dan terus diimani.
Iman juga perlu pemahaman, pemahaman yang menunjukkan iman yang diimani adalah
benar.
Gereja adalah perahu
Nuh yang membawa keselamatan pada penumpangnya dan Petrus bersama dengan rasul
lain adalah Nahkoda yang dipanggil oleh Yesus Sang Nahkoda Kehidupan yang
sejati.
Daftar pustaka :
·
Gandi SJ, Antonius. Dari Petrus sampai Kita. Yogyakarta: Kanisius, 2003.
·
Simbolon SJ, Managamtua. Suksesio Apostolik: Kita Lawan Mereka!. Yogyakarta: Kanisius, 2009.
·
Katekismus Gereja Katolik.
·
Lumen Gentium.
·
McClory, Robert. Paus
dan Kekuasaan. Jakarta: Obor, 2009.
·
Cheetam, Nicolas. Keeper
of the Key: A History of the Popes From Peter to John Paul II. Yogyakarta:
Obor, 2010.