Sejarah Uang dan Bank - Uang dapat didefinisikan sebagai alat tukar
yang diterima secara umum. Alat tukar (medium of exchange) adalah hal yang
secara luas diterima dalam suatu masyarakat sebagai penukar barang/jasa.
Perekonomian barter adalah suatu keadaan perekonomian berjalan sangat sederhana
dimana dalam proses produksi barang dan perdagangan dilakukan dengan menukar
suatu barang dengan barang lainnya.
Sejarah Uang dan Bank |
A. Sejarah Uang
Uang dalam ilmu ekonomi tradisional
di definisikan sebagai alat tukar yang dapat diterima secara umum. Alat tukar
itu dapat berupa benda apapun yang dapat
diterima oleh setiap orang di masyarakat dalam proses pertukaran barang dan
jasa. Dalam ilmu ekonomi modern, uang di definisikan sebagai sesuatu yang
tersedia dan secara umum di terima sebagai alat pembayaran yang sah bagi
pembelian barang-barang dan jasa-jasa. Selain itu, uang juga berfungsi sebagai
alat untuk menghitung kekayaan.
Uang yang kita kenal sekarang ini
telah mengalami proses perkembangan yang panjang. Sebelum masyarakat mengenal
uang, setiap orang berusaha memenuhi kebutuhannnya dengan usaha sendiri.
Manusia berburu jika ia lapar, membuat pakaian sendiri dari bahan-bahan yang
sederhana, mencari buah-buahan untuk konsumsi sendiri. Singkatnya, apa yang
diperolehnya itulah yang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhannya.
cara kerja sistem barter |
Namun, karena kebutuhan hidup yang semakin banyak, kemudian manusia mulai merasa membutuhkan orang lain untuk membantunya memenuhi kebutuhan hidup. Akhirnya mulai dikenal sistem barter yaitu menukar barang yang dimiliki kepada orang lain yang memiliki barang yang diinginkan. Misalnya apabila kita memiliki ladang gandum dan persediaan gandum yang dimiliki cukup banyak, sedangkan kita ingin makan buah-buah-buahan dan kita tidak memiliki persediaan buah. Kita dapat menukarkan gandum yang kita miliki dan menukarkannya kepada orang yang memiliki buah yang kita inginkan. Inilah cara kerja sistem barter pada zaman dahulu. Namun dengan semakin berkembangnya perekonomian, manusia semakin menyadari bahwa cara barter ini tidak praktis atau memiliki kelemahan, yaitu:
a. Alat
tukar sulit untuk dibawa-bawa
Apabila
jumlah barang yang hendak dibelanjakan atau ditukarkan ukurannya besar dan
jumlahnya banyak, pemilik barang tentu akan kesulitan untuk membawa hartanya
kesana kemari.
b. Sulit
dalam bertransaksi
Saat
melakukan transaksi kedua belah pihak yang memiliki barang harus menginginkan
barang yang dimiliki satu sama lain. Contohnya apabila seorang pemilik meja
ingin menukarkan atau membelanjakan meja miliknya dengan sebuah topi, pemilik
topi harus menginginkan meja yang dimiliki oleh pembeli. Apabila pemilik topi
tidak menginginkan meja tersebut, maka transaksi barter tersebut dinyatakan
batal.
c. Alat
tukar sulit untuk dipecah
Contohnya,
apabila seorang pemilik meja ingin membeli atau menukarkan mejanya dengan
beberapa jeruk, sedangkan jeruk yang dimiliki nilainya hanya sama dengan
separuh meja. Maka pemilik meja akan kesulitan dalam membeli jeruk tersebut.
d. Sulit
menentukan standar nilai tukar
Apabila
melakukan sistem barter, manusia akan kesulitan dalam menentukan standar nilai
suatu barang. Contohnya satu meja nilainya berapa buah jeruk, satu jeruk
nilainya sama dengan berapa kilogram gandum, dsb.
e. Sulit
menyimpan kekayaan
Contohnya,
seorang juragan jeruk akan kesulitan menyimpan kekayaannya karena jeruk adalah
barang yang mudah busuk dan tidak tahan lama. Sulit untuk menyimpan kekayaan
yang berbentuk buah-buahan yang mudah busuk.
Untuk
mengatasinya kelemahan yang dimiliki oleh sistem barter, mulailah timbul
pikiran-pikiran untuk menggunakan benda-benda tertentu untuk digunakan sebagai
alat tukar. Benda-benda yang ditetapkan sebagai alat pertukaran itu adalah
benda-benda yang diterima oleh umum (generally accepted) benda-benda yang
dipilih bernilai tinggi (sukar diperoleh atau memiliki nilai magis dan mistik),
atau benda-benda yang merupakan kebutuhan primer sehari-hari. Misalnya garam
yang oleh orang Romawi digunakan sebagai alat tukar maupun sebagai alat
pembayaran upah. Pengaruh orang Romawi tersebut masih terlihat sampai sekarang.
Orang Inggris menyebut upah sebagai salary yang berasal dari bahasa Latin
salarium yang berarti garam. Selain itu, barang-barang yang dianggap indah dan
bernilai, seperti kerang, pernah dijadikan sebagai alat tukar sebelum manusia
menemukan uang logam.
Selanjutnya
manusia menggunakan logam mulia seperti emas, perak, dan perunggu sebagai alat
tukar. Pada zaman itu emas dijadikan sebagai ukuran kekayaan seseorang sehingga
semua orang akhirnya berlomba-lomba untuk mendapatkan emas. Salah satu
contohnya adalah bangsa Eropa. Bangsa Eropa mencari kekayaan emas dengan cara
menjajah. Indonesia merupakan salah satu negara bekas jajahan bangsa Eropa.
Bangsa Eropa datang ke Indonesia dengan salah satu tujuannya adalah untuk
mendapatkan Gold (kekayaan).
Saat
uang logam masih digunakan sebagai uang resmi di dunia, ada beberapa pihak yang
melihat peluang dari kepemilikan mereka atas uang yang dimiliki. Berdasarkan
hal tersebut, banyak pandai emas yang menawarkan jasa penyimpanan emas. Orang
yang ingin menyimpan emas akan melakukan transaksi penyimpanan pada sebuah meja
atau dalam bahasa italia disebut Banco (asal kata dari Bank). Kemudian emas
akan disimpan dalam sebuah tempat dan orang yang menitipkan emas tersebut harus
membayar uang sewa. Setelah disimpan, orang yang menyimpan emas akan diberikan
sebuah sertifikat/tanda bukti pada sebuah kertas. Uang kertas yang kita kenal
sampai saat ini bermula dari kertas yang merupakan bukti-bukti kepemilikan emas
dan perak sebagai alat atau perantara untuk melakukan transaksi. Dengan kata
lain, uang kertas yang beredar pada saat itu adalah uang yang dijamin 100% dengan
emas atau perak yang disimpan di pandai emas dan sewaktu-waktu dapat ditukarkan
penuh dengan jaminannya.
Pada
perkembangan selanjutnya, masyarakat tidak lagi menggunakan emas (secara
langsung) sebagai alat pertukaran. Sebagai gantinya, manusia menjadikan kertas
bukti tersebut atau yang sekarang kita kenal dengan uang kertas menjadi alat
tukar yang sah.
B. Sejarah Bank
Menurut Prof. G. M.
Verryn Stuart dalam bukunya yang berjudul Bank Politic, Bank adalah suatu badan
usaha yang bertujuan untuk memberi kredit, baik dengan uang sendiri maupun uang
yang dipinjam dari orang lain, dan mengedarkan alat penukar berupa uang kertas
dan uang giral. Menurut asal katanya, bank berasal dari kata “banco” yang dalam bahasa Italia berarti
bangku atau meja. Meja dalam sejarah bank pertama kalinya digunakan sebagai
tempat menukar uang. Karena itu, bank pertama kalinya adalah tempat penukaran.
Aktivitas
pengendalian uang ini kemudian berubah kepada para tukang emas sejak terjadinya
perang saudara di Inggris pada tahun 1642 ‐ 1645. Perang ini
mengakibatkan tiap orang berusaha menyelamatkan hartanya masing‐masing dan para
tukang emas dianggap sebagai tempat dan pilihan yang terbaik untuk menyimpan
uang dan harta mereka karena para tukang emas ini mempunyai peti‐peti besi dan sistem pengamanan
yang lainnya (Cheah Kooi Guan, 1991). Dalam memberikan jasa simpanan kepada
saudara, teman, tetangga dan lain‐lain,
para tukang emas ini biasanya menggunakan sebuah banco atau banku pada saat
berurusan dengan pelanggannya. Dari perkataan banco ini kemudian muncul istilah
”bank” yang terus dipakai sampai sekarang.
Titipan harta yang
diamanahkan kepada para tukang emas biasanya diikuti dengan penyerahan selembar
kertas kepada penitip sebagai tanda dan bukti/sertifikat terhadap simpanannya.
Simpanan masyarakat yang relatif banyak ditangan para tukang emas telah diikuti
dengan beredarnya kertas‐kertas
tanda bukti simpanan. Para tukang emas kemudian menyadari bahwa simpanan
tersebut jarang diminta pemiliknya dalam waktu yang singkat. Kemudian para tukang emas mempunyai ide untuk
membuat jasa peminjaman dari emas yang disimpan/dititipkan. Jadi setiap orang
yang ingin meminjam uang/emas dari tukang emas, Ia harus memiliki jaminan baik
itu sertifikat rumah, tanah, ataupun jaminan lainnya yang berharga untuk
ditukarkan dengan emas. Tukang emas akan mendapatkan keuntungan karena setiap
orang yang meminjam juga dikenakan biaya sewa (Gambar 2.1). Karena keuntungan yang menggiurkan akhirnya banyak
tukang emas yang menghabiskan persediaan emas yang diamanahkan kepadanya untuk
dipinjamkan kepada orang lain yang membutuhkannya.
Sistem pertama yang dipakai oleh tukang emas |
Namun,
saat orang yang menyimpan harta pada tukang emas ingin mengambil kembali
hartanya, para tukang emas akhirnya kebingungan karena seluruh emas yang
dititipkan tidak berada pada brangkas, melainkan sedang dipinjam oleh orang
lain. Para penyimpan harta pada tukang emaspun memprotes dan akhirnya tempat
penyimpanan yang dikelola oleh para tukang emas ditutup karena mengalami
bangkrut.
Perkembangan sistem bank |
Belajar dari kesalahan, kemudian mulai dikenal istilah likuiditas yaitu kemampuan untuk memenuhi seluruh kewajiban yang harus dilunasi segera dalam waktu yang singkat. Jadi tempat penyimpanan emas/bank harus menyisakan setidaknya 5% - 20% harta yang dititipkan/ditabung untuk berjaga-jaga. Jadi saat orang yang menyimpan harta ingin mengambil hartanya, ada harta/uang yang dapat dipakai. Selain itu, setiap orang yang menyimpan harta kepada bank tidak diberikan biaya tambahan/sewa. Bank hanya memberikan biaya sewa kepada yang mengajukan kredit.
Perkembangan
selanjutnya, bank kemudian tidak hanya membebaskan orang yang menabung dari
biaya sewa tetapi memberikan bunga pada setiap nasabah (Gambar 2.3).
Gambar 2.3Perkembangan
sistem bank