Sejarah Berdirinya Ka'bah, Ka’bah
adalah sebuah bangunan mendekati bentuk kubus yang terletak di tengah Masjidil
Haram di Mekah. Bangunan ini adalah monumen suci bagi kaum muslim (umat Islam).
Merupakan bangunan yang dijadikan patokan arah kiblat atau arah patokan untuk
hal hal yang bersifat ibadah bagi umat Islam di seluruh dunia seperti sholat.
Selain itu, merupakan bangunan yang wajib dikunjungi atau diziarahi pada saat
musim haji dan umrah. Bagi yang memiliki kemampuan untuk melaksanakannya. Dimensi
struktur bangunan ka’bah lebih kurang berukuran 13,10m tinggi dengan sisi
11,03m kali 12,62m. Juga disebut dengan nama Baitallah.
Sejarah Berdirinya Ka'bah |
Ka’bah
yang juga dinamakan Baitul Atiq atau rumah tua adalah bangunan yang dipugar
pada masa Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail setelah Nabi Ismail berada di Mekkah
atas perintah Allah SWT. Dalam Al-Qur’an, surah 14:37 tersirat bahwa situs suci
Ka’bah telah ada sewaktu Nabi Ibrahim menempatkan Hajar dan bayi Ismail di
lokasi tersebut. Sebuah cerita pra-Islam mengatakan
Ka’bah didirikan oleh Adam untuk beribadah kepada Allah. Namun, sebuah riwayat
hadis dari Ali bin Hussain, mengatakan Ka’bah didirikan para Malaikat
sebelum kehadiran Nabi Adam di muka bumi. Malaikat saat itu diperintahkan
membangun Ka’bah seperti bentuk Baitul Makmur, tempat ibadah yang berada di
Surga di langit ke-7.
Namun, seiring waktu berjalan, Ka’bah tersapu banjir besar
ketika zaman Nabi Nuh. Ka’bah dibangun kembali oleh Nabi Ibrahim dan anaknya
Nabi Ismail, yang ceritanya terekam dalam Al Qur’an (Surat Al-Hajj : 26). Sejak
Nabi Ibrahim, Ka’bah digunakan untuk ibadah Haji. Setelah itu Ka’bah
berkembang menjadi Kota Mekkah diziarahi oleh orang-orang dari berbagai negeri
dari jazirah Arab dan Mesir. Oleh karenanya, sepeninggal Nabi Ibrahim,
pengelolaan Ka’bah beberapa kali diperebutkan, dan Ka’ba h pun beberapa kali
mengalami renovasi dan pengembangan ***
Dari
tampilan fisiknya, Ka’bah memang tidak mengadopsi desain dan arsitektur
bangunan canggih. Bentuknya sederhana, sesuai namanya (Ka’bah berarti kubus)
dengan ukuran panjang-lebar-tinggi: 13,16 m X 11,53 m X 12,03 m. Di dalamnya
ada sebuah ruangan berukuran sekitar 10 X 8 meter persegi, dengan dua pilar
menjulang ke langit-langit.
Pada masa pra Islam, ruangan ini digunakan menyimpan
patung-patung berhala untuk ritual masa itu. Setelah penaklukan kota Mekkah
oleh Nabi Muhammad, ratusan patung itu dihancurkan serta gambar-gambar di
dinding Ka’bah juga dihapus. Sudut-sudut Ka’bah mengarah ke empat penjuru mata
angin, dengan posisi batu Hajar Aswad menempel di sudut timurnya. Hajar Aswad
adalah salah satu elemen penting Ka’bah. Seperti dicontohkan oleh Nabi
Muhammad, jamaah haji biasanya mencium batu ini di sela-sela tawaf. Batu ini
mulai dipasang di Ka’bah sejak Ibrahim memerintahkan Ismail untuk mencari
sebuah batu untuk dipasang di salah satu celah di bangunan Ka’bah.
Namun
setelah sekian lama Ismail mencari batu ini, akhirnya Ibrahim mendapatkan batu
ini dari Malaikat Jibril. Batu hitam yang berkilau-kilau ini sejak lama
mengundang perdebatan. Menurut hadits riwayat At Tirmidzi, batu hitam itu
adalah batu yang berasal dari Surga, yang dibawa oleh Nabi Adam ke bumi.
Awalnya, kata hadits itu, batu itu berwarna putih. Tapi karena menyerap dosa
–dosa manusia di bumi, batu ini berubah warna menjadi hitam.
Pada
saat menjelang Muhammad SAW diangkat menjadi Nabi sampai kepindahannya ke kota
Madinah. Lingkungan Ka’bah penuh dengan patung yang merupakan perwujudan Tuhan
bangsa Arab ketika masa kegelapan pemikiran (jahilliyah) padahal sebagaimana
ajaran Nabi Ibrahim yang merupakan nenek moyang bangsa Arab dan bangsa Yahudi
serta ajaran Nabi Musa terhadap kaum Yahudi, Tuhan tidak boleh disembah dengan
diserupakan dengan benda atau makhluk apapun dan tidak memiliki perantara untuk
menyembahnya serta tunggal tidak ada yang menyerupainya dan tidak beranak dan
tidak diperanakkan (Surat Al Ikhlas dalam Al-Qur’an) . Ka’bah akhirnya
dibersihkan dari patung patung ketika Nabi Muhammad membebaskan kota Mekkah
tanpa pertumpahan darah.
Selanjutnya
bangunan ini diurus dan dipelihara oleh Bani Sya’ibah sebagai pemegang kunci
ka’bah dan administrasi serta pelayanan haji diatur oleh pemerintahan baik
pemerintahan khalifah Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin
Abi Thalib, Muawwiyah bin Abu Sufyan, Dinasti Ummayyah, Dinasti Abbasiyyah,
Dinasti Usmaniyah Turki, sampai saat ini yakni pemerintah kerajaan Arab Saudi
yang bertindak sebagai pelayan dua kota suci, Mekkah dan Madinah.
Bangunan
Ka’bah
Pada
awalnya bangunan Ka’bah terdiri atas dua pintu serta letak pintu ka’bah
terletak diatas tanah , tidak seperti sekarang yang pintunya terletak agak
tinggi sebagaimana pondasi yang dibuat Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Namun
ketika Renovasi Ka’bah akibat bencana banjir pada saat Muhammad SAW berusia 30
tahun dan sebelum diangkat menjadi rasul, karena merenovasi ka’bah sebagai
bangunan suci harus menggunakan harta yang halal dan bersih, sehingga pada saat
itu terjadi kekurangan biaya. Maka bangunan ka’bah dibuat hanya satu pintu
serta ada bagian ka’bah yang tidak dimasukkan ke dalam bangunan ka’bah yang
dinamakan Hijir Ismail yang diberi tanda setengah lingkaran pada salah satu
sisi ka’bah. Saat itu pintunya dibuat tinggi letaknya agar hanya pemuka suku
Quraisy yang bisa memasukinya. Karena suku Quraisy merupakan suku atau kabilah
yang sangat dimuliakan oleh bangsa Arab.
Karena
kaumnya baru saja masuk Islam, maka Nabi Muhammad SAW mengurungkan niatnya
untuk merenovasi kembali ka’bah sehinggas ditulis dalam sebuah hadits perkataan
beliau: “Andaikata kaumku bukan baru saja meninggalkan kekafiran, akan Aku
turunkan pintu ka’bah dan dibuat dua pintunya serta dimasukkan Hijir Ismail
kedalam Ka’bah”, sebagaimana pondasi yang dibangun oleh Nabi Ibrahim.
Ketika
masa Abdurrahman bin Zubair memerintah daerah Hijaz, bangunan itu dibuat
sebagaimana perkataan Nabi Muhammad SAW atas pondasi Nabi Ibrahim. Namun karena
terjadi peperangan dengan Abdul Malik bin Marwan, penguasa daerah Syam
(Suriah,Yordania dan Lebanon sekarang) dan Palestina, terjadi kebakaran pada
Ka’bah akibat tembakan peluru pelontar (onager) yang dimiliki pasukan Syam.
Sehingga Abdul Malik bin Marwan yang kemudian menjadi khalifah, melakukan
renovasi kembali Ka’bah berdasarkan bangunan hasil renovasi Nabi Muhammad SAW
pada usia 30 tahun bukan berdasarkan pondasi yang dibangun Nabi Ibrahim. Dalam
sejarahnya Ka’bah beberapa kali mengalami kerusakan sebagai akibat dari
peperangan dan umur bangunan.
Ketika
masa pemerintahan khalifah Harun Al Rasyid pada masa kekhalifahan Abbasiyyah,
khalifah berencana untuk merenovasi kembali ka’bah sesuai pondasi Nabi Ibrahim
dan yang diinginkan Nabi Muhammad SAW. namun segera dicegah oleh salah seorang
ulama terkemuka yakni Imam Malik karena dikhawatirkan nanti bangunan suci itu
dijadikan ajang bongkar pasang para penguasa sesudah beliau. Sehingga bangunan
Ka’bah tetap sesuai masa renovasi khalifah Abdul Malik bin Marwan sampai
sekarang.
Sebagian
muslim meyakini batu ini adalah batu meteorit berasal dari luar angkasa. Namun,
hipotesa ini belum terbukti kebenarannya. Ada pula yang menyebutnya sebagai
batu basalt, batu agate (batu akik), atau kaca alami. Adalah Paul Partsch,
seorang kurator koleksi perhiasan Kerajaan Austro-Hungaria, yang pertama kali
memperkirakan Hajar Aswad sebagai batu meteor, pada 1857. Namun,
berdasarkan ciri fisiknya, Robert Dietz dan John McHonde menyimpulkan Hajar
Aswad sebenarnya adalah batu akik, pada 1974.
Belakangan, seorang pakar sejarah mengatakan Hajar Aswad adalah
batu yang bisa mengambang di atas air. Bila benar, berarti Hajar Aswad adalah
batu kaca atau batu apung. Pada 1980, Elsebeth Thomsen dari University of
Copenhagen menawarkan hipotesis baru. Menurutnya, Hajar Aswad adalah
fragmen kaca yang pecah akibat tumbukan meteor yang jatuh di Wabar, sebuah
tempat di gurun Rub’ al Khali, 1000 km di timur Mekkah. Meteor ini diperkirakan
jatuh pada 6000 tahun lalu. Namun hipotesis ini pun belum bisa dipastikan
kebenarannya. Pada 1977 ilmuwan Mesir Dr Husain Kamaluddin
mempublikasikan temuan ilmiahnya bahwa Mekkah adalah pusat bumi. Dibantu pakar
Matematika dari Universitas Asyuth, Dr Muhammad Al-Syafi’I ‘Abd Al-Lathif,
Husain melakukan penelitian bertahun-tahun melibatkan sekian banyak tabel
matematika serta bantuan program komputer.
Penemuan itu ia dapatkan secara tak sengaja. “Awalnya penelitian
ini bertujuan menemukan alat yang dapat membantu setiap orang mengetahui dan
menentukan arah kiblat,” kata Husain, dikutip dari buku ‘Ka’bah Rahasia Kiblat
Dunia’, karangan Muhammad Abdul Hamid Asy-Syarqawi dan Muhammad Raja’l
Ath-Thahlawi. Husain menyiapkan peta berisi gambar benua-benua. Ternyata ia
mendapatkan Mekkah berada di tengah-tengah peta dunia. Ia mendapati bahwa tanah
di permukaan bumi menyebar dari Mekkah sebagai pusat dengan sangat
teratur.
Tak percaya dengan temuannya, ia berkali-kali mengulang
percobaannya, bahkan saat ia ujikan kembali dengan peta kuno sebelum
terbentuknya Amerika dan Australia. Ternyata hasilnya sama, Mekkah tetap
menjadi sentral bumi, termasuk pada awal masa penyebaran dakwah Islam. Tentu
saja pembuktian Husain mengundang kontroversi. Ada yang percaya, ada pula yang
tak percaya dengan temuannya itu. Hal lain menarik tentang Ka’bah
diungkapkan oleh Agus Mustafa dalam bukunya, Pusaran Energi Ka’bah. Menurut
Agus, mengapa doa-doa seorang muslim lebih cepat terkabul ketika ia tengah
berada di depan Ka’bah atau Multazam, itu ada penjelasan ilmiahnya. Agus
menyodorkan hukum gaya Lorentz atau juga dikenal dengan aturan tangan kanan.
Hukum itu mengatakan bahwa pada konduktor melingkar yang dialiri arus listrik
berlawanan arah jarum jam, akan menghasilkan medan magnet yang mengarah ke
atas.
Oleh karenanya, kata Agus, ketika lautan tubuh manusia yang
mengandung bioelektron mengitari Ka’bah berlawanan arah jarum jam sambil
merapalkan kalimat-kalimat talbiyah, maka itu akan melontarkan medan magnet
yang demikian besar ke arah langit. Bagi seorang muslim yang taat, tentu saja
pembuktian ilmiah terhadap alasan yang melatari ibadah mereka, tak terlalu
penting. Benar atau tidak klaim yang mengatakan bahwa Mekkah adalah pusat dari
pergerakan bumi, yang jelas Mekkah selalu menjadi magnet bagi muslim di seluruh
dunia.
Tokoh
muslim pembela hak-hak kulit hitam Amerika Serikat, ElHajj Malik El-Shabazz
atau lebih dikenal dengan Malcom X, begitu terpesona dengan semangat persatuan
umat yang terjadi selama ibadah haji yang diikuti. Pengalamannya di sana
mengubah pandangan rasisnya selama ini. Kemudian itu diabadikannya dalam
sepucuk surat bagi kawannya di Amerika Serikat. “Di sini, ada puluhan ribu
peziarah, yang berasal dari seluruh dunia. Mereka berasal dari beragam warna,
dari mata biru, pirang, hingga kulit hitam Afrika. Tapi kami semua melakukan
ritual sama, memperlihatkan semangat kebersamaan dan persaudaraan, yang selama
ini, berdasarkan pengalaman di Amerika, saya kira hal itu tidak pernah ada.”
Selama sebelas hari, Malcolm makan dan minum di piring dan gelas
yang sama, tidur di tempat tidur yang sama dan salat kepada Tuhan yang satu.
“Saya merasakan ketulusan yang sama dari mereka. Karena keyakinan mereka
terhadap Tuhan telah mengenyahkan segala perbedaan dari pikiran mereka." Islam
memang tak membedakan ras, warna, pangkat dan kedudukan. Islam hanya menghargai
nilai ketakwaan dari penganutnya. Tak hanya mengajarkan kebersamaan dan
persatuan, drama yang terjadi di Ka’bah dan Mekkah, sering menginspirasi atau
bahkan mengubah cara pandang dan hidup seseorang.
Dan itu, kerap kali membuat orang meneteskan air mata haru
tatkala harus kembali pulang ke negara mereka. Wolfe menggambarkan keharuannya
ketika harus meninggalkan Ka’bah dan Mekkah, dengan satu pepatah kuno. Pepatah
itu berbunyi, “Sebelum kamu mengunjunginya, Mekkah akan selalu menanti Anda.
Ketika Anda meninggalkannya, Mekkah akan selalu memanggilmu kembali. Selamanya.